Intuisi Jokowi di Postur Kabinet

34 Pos kementerian dalam kabinetnya yang akan diisi profesional itu dinilai sebagai intuisi politik Jokowi.

oleh Sugeng TrionoLuqman RimadiTaufiqurrohman diperbarui 17 Sep 2014, 00:54 WIB
Diterbitkan 17 Sep 2014, 00:54 WIB
Jokowi
(ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden terpilih Joko Widodo atau Jokowi mengumumkan struktur Kabinet Pemerintahannya untuk masa jabatan 2014-2019. Dia mengungkapkan ada 34 kementerian yang akan membantunya bersama Wakil Presiden terpilih Jusuf Kalla.

"Jadi 18 profesional dan 16 profesional (dari) partai," ujar Jokowi di Rumah Transisi, Jakarta, Senin 15 September 2014.

Jokowi tak mengumumkan lebih lanjut soal siapa nama-nama yang akan mengisi kabinet tersebut. Sebab kata dia, hal itu masih dalam proses penggodokan oleh dirinya dan Wakil Presiden terpilih Jusuf Kalla (JK) bersama tim transisi.

Namun ketika didesak oleh awak media, Jokowi akhirnya mengungkap sedikit bocoran. "Untuk profesional, ada Keuangan, BUMN, ESDM, terus...," ujar Jokowi di Rumah Transisi, Jakarta, Senin 15 September 2014.

Saat Jokowi belum selesai bicara, Jusuf Kalla yang berada di samping kemudian memotong. "Pertanian," celetuk JK. Sontak hal ini mengundang tawa Jokowi dan Tim Transisi yang mendampinginya.

Postur kabinet Jokowi-JK yang diisi lebih banyak dari kalangan profesional dinilai memberikan angin segar bagi masyarakat Indonesia. Terlebih pada pos-pos kementerian yang dianggap 'basah'. Sejumlah pos kementerian yang seharusnya memberikan masukan kepada kas negara itu, kerap terdengar menguap dan bocor ke pihak yang tak semestinya.

Karena itu, Rektor Universitas Satya Negara Indonesia (USNI) Lijan Sinambela menyambut baik ide dan konsep kabinet profesional tersebut. Ia berharap dengan konsep zaken kabinet, semua bisa terakomodir.

Zaken kabinet merupakan kabinet yang diisi kalangan profesional atau kabinet yang sangat ahli di bidangnya. Bukan berdasarkan pada representatif dari partai politik.

"Diharapkan sesuai janjinya membentuk zaken kabinet sehingga biar langsung kerja," kata Lijan di Jakarta Selatan, Senin 15 September 2014.

Intuisi Politik Jokowi

Tak hanya mendapat dukungan, postur kabinet Jokowi-JK juga disorot tajam oleh sejumlah pihak. Terutama mengenai kabinet profesional dari kalangan partai politik.

"Apalagi kalau yang diakomodasi partai itu merangkap jabatan di partainya, lalu revolusi mental yang disuarakan itu letaknya di mana?" ujar pengamat politik LIPI, Siti Zuhroh di Jakarta, Selasa (16/9/2014).

Siti mengakui postur kabinet Jokowi-JK tak jauh berbeda dengan kondisi pemerintahan SBY. Untuk membedakannya, Jokowi disarankan agar lembaga kementeriannya harus lebih fungsional dalam bekerja. Para menteri dari partai juga diharapkan netral secara politik.

"Jangan sampai Jokowi tersandera oleh kepentingan-kepentingan politik seperti itu," ucap dia.

Sementara Partai Gerindra mengaku tak ingin menilai terlalu dini pembentukan kabinet tersebut. Pihaknya hanya ingin melihat bukti janji Jokowi soal postur kabinet ramping dengan hanya akan melibatkan orang profesional non-parpol yang pernah dikatakannya pada kampanye Pilpres 2014.

"Kami ingin lihat, apakah semua omongan Jokowi terealisasi dengan dia memilih menteri-menterinya," kata politisi Gerindra Desmond Junaidi Mahesa di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (16/9/2014).

Jokowi yang ditemui di Balaikota, Jakarta, mengungkapkan alasan penetapan 16 menteri profesional dari kalangan parpol. Menurut dia, hal ini merupakan realitas politik yang tidak boleh dikesampingkan.

"Ini berkaitan dengan masalah dukungan politik, berkaitan dengan dukungan parpol, berkaitan dengan hubungan pemerintahan dengan Dewan. Hal-hal seperti itu semuanya harus dikalkulasi," jelas dia, Selasa (16/9/2014).

Dia menampik bila langkahnya ini disebut sebagai kompromistis terhadap parpol. Karena komposisi kabinet itu akan diisi oleh lebih banyak kalangan profesional yang non-partai.

"Kementerian-kementerian mana yang diberi profesional, itu yang paling penting. 18 Profesional itu bukan angka yang kecil lho..." kilah Jokowi.

Alasan ini pun dikuatkan Deputi Tim Transisi Jokowi-JK, Andi Widjajanto yang mempertimbangkan peranan partai politik saat mengimbangi dinamika politik di DPR.

"Pak JK menjelaskan itu adalah real politik yang mau tidak mau harus diantisipasi Pak Jokowi bila mana melihat dinamika yang nanti terjadi di DPR," kata Andi di Kantor Transisi Jokowi-JK, Jalan Situbondo, Jakarta Pusat, Selasa (16/9/2014).

Andi menambahkan, pemilihan nama menteri dari partai politik, diserahkan sepenuhnya kepada Jokowi. Sebab, yang mempunyai kewenangan tersebut adalah Jokowi.

"Itu Pak Jokowi yang intuisi politiknya bermain di sana. Kami Tim Transisi tidak sampai ke situ," ucap Andi.

Andi mengaku 16 kementerian profesional dari partai politik itu sudah sesuai keinginan Jokowi. Lantaran demikian, pihaknya pun menyatakan setuju atas hal ini. "Kalau kata Pak Jokowi ideal, kami Tim Transisi bilang ideal," tandas Andi.

Profesional Bukan Jaminan

Kabinet Jokowi-JK yang bakal diisi oleh kalangan profesional, baik non-partai maupun partai, dinilai belum tentu memberikan jaminan terhadap pemberantasan korupsi. Perlu tekad kuat dari sang presiden.

"Mau 18 profesional, 16 partai belum menjamin reformasi birokrasi jalan dan hilangnya korupsi dari negeri ini," kata pengamat ekonomi dari Universitas Padjadjaran Bandung Ina Primiana saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Selasa (16/9/2014).

"Makanya, Pak Jokowi harus memilih menteri yang bersih, rekam jejak baik, tidak punya masalah di masa lalu," tutur dia.

Pada Kementerian strategis, tambah Ina, Jokowi perlu mengisi menteri dari kalangan profesional. Dan sangat tepat bila kalangan profesional ini berada di Kementerian Keuangan, Energi Sumber Daya Mineral, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), serta Kementerian Pertanian.

"Harusnya ditambah Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian dari kalangan profesional karena kita ingin punya menteri berkarakter yang menangani sektor riil," tegas dia.

Secara terpisah, ekonom dari Standard Chartered Bank Eric Sugandhi menyatakan, korupsi tidak serta-merta bisa hilang walaupun Presiden berupaya mencari sosok menteri yang lebih banyak berasal dari kalangan profesional daripada partai.

"Tapi kalau keputusannya Jokowi sudah begitu, maka artinya dia yakin ini lebih baik. Mau kalangan profesional atau partai sama saja, yang penting cocok dan bisa bekerja sama dengan Jokowi-JK. Soal korupsi nggak bisa cepat hilang, minimal dikurangi," tukas Eric.

Terlepas dari pro-kontra tersebut, kabinet profesional telah diputuskan oleh Jokowi-JK. Dan, setiap pemimpin negeri ini tentu akan memberikan arah terbaik bagi kemajuan bangsanya. (Ans)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya