Liputan6.com, Jakarta - Koordinator Tim Advokasi Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, Habiburokhman menduga ada keberpihakan oknum kepolisian kepada salah satu pasangan capres-cawapres. Tudingan itu muncul berdasarkan laporan yang diterima pihaknya dari 3 laporan yang terjadi di 3 daerah berbeda.
"Kami telah menerima beberapa laporan dugaan ketidaknetralan oknum anggota Polri dari masyarakat. Laporan tersebut tentu saja belum dapat dipastikan kebenarannya, namun bukan berarti dapat diabaikan atau tidak dianggap tidak ada," ujar Habiburakhman di Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu, (13/7/2014).
Habiburakhman menyebutkan, lokasi ditemukan dugaan kecurangan itu di Provinsi Kalimantan Selatan, yakni Kabupaten Barito Kuala dan Kota Waringin Barat, serta di Sulawesi Tengah.
Habiburakhman menjelaskan, kasus pertama terjadi di Desa Barabai, kecamatan Marabahan, Kabupaten Barito Kuala berdasarkan informasi yang ia terima diduga telah terjadi manipulasi formulir C1 yang dibuat oknum Polsek Marabahan.
"Kemudian oknum tersebut diinformasikan memaksa penyelenggara Pemilu setempat untuk menandatangani formulir C1," ucapnya.
Kasus kedua, lanjut Habiburakhman, terjadi di Provinsi Kalimantan Tengah, tepatnya di Kotawaringin. Dugaan kecurangan itu terjadi pada 12 Juli 2014 di Desa Kapitan, Kecamatan Kumai yang diduga terjadi perampasan formulir C1 oleh oknum aparat kepolisian dari Polsek Kumai dan pemaksaan Ketua Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Kumai untuk menandatangani formulir C1.
Dari 2 kasus tersebut, Habiburakhman menyimpulkan, oknum Polri diduga terlibat memanipulasi dokumen C1. Dokumen tersebut menurutnya sebagai pembuktian terpenting dalam sengketa hasil Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Formulir C1 adalah bukti perolehan suara tingkat pertama di TPS, yang menjadi dasar terbitnya dokumen hasil rekapitulasi di tingkat desa, kecamatan, kabupaten atau kota, provinsi, hingga nasional," ucapnya.
Melakukan manipulasi formulir C1, menurut Habiburakhman, merupakan cara paling ampuh bila ingin berlaku curang dalam memanipulasi suara. Sebab dengan cara itu, dapat pula memanipulasi hasil Pilpres secara keseluruhan.
"Pengalaman sengketa Pemilu Legislatif lalu mengajarkan kepada kita betapa pentingnya dokumen C1 ini, sebab dalam setiap perkara majelis hakim selalu mengacu pada dokumen C1," ucapnya.
Sedangkan kasus ketiga, Habiburakhman menambahkan, adanya dugaan pemaksaan KPU Provinsi Sulawesi Tenggara, untuk melakukan rapat pleno rekapitulasi suara sehari setelah Pilpres 2014. Padahal, pleno tingkat provinsi baru akan dilakukan sekitar 5 hari setelah waktu pencoblosan. (Ans)
Baca juga:
PPK Mesuji Langgar Jadwal Rekap Suara, Bawaslu Minta Pleno Ulang
Komnas HAM: Banyak Pelanggaran, Pemilu di Papua Harus Didahulukan
KPU Kabupaten Tangerang Klarifikasi Dugaan Penggelembungan Suara
Kubu Prabowo Temui Dugaan Oknum Polri Dukung Capres Tertentu
Dari 2 kasus tersebut, Habiburakhman menyimpulkan, oknum Polri diduga terlibat memanipulasi dokumen C1.
diperbarui 13 Jul 2014, 20:15 WIBDiterbitkan 13 Jul 2014, 20:15 WIB
Advertisement
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Apa Itu AMOLED di HP: Kelebihan, Kekurangan dan Bedanya dengan Jenis Layar Lain
BUMN Setor Dividen Rp 85,5 Triliun untuk Negara pada 2024
Cara Pembulatan Angka Dasar dan Excel, Langsung Jago Ikuti Latihannya
16 Parpol KIM hingga Relawan Jokowi-Gibran Diklaim Hadiri Kampanye Akbar Ridwan Kamil-Suswono
Cara Pembatalan Tiket Kereta Api Online di KAI Access dan Website Resminya
Dharma-Kun Gelar Kampanye Akbar, Ini Aspirasi dan Harapan Warga
Apa Itu Baby Blues pada Ibu: Gejala, Penyebab, dan Cara Mengatasinya
Dukung Pengembangan Ekonomi di Daerah Terpencil, Perusahaan Transportasi Udara Tambah Pesawat Baru
Disebut Jiplak Lagu Bruno Mars, Ini Kata Pihak Miley Cyrus Soal Flowers
Zeekr Hadirkan Dua Mobil Listrik Premium di GJAW 2024, Harga Mulai dari Rp 1 Miliar
Threads Prioritaskan Konten Sesuai Preferensi Pengguna, Kurangi Rekomendasi Acak
Ruben Amorim Bisa Langsung Ukir Tinta Emas saat Debut di Manchester United