Liputan6.com, Jakarta - Salah satu tradisi yang familiar bagi masyarakat Indonesia ketika lebaran dan bersilaturahmi adalah Halalbihalal. Suatu ungkapan ketika Lebaran untuk bersilaturahmi ke sanak keluarga, tetangga, hingga teman dekat. Dengan tujuan yakni saling bemaaf-maafan.
Momen Halalbihalal ketika berlebaran biasanya dijadikan suatu kesempatan untuk saling berkumpul bersama keluarga. Ternyata tradisi ini, berasal dari Indonesia dengan kekhasan budayanya. Istilah Halalbihalal sebenarnya memiliki arti bermaaf-maafan pada Lebaran.
Baca Juga
Untuk menyambut hari raya dengan penuh kegembiraan. Yuk ketahui sejarah, makna hingga doa Halalbihalal. Agar hari raya Lebaran menambah berkah dan ampunan dari Allah SWT.
Advertisement
Simak ulasan Liputan6.com mengenai sejarah, makna dan doa Halalbihalal, dirangkum dari berbagai sumber, Minggu (7/5/2021).
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Sejarah Halalbihalal
Meski tradisi ini suatu hal yang lazim, kebanyakan orang mungkin mengira istilah 'halalbihalal' dari bahasa Arab, yakni al-halal-bil-halal. Namun, 'halalbihalal' sebenarnya berasal dari kata serapan 'halal' dengan sisipan 'bi' yang berarti 'dengan' (bahasa Arab) di antara 'halal'. Oleh karena itu, penambahan 'al' pada 'bihalal' tidak tepat.
Penggagas istilah 'halal bihalal adalah KH Abdul Wahab Chasbullah yang merupakan seorang Pendiri NU. Atas saran KH Wahab, pada Hari Raya Idul Fitri di tahun 1948, Bung Karno mengundang seluruh tokoh politik untuk datang ke Istana Negara untuk menghadiri silaturahim yang diberi judul 'Halalbihalal.'
Para tokoh politik akhirnya duduk satu meja. Mereka mulai menyusun kekuatan dan persatuan bangsa ke depan. Sejak saat itu, berbagai instansi pemerintah di masa pemerintahan Bung Karno menyelenggarakan halalbihalal.
Halalbihalal kemudian diikuti masyarakat Indonesia secara luas, terutama masyarakat muslim di Jawa sebagai pengikut para ulama. Hingga kini Halalbihalal menjadi tradis di Indonesia.
Advertisement
Makna Halalbihalal
Halalbihalal tidak dapat diartikan secara harfiah dan satu persatu antara halal, bi, dan halal. Istilah 'halal' berasal dari kata 'halla' dalam bahasa Arab, yang mengandung tiga makna, yaitu halal al-habi (benang kusut terurai kembali); halla al-maa (air keruh diendapkan); serta halla as-syai (halal sesuatu).
Dari ketiga makna tersebut dapat ditarik kesimpulan makna halalbihalal adalah kekusutan,kekeruhan atau kesalahan yang selama ini dilakukan dapat dihalalkan kembali. Artinya, semua kesalahan melebur, hilang, dan kembali sedia kala.
Dilansir dari NU Online, Pakar Tafsir Al-Qur’an Prof Dr Muhammad Quraish Shihab dalam karyanya Membumikan Al-Qur’an (1999) menjelaskan sejumlah aspek untuk memahami istilah yang digagas Kiai Wahab Chasbullah tersebut.
1. Dari segi hukum fiqih
Halal yang oleh para ulama dipertentangkan dengan kata haram, apabila diucapkan dalam konteks halal bihalal akan memberikan kesan bahwa mereka yang melakukannya akan terbebas dari dosa.
Dengan demikian, halal bihalal menurut tinjauan hukum fiqih menjadikan sikap yang tadinya haram atau yang tadinya berdosa menjadi halal atau tidak berdosa lagi. Ini tentu baru tercapai apabila persyaratan lain yang ditetapkan oleh hukum terpenuhi oleh pelaku halal bihalal, seperti secara lapang dada saling memaafkan.
2. Tinjauan bahasa
Kata halal dari segi bahasa terambil dari kata halla atau halala yang mempunyai berbagai bentuk dan makna sesuai rangkaian kalimatnya. Makna-makna tersebut antara lain, menyelesaikan problem atau kesulitan atau meluruskan benang kusut atau mencairkan yang membeku atau melepaskan ikatan yang membelenggu.
Dengan demikian, jika memahami kata halalbihalal dari tinjauan kebahasaan ini, seorang akan memahami tujuan menyambung apa-apa yang tadinya putus menjadi tersambung kembali. Hal ini dimungkinkan jika para pelaku menginginkan halal bihalal sebagai instrumen silaturahmi untuk saling maaf-memaafkan sehingga seseorang menemukan hakikat Idul Fitri.
3. Tinjauan Qur’ani
Halal yang dituntut adalah halal yang thayyib, yang baik lagi menyenangkan. Dengan kata lain, Al-Qur’an menuntut agar setiap aktivitas yang dilakukan oleh setiap Muslim merupakan sesuatu yang baik dan menyenangkan bagi semua pihak.
Inilah yang menjadi sebab mengapa Al-Qur’an tidak hanya menuntut seseorang untuk memaafkan orang lain, tetapi juga lebih dari itu yakni berbuat baik terhadap orang yang pernah melakukan kesalahan kepadanya.
Doa Halalbihalal
“Rabbanaa taqabbal minnaa shalatanaa wa du’aanaa innaka antas samii’ul ‘aliim. Taqabbal minnaa taubatanaa innaka antat tawwabur rahiim”
Ya Tuhan kami terimalah shalat kami dan terimalah permohonan kami. Sungguh Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Terimalah taubat kami sungguh Engkau Maha penerima taubat serta Maha Penyayang.
“Allahummaghfir lil mukminiina wal mukminaat wal muslimiinaa wal muslimaat al-ahyaa-i minhum wal amwaat. Innaka samii’un qariibun mujiibud da’wat yaa qadhiyal hajat”
Ya Allah, muliakanlah agama-Mu jadikanlah Islam menjadi jalan keluar bagi bangsa kami. Jadikanlah para ulamanya bersatu, yaitu para ulama yang menjadi contoh bagi umat Rasul-Mu. Lindungilah umat Islam dari perpecahan, lindungi mereka dari kehinaan. Berkahilah hari ini dan berkahi pula bagi siapapun yang bermunajat mengiba pada-Mu.
Syauyiid Alamsyah
Advertisement