Kenapa Ada Istilah Ngabuburit Saat Bulan Puasa?

Ini kisah ngabuburit di Kota Bandung pada tempo dulu.

oleh Liputan6.com diperbarui 07 Mei 2019, 12:45 WIB
Diterbitkan 07 Mei 2019, 12:45 WIB
Sensasi Wisata Atas Bawah di Masjid Raya Bandung
Masjid Raya Bandung makin ramai pengunjung saat Ramadan. Ada 1.000 porsi sajian berbuka tersedia. (Liputan6.com/Huyogo Simbolon)

Liputan6.com, Jakarta Setiap bulan Ramadan tiba, salah satu aktivitas yang familiar sering kita dengar adalah ngabuburit. Lazimnya, kegiatan ngabuburit dilakukan sore hari seraya menunggu waktu berbuka. Ngabuburit umum dipahami sebagai menghabiskan waktu senggang sembari menunggu waktu berbuka puasa.

Di Indonesia, kegiatan yang dilakukan sambil menunggu berbuka puasa ini hanya ada di bulan Ramadan. Istilah ngabuburit dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memang tidak ada. Namun, KBBI daring (dalam jaringan) baru sebatas menyebutkan kata dasar burit yang berarti sore. Maknanya pun belum tentu sama dengan menunggu berbuka puasa.

Bagi orang Jawa Barat sendiri, istilah ngabuburit bukanlah istilah baru. Sebab, dalam bahasa Sunda terdapat istilah burit. Istilah tersebut merupakan penanda waktu dalam kurun 24 jam. Misalnya, isuk-isuk yang berarti 'pagi-pagi', beurang (siang), burit (sore), dan peuting (malam).

Penulis buku Ramadan di Priangan, Haryoto Kunto, menceritakan pada dulu kala di tepian sungai di dekat Babakan Ciamis, terdapat Kampung Pangumbahan. Tempat itu dipakai warga dan tukang cuci di Kota Bandung untuk membersihkan pakaian.

Tak jauh dari Kampung Pangumbahan, tepatnya di bawah Jalan Gereja yang sekarang berubah menjadi Jalan Perintis Kemerdekaan, dikenal sebagai Leuwi Pajati. Kawasan Leuwi Pajati ini, usai salat Asar selama bulan Ramadan, ramai dikunjungi warga untuk mandi dan berburu ikan sembari menunggu waktu berbuka puasa.

Di Leuwi Pajati tersebut terkadang warga berhasil menangkap udang kecil, ikan deleg, beunteur, bogo, dan ikan tawes untuk dijadikan lauk pauk berbuka puasa.

Cikal bakal ngabuburit saat bulan Ramadan disebabkan pada masa lalu warga Kota Bandung enggan menggali sumur. Alasannya, penggalian yang harus dalam dengan waktu lama agar air tanah keluar menjadi salah satu penyebabnya. Alhasil, penduduk setempat senang memanfaatkan air Sungai Cikapundung tersebut.

 

Definisi kekinian

Sensasi Wisata Atas Bawah di Masjid Raya Bandung
Masjid Raya Bandung makin ramai pengunjung saat Ramadan. Ada 1.000 porsi sajian berbuka tersedia. (Liputan6.com/Huyogo Simbolon)

Haryoto Kunto, sang kuncen Bandung itu, menggambarkan air Sungai Cikapundung zaman dahulu airnya masih sejuk. Jernih bersih sejak dari hulu di kaki Gunung Tangkuban Perahu, Kabupaten Bandung Barat sampai bermuara di Sungai Citarum, Kabupaten Bandung.

Bagi orang Sunda, tidak hanya ada istilah ngabuburit. Terdapat pula istilah ngabeubeurang yang maknanya 'menunggu siang hari'. Sebagai perbandingan, ada beberapa istilah atau kata-kata dalam bahasa Sunda populer yang mempunyai kesamaan struktur morfologis dengan kata ngabuburit. Semisal betah menjadi ngabebetah yang artinya 'nyaman'. Kemudian nganyenyeri dari kata dasar nyeri (sakit), dan ngadeudeket dari kata dasar deukeut (dekat).

Jika diperhatikan dengan seksama, kata-kata tersebut memiliki struktur awalan nga ditambah pengulangan suku kata depan pada kata dasar. Maka merujuk dari itu, istilah ngabuburit berasal dari bahasa Sunda yang memiliki kata dasar burit yang artinya 'sore hari menjelang magrib'.

Pengajar dari Departemen Pendidikan Bahasa Sunda Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Retty Isnendes menerangkan, kata ngabuburit berarti ngalantung ngadagoan burit. Artinya, kurang lebih 'bersantai-santai sambil menunggu waktu sore'.

Untuk definisi kekinian, ngabuburit bisa diartikan menunggu saat berbuka puasa sambil mengerjakan sesuatu yang santai. "Dalam kosakata bahasa Indonesia sudah mengakomodasi kata burit yang berarti sore. Jadi, ngabuburit merujuk pada artian kebiasaan menunggu sore," kata Retty saat berbincang dengan Liputan6.com, Senin (6/5/2019).

Dalam arti kekinian, ngabuburit berubah menjadi arti luas sesuai dengan konteks budaya dan tempat. Ngabuburit bisa berubah arti dan makna, meluas dan menyempit, positif dan negatif, bergantung kepahaman dan situasional. Walaupun demikian, arti awalnya tetap merujuk pada arti dalam bahasa Sunda.

Namun, kata dia, ngabuburit lazim digunakan ketika peristiwa atau kondisi sosial tertentu. "Yang saya tahu istilah ngabuburit hanya ada di bulan puasa," ujarnya.

Tradisi ngabuburit, menurut Retty, juga tidak lepas dari libur puasa anak sekolah.

"Jadi, saat sekolah itu meliburkan siswanya, ada kegiatan pesantren kilat. Nah, siswa yang mengikuti pesantren kilat ini lan aktivitasnya biasa dari pukul 09.00 pagi sampai pukul 15.00 sore. Setelah itu, sambil menunggu berbuka puasa, anak-anak mengisi waktu dengan bermain," ujarnya.

Selain anak-anak, para ibu di rumah juga mengisi waktu dengan ngobrol sama tetangga. "Intinya, ngabuburit itu mengisi waktu jelang berbuka puasa dengan kegiatan positif yang tidak membatalkan shaum," kata Retty.

 

Penulis : Huyogo Simbolon

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya