Liputan6.com, Jakarta Puasa Ramadan merupakan amalan wajib bagi seluruh umat Islam. Namun, ada sejumlah kondisi di mana seseorang tak mampu menjalankan rukun Islam ini. Kondisi yang mungkin dialami adalah sakit.
Ketika sakit Islam memperbolehkan umatnya untuk membatalkan puasa dengan catatan tertentu. Hukum berpuasa saat sedang sakit ini sudah diatur dalam Al Quran, hadis, dan kajian-kajian para ulama.
Advertisement
Baca Juga
Hukum puasa saat sedang sakit penting diketahui. Ini karena jika puasa bisa memengaruhi kondisi kesehatan, seseorang bisa diperbolehkan tidak berpuasa. Hukum puasa saat sedang sakit bisa dilihat dari seberapa parah sakitnya. Nah, seperti apa hukum puasa bagi orang sakit?
Berikut hukum puasa saat sakit, dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Kamis(15/4/2021).
Hukum puasa saat sakit secara umum
Hukum tentang berpuasa dalam keadaan sakit dijelaskan dalam ayat Al Quran yang berbunyi:
“Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (Surat Al Baqarah Ayat 185).
Islam tidak pernah memaksa umatnya untuk melakukan sesuatu yang membahayakan dirinya. Ini sesuai dengan QS. Al-Baqarah: 286 dan 185 yang berbunyi:
“Allah menghendaki kemudahan bagi kalian dan tidak menghendaki kesulitan bagi kalian.” (Al-Baqarah 185)
“Allah Tidak membebani seseorang kecuali sesuai kemampuannya.” (Al-Baqarah 286).
Dari ayat di atas, menunjukkan bahwa hukum puasa saat sakit boleh dibatalkan, namun dengan catatan harus mengganti puasa yang ditinggalkannya pada hari lain.
Advertisement
Sakit ringan
Seseorang yang sedang sakit tetap diwajibkan berpuasa apabila sakit yang dialami adalah sakit ringan. Sakit ringan yang dimaksud seperti pusing, sakit telinga, sakit mata, atau sakit gigi. Jenis sakit ini diartikan sebagai sakit yang tidak akan bertambah sakitnya ketika berpuasa. Sakit yang tidak membahayakan jiwa dan tidak akan menambah rasa sakit saat berpuasa, maka hukumnya adalah wajib.
Sakit yang membuat pingsan
Sakit yang membuat seseorang menjadi pingsan boleh bagi orang tersebut untuk berbuka puasa. Tapi puasa wajib tetap diganti setelah di hari lainnya. Bila orang tersebut pingsan di siang hari, lalu sadar sebelum matahari terbenam pada sore hari, maka puasanya sah. Namun jika ia pingsan sebelum fajar sampai matahari terbenam, maka puasanya tidak sah.
Advertisement
Sakit karena pekerjaan berat
Bagi orang yang sakit karena pekerjaan berat, hukum puasa saat sakit bagi mereka adalah tetap wajib. Kecuali bila pekerjaan tersebut ditinggalkan akan menyebabkan kesulitan yang besar baik bagi dirinya maupun orang lain, maka mereka boleh berbuka sekadarnya. Namun mereka tetap diwajibkan mengganti puasa tersebut setelah bulan Ramadan.
Bila tidak memungkinkan dalam mengambil libur atau cuti selama sakit, maka orang tersebut dianjurkan untuk mencari pekerjaan lain agar bisa menjalankan ibadah puasa dengan baik tanpa halangan lagi.
Sakit yang menunda kesembuhan
Jika puasa saat sakit membuat sakit bertambah parah atau menunda kesembuhan, maka puasa bisa dibatalkan. Pada kasus ini, puasa bersifat makruh. Aktivitas yang berstatus hukum makruh dilarang namun tidak terdapat konsekuensi bila melakukannya.
Jika dalam pertimbangan dokter atau menurut pengalaman dan kebiasaan, puasa selama sakit akan mengganggu kesehatan, maka diperbolehkan untuk tidak berpuasa. Namun, seseorang yang meninggalkan puasa tetap wajib menggantinya di hari lain.
Advertisement
Sakit yang membahayakan diri
Jika puasa saat sakit dapat membahayakan diri seperti kerusakan organ, cacat, atau bahkan meninggal, puasa tidak wajib dilakukan. Puasa yang membahayakan diri bahkan bisa diharamkan. Pendapat dokter atau ahli biasanya diperlukan untuk menentukan apakah puasa bisa membahayakan jiwa atau tidak.
Kewajiban mengganti puasa
Meski tidak diwajibkan berpuasa, orang yang sakit tetap harus mengganti puasa ramadan yang ditinggalkannya. Mengganti puasa di hari lain setelah bulan Ramadan wajib hukumnya bagi orang yang meninggalkannya di bulan Ramadan.
Setelah sembuh dari penyakitnya, maka orang tersebut wajib menggantinya. Sedangkan orang yang penyakitnya tidak dapat diharapkan kesembuhannya lagi, atau orang yang sudah berumur, cukup membayar fidyah, atau memberi makan kepada seorang fakir miskin selama bulan puasa. Namun, jika orang tersebut meninggal dunia, maka ia tidak diwajibkan mengganti atau membayar fidyah, begitu pula dengan wali atau ahli warisnya.
Advertisement