Liputan6.com, Jakarta - Gerakan Mahasiswa Satu Bangsa (Gemasaba) mengecam keras pernyataan anggota tim pemenangan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, Fahri Hamzah yang menghujat capres Joko Widodo atau Jokowi dengan sebutan sinting. Karena itu, Gemasaba menuntut Fahri agar menarik ucapannya dan meminta maaf secara terbuka kepada seluruh kaum santri di seluruh Indonesia.
"DPN Gemasaba menuntut Fahri agar menarik ucapannya dan meminta maaf secara terbuka kepada seluruh kaum santri di seluruh Indonesia," ujar Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Gemasaba Ghozali Munir, Jakarta, Rabu (2/7/2014).
"Jika Fahri tidak mau meminta maaf dan mencabut pernyataannya, maka itu bukti keangkuhan Fahri dan Prabowo beserta tim suksesnya secara umum," sambung Ghozali.
Selain itu, kata Ghozali, jika Prabowo atau timsesnya tidak menegur Fahri maka itu adalah bukti bahwa Prabowo dan tim pemenanganya melecehkan kaum santri. Sehingga pasangan tersebut tidak layak dipilih pada Pilpres 9 Juli mendatang.
"Pernyataan Fahri Hamzah sangat tendensius, tidak berpendidikan, di luar norma kesantunan dan menunjukkan bahwa kualitas pribadi Fahri kacangan. Penggunaan kata sinting sungguh di luar kewajaran, jelas sekali menunjukkan bahwa Fahri Hamzah memendam kebencian atas kaum santri," tegas Ghozali, geram.
Ghozali menilai hal ini sebagai bentuk perang terbuka, antara Fahri yang mewakili kebencian kaum wahabi, dengan kaum santri yang menurutnya salah satu pilar kemerdekaan atau tulang punggung berdirinya republik ini.
"Ucapan Fahri sangat tidak layak dan sepertinya merupakan sebuah bentuk ungkapan kebencian kaum wahabi atas kaum santri. Seandainya Fahri memahami sejarah, betapa besarnya peran kaum santri atas berdirinya republik ini, tentu Fahri tidak akan berani berbicara seperti itu," imbuh Ghozali.
Lewat akun Twitter pribadinya, @fahrihamzah pada Kamis 27 Juni lalu, pukul 10.40 berkicau, "Jokowi janji 1 Muharam hari Santri. Demi dia terpilih, 360 hari akan dijanjikan ke semua orang. Sinting!"
Dalam laporan pihak Jokowi-JK ke Bawaslu, Fahri dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden (Pilpres) Pasal 41 ayat 1 huruf C bahwa pelaksana, peserta, dan petugas kampanye dilarang menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan calon lain.