Liputan6.com, Makassar - Masyarakat suku Bugis-Makassar mempunyai satu tradisi tersendiri untuk menyambut bulan suci Ramadan. Tradisi itu adalah Assuro Maca.
Assuro Maca adalah ungkapan syukur warga karena masih dipertemukan dengan bulan suci Ramadan. Assuromaca telah dilakukan oleh warga suku Bugis-Makassar secara turun temurun dari jaman dahulu kala.
"Itu warisan nenek moyang, bentuk rasa syukur kita karena masih diberi umur panjang dan dipertemukan kembali dengan bulan suci Ramadan," kata salah seorang tokoh masyarakat di Makassar, Aan Burhan, kepada Liputan6.com, Senin (6/5/2019).
Advertisement
Baca Juga
Dalam kegiatan Assuro Maca, warga akan dipimpin oleh seorang Guru yang dituakan di kampung mereka untuk berdoa dan berterima kasih kepada Yang Maha Kuasa. Warga yang melaksakanak kegiatan ini biasanya akan menyajikan Unti Tekne atau pisang raja dan dupa bakar serta sejumlah makanan untuk dimakan bersama-sama setelah doa selesai dibaca oleh Guru tersebut.
"Jadi Unti Tekne itu dipercaya sebagai simbol manis agar kita bisa manis dalam kehidupan bertetangga. lalu dupa bakar itu disimbolkan sebagai pengharum agar nama kita selalu harum di masyarakat," jelas warga yang tinggal di Jalan Andi Tonro III, Kelurahan Pabaeng-Baeng, Kota Makassar, Sulawesi Selatan itu.
Biasanya, keluarga yang melaksanakan Assuro Maca akan mengundang tetangga, mereka semua duduk bersila di depan makanan yang disajikan sambil menunggu Guru selesai membacakan doa. Doa yang dibaca adalah doa-doa islam untuk mendoakan orang yang melaksakan Assuro Maca beserta seluruh keluarganya.
"Kalau sudah seleasi Guru baca doa, baru kita makan itu lauk pauk bersama-sama. Meski ritual ini merupakan ritual adat, prosesi dalam Assuro Maca masih sangat kental dengan islam," ucapnya.
Bakar Lilin Pallang
Selain melaksakan Assuro Maca, warga suku Bugis-Makassar juga biasanya akan menyalakan lilin Pallang. Pallang adalah lilin tradisional yang dibuat dari kemiri.
Jumlah lilin Pallang yang dibakar biasanya berjumlah ganjil, lilin itu dinyalakan di halaman rumah, tangga di depan rumah jika rumahnya berbentuk rumah panggung dan sejumlah pusat aktivitas keluarga lainnya.
"Biasanya kita nyalakan juga di dekat tempat beras dan ruang utama keluarga," jelas Aan.
Selama lilin Pallang ini dinyalakan, pemilik rumah harus menjaganya agar tetap menyala hingga betul-betul padam dengan sendirinya. Filosofi bakal lilin Pallang ini sendiri bertujuan agar sang pemilik rumah terhindar dari godaan setan selama bulan suci Ramadan.
"Kita masih jaga tradisi, dari pedesaan hingga perkotaan. Biasnya dilakukan dari rumah per rumah oleh satu keluarga," ucapnya.
Saksikan juga video pilihan berikut ini:
Advertisement