Liputan6.com, Jakarta - Rekapitulasi suara hasil penyelenggaraan Pileg 9 April lalu berjalan molor. Guna mengantisipasi molornya penyelengaraan Pilpres, Presiden SBY memerintahkan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi memfasilitasi pembuatan draf Peraturan Pemerintah (PP) Pengganti Undang-Undang untuk perpanjangan masa rekapitulasi hasil pemilu tingkat nasional.
Menanggapi kemungkinan molornya penyelenggaraan Pilpres 9 Juli mendatang, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini berpendapat, semua tergantung kesiapan dan penanganan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam tahapan pemilu.
"Semua bergantung bagaimana manajemen penyelenggara pemilu, KPU. Saya tidak berpandangan serta merta Pilpres 2014 mundur, dengan perpanjangan masa rekapitulasi melalui draft PP yang diajukan SBY," ujar Titi kepada Liputan6.com, Kamis (8/5/2014).
Jika melihat persiapan Pilpres, kata Titi, memang tidak serumit penyelenggaraan Pileg. Seperti tidak perlu lagi menetapkan DPT, penyediaan logistik dan sebagainya. "Selama KPU bisa meng-handle itu, saya rasa penyelenggaraan Pilpres akan sesuai jadwal. KPU kan masih punya waktu 2 bulan," sambungnya.
Memang, dalam tahapan pemilu mungkin ada penyesuaian dengan molornya rekapitulasi suara. "Jadi kembali lagi, semua bergantung manajemen penyelengara pemilu dalam setiap tahapan selama 2 bulan ke depan. Kalau KPU kedodoran menangani tahapan, bisa saja bergeser, tapi kalau KPU berjalan normal masih bisa terkejar."
Maka itu, Titi mengimbau KPU agar belajar dari penyelenggaraan Pileg dan mengawal tahapan Pilpres lebih ketat. KPU juga diminta lebih transparan hingga ke tingkat bawah. Sebab, ada perbedaan kualitas dan komitmen antara KPU Pusat dengan tingkat bawah. "Ada yang tidak sampai ke bawah, kurang sinergi."
"KPU juga harus lebih konsentrasi menjelang Pilpres, jangan sampai penyelenggaraan Pileg 9 April lalu. KPU juga harus mengkaji berbagai persoalan yang muncul dalam penyelenggaraan Pileg," tandas Titi.
Evaluasi Pileg
Sementara KPU sebelumnya menyatakan, ada beberapa kajian yang harus dievaluasi dalam pelaksanaan Pileg 2014. Yang paling mencolok adalah soal ketersediaan sumber daya manusia (SDM).
"Evaluasinya total. Pertama terkait soal SDM, dulu saya menyarankan petugas KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) untuk di bimbingan teknisnya 7 orang, ternyata anggaran tidak tersedia, jadi hanya 2 orang. Jadi transformasi mengalami kendala," ujar Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah di Kantor KPU, Jalan Imam Bonjol, Jakarta, Rabu 7 Mei kemarin.
Menurut Ferry, evaluasi juga akan dilakukan terhadap ketersediaan anggaran untuk pelaksanaan Pemilu. Kemudian, berkaitan dengan para anggota KPU provinsi, kabupaten, PPK, dan PPS yang tidak sejalan dengan aturan yang tertuang dalam Peraturan KPU, sebaiknya mengundurkan diri.
"Supaya teman-teman on the track, independensi dan integritasnya terjaga. Jadi evaluasi kita sekarang adalah kalau ada teman-teman dari KPU provinsi, kabupaten atau kota, bahkan PPK dan PPS yang tidak berintegritas, lebih baik mundur," tegas Ferry.
Ferry menegaskan, petugas KPPS juga akan mengalami penyortiran yang akan dilakukan para anggota KPU provinsi, kabupaten, dan kota. Yang terlibat kecurangan tidak akan dipakai kembali saat Pilpres 2014.
"Apabila sudah terbukti kasusnya, harus dievaluasi, bahkan diberhentikan sementara atau di DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) kan, bahkan bila perlu dipidanakan," tandasnya.
Sedangkan terkait tenggat rekapitulasi suara tingkat nasional, Ferry menegaskan, KPU selalu optimis seluruh perhitungan suara akan selesai pada 9 Mei lusa. "Dari awal kita selalu optimis, kita pastikan patokan tanggal 9 Mei atau 30 hari setelah pemungutan suara," ujarnya.
Meski optimis rekapitulasi KPU selesai 9 Mei, Ferry mengaku, siap menerima konsekuensi jika nantinya rekapitulasi tersebut melewati batas waktu yang tercantum dalam Peraturan KPU.
"Kita mengupayakan untuk tanggal 9 Mei, konsekuensinya kita sudah paham, publik sudah tahu, tetapi mudah-mudahan bisa kita lalui. Itu konsekuensi jabatan yang harus kita upayakan dengan kondisi seperti ini," katanya.
Karenanya, Ferry menjelaskan, tetap berupaya menyelesaikan rekapitulasi sesuai prosedur administrasi PKPU. "Kita berupaya sekuat tenaga dengan tidak mengabaikan sisi-sisi prosedural administratif yang ada, kebenaran faktual untuk mempercepat akselerasi aktivitas pleno ini," pungkas Ferry.
Hingga saat ini KPU baru mengesahkan rekapitulasi suara untuk 19 provinsi, yaitu Bangka Belitung, Jambi, Kalimantan Barat, Gorontalo, Bali, Kalimantan Tengah, Sumatera Barat, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Barat, Aceh, Banten, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, DKI Jakarta, DIY, Lampung, Papua Barat, Kepulauan Riau, Jawa Tengah.
Sementara 9 provinsi lain yang sudah dipresentasikan namun ditunda pengesahannya karena ada beberapa temuan masalah yaitu Riau, Jawa Barat, Bengkulu, Sulawesi Tenggara, Sumatera Selatan, Sulawesi Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, dan NTT.
Kemudian 5 provinsi lainnya yang sama sekali belum dipresentasikan dan dibahas data perolehan suaranya di KPU, yaitu Sumatera Utara, Papua, Maluku, Maluku Utara, dan Jawa Timur. (Mut)
Advertisement