Liputan6.com, Jakarta - Uus Rusman tetap bekerja di tengah matahari yang terik sore itu di Masjid Nabawi, Arab Saudi. Pada hari itu, pria yang karib disapa Mus ini mengganti tatakan drum penampungan air zamzam yang kotor.
Pekerjaan tersebut rutin dilakukannya setiap dua hari sekali. Mus hilir mudik dari pintu 20 ke depan gerbang 21 Masjid Nabawi. Alas drum air zamzam itu dia ganti dengan yang lebih bersih.
Baca Juga
Pekerjaan Mus bukan hanya itu. Selepas salat magrib, dia kembali bekerja di area dalam masjid tempat Nabi dimakamkan itu. Mus selalu berdiri di dekat tiang keempat dari pintu masuk 21 Masjid Nabi.
Advertisement
Dari tempat itulah Mus mengawasi ketersediaan enam drum air zamzam. Dia akan mengganti enam drum yang masing-masing berkapasitas 20 liter jika dirasa telah habis. Enam drum cadangan diletakkan di bagian belakang barisan drum yang tersaji.
Mus tahu betul bagaimana sirkulasi pergantian air zamzam di Masjid Nabawi ini. Tiap hari, 22 mobil tanki air zamzam akan dikirim dari Makkah. Satu mobil tangki pengangkut air berkapasitas 18.000 liter. Jika ditotal, ada sekitar 396.000 liter air yang untuk jemaah haji.
"Dari mobil tangki itu, air akan disimpan di enam tabung penyimpanan yang berada di bawah area Masjid Nabawi. Empat untuk air dingin, dua tabung yang hangat," ujar Mus.
Mus pun memastikan air zamzam yang dingin itu bukan dicampur es batu.
"Ada jemaah Indonesia tanya apakah dicampur es. Tidak. Itu tabung stainless-nya didinginkan," kata Mus sambil tersenyum.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Punya Pekerjaan Sampingan
Pekerjaan di Masjid Nabawi bukan satu-satunya yang dia lakukan. Ada pekerjaan lain yang dia tekuni di waktu pagi. Mus pulang ke asrama sekitar pukul 23.00 waktu Arab Saudi (WAS). Selepas Subuh, dia punya kerjaan sampingan, yaitu mengurus kebun kurma.
"Setelah sembahyang subuh, pukul 05.00 pagi berangkat kerja di luar. Di perkebunan kurma, sampai pukul 12.00," cerita dia.
Meski secara pendapatan tak melimpah, Mus tetap bangga kerja di Masjid Nabawi. Sebab, dia kerap mendapat apresiasi dari jemaah Indonesia yang datang.
"Apalagi yang sering menyapa duluan, merasa dihargai dan dihormati, meski hanya sebatas begini (pekerjaannya)," terangnya.
Mus menganggap, pertemuan dengan jemaah haji Indonesia sebagai bagian pengobat rindu dengan Tanah Air. Perasaannya akan tambah bahagia jika bertemu tetangga yang sedang umrah atau kerabat yang ke Tanah Suci untuk berhaji.
"Seperti di negeri orang, seperti saudara sendiri," tutup Mus.
Advertisement
Jumlah Pekerja WNI Menyusut
Mus bekerja sebagai petugas pelayanan Masjid Nabawi sejak 2010. Lelaki asal Bandung Barat itu bercerita, ketika awal masuk ada banyak warga negara Indonesia (WNI).
Saat dia baru masuk kerja, ada 316 orang WNI. Tapi, kat Mus, aturan pemerintah soal gaji di bawah 1.000 Riyal mengganggu izin mereka. Kini, jumlah itu pun menyusut.
WNI yang bekerja di masjid-masjid khusus hanya ada sekitar 80 orang. Jumlah itu tersebar di beberapa masjid. Misalnya, Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjid Quba.
"Kini di Nabawi 42 orang," tutur Mus.
Dia tak mau menyombongkan diri dengan tugas yang mulia ini. Mus menilai, tak ada yang spesial.
"Ya mungkin di sini kelebihannya kita bisa sembahyang sewaktu-waktu, bisa umrah selagi ada kesempatan," kata Mus.
Laporan jurnalis Dream, Maulana Kautsar, dari Tanah Suci