Liputan6.com, Jakarta - Nabi Muhammad SAW menikahi Khadijah RA dalam usia 25 tahun dan Khadijah 40 tahun. Beberapa riwayat lain menyebut Nabi berusia 25 tahun dan Khadijah, beberapa tahun di atasnya, kisaran 28 tahun.
Pernikahan Nabi Muhammad dan Khadijah RA dilaksanakan pada bulan Safar, atau orang Jawa menyebutnya sebagai Sapar.
Ada satu sosok yang berjasa dalam terlaksananya pernikahan tersebut. Dia adalah Nafisah binti Munyah, sahabat Sayyidah Khadijah.
Advertisement
Dia memiliki peran penting dalam terwujudnya pernikahan Nabi Muhammad dengan sahabatnya itu. Semula Sayyidah Khadijah curhat kepada Nafisah perihal perasaannya terhadap Nabi Muhammad.
Baca Juga
Semula, Khadijah minder dan ragu apakah Nabi Muhammad mau menerimanya, mengingat perbedaan status dan umurnya yang sangat mencolok. Tapi, Nafisah berhasil meyakinkan Sayyidah Khadijah bahwa dia adalah orang yang pantas bagi Muhammad SAW.
Selain memiliki nasab yang agung, Sayyidah Khadijah adalah seorang saudagar yang sukses dan perempuan yang dihormati di Makkah. Nafisah kemudian menyusun sebuah rencana. Dalam hal in, Nafisah menjadi penghubung keduanya atau di masa kini disebut makcomblang,Â
Beberapa waktu setelah dicurhati Khadijah, ia menemui Nabi Muhammad dan menceritakan semuanya tentang perasaan Khadijah.
"Muhammad, aku Nafisah binti Munyah. Aku datang membawa berita tentang seorang perempuan agung, suci, dan mulia. Pokoknya ia sempurna, sangat cocok denganmu. Kalau kau mau, aku bisa menyebut namamu di sisinya," kata Nafisah kepada Muhammad, tertulis dalam Bilik-bilik Cinta Muhammad (Nizar Abazhah, 2018), dikutip dari NU Online.
Â
Saksikan Video Pilihan Ini:
Jawaban Nabi
Nafisah adalah orang yang cerdik. Setelah menyampaikan ‘lamaran’ Sayyidah Khadijah, ia tidak meminta Nabi Muhammad untuk menjawab secara langsung pada saat itu juga. Nabi Muhammad diberi waktu untuk memikirkan dan merenungkannya.
Apa yang dilakukan Nafisah ini menjadi pintu dari perjalanan cinta Nabi Muhammad dan Sayyidah Khadijah. Keduanya lantas setuju untuk menikah.
Singkat cerita, baik Nabi Muhammad maupun Sayyidah Khadijah kemudian berdiskusi dengan keluarga besarnya masing-masing untuk menindak lanjuti apa yang disampaikan Nafisah tersebut.
Setelah melalui pertimbangan yang matang, akhirnya kedua keluarga besar sepakat untuk menikahkan anak-anaknya. Nabi Muhamamad diantar oleh pamannya—Abu Thalib dan Hamzah—berangkat ke rumah Sayyidah Khadijah. Mereka disambut oleh paman Sayyidah Khadijah, Amr bin Asad.
Abu Thalib yang ditunjuk sebagai juru bicara Nabi Muhammad langsung menyampaikan khutbah tentang maksud dan tujuan kedatangan mereka ke kediaman Sayyidah Khadijah. Merujuk buku Membaca Sirah Nabi Muhammad saw dalam Sorotan Al-Qur’an dan Hadis-hadis Shahih (M Quraish Shihab, 2018), berikut khutbah lengkap Abu Thalib saat meminang Sayyidah Khadijah untuk keponakannya;
"Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan kita anak keturunan Ibrahim, hasil tumbuhan Isma’il, dan berasal usul dari Ma’d, serta unsur kejadian dari Mudhar. (Segala puji bagi-Nya) yang menjadikan kami pemelihara rumah-Nya, pengelola tanah suci-Nya, dan menganugerahi kita rumah (Kakbah) yang dikunjungi, wilayah yang aman, dan menjadikan kita penguasa-penguasa atas manusia," kata Abu Thalib.
"Selanjutnya, anak saudaraku ini, Muhammad, adalah dia yang tidak diukur seorang pemuda pun dari Quraisy, kecuaali dia mengunggulinya dalam kemuliaan, keluhuran, keutamaan, dan akal. Kedati dalam hal harta dia memiliki sedikit, tetapi harta adalah bayangan yang hilang dan pinjaman yang harus dikembalikan. Muhammad adalah siapa yang hadirin telah kenal keluarganya. Dia melamar Khadijah putri Khuwailid, dan bersedia memberi mahar dari harta milikku yang jumlahnya secara tunda sekian dan kontan sekian. Di samping itu, dia, demi Allah, sungguh bakal menjadi berita penting dan peristiwa agung," tambahnya.
Advertisement
Pernikahan Nabi Muhammad SAW dan Khadijah
Khutbah lamaran yang disampaikan Abu Thalib tersebut dibalas oleh Amr bin Asd dengan sebuah ‘perumpamaan’. Kata Amr, "Ini adalah unta jantan yang tidak dipotong atau ditandai hidungnya."
Dalam masyarakat Arab, unta berketuruna baik maka hidungya tidak dilukai. Unta tersebut juga diberi kebebasan mendekati unta betina manapun untuk melanjutkan keturunannya.
Sementara unta yang berasal dari keturunan yang tidak terpuji akan ditandai hidungnya. Ia dijauhkan dari unta betina agar tidak melahirkan keturunan yang buruk. Riwayat lain menyebutkan bahwa Waraqah bin Naufal lah yang menyambut khutbah Abu Thalib tersebut.
kata Waraqah:Â "Segala puji bagi Allah yang menjadikan kita sebagaimana yang Anda sebut-sebut. Kita adalah pemuka-pemuka masyarakat Arab dan pemimpin-pemimpinnya, saudara-saudara wajar untuk kemuliaan itu, keluarga besar pun tidak mengingkarinya keutamaan saudara-saudara, tidak juga seorang pun bisa menampik kebanggaan dan kemuliaan saudara-saudara."
"Kami senang menjalin hubungan dengan saudara-saudara dan menghubungkan (diri) dengan kemuliaan saudara-saudara, maka bersaksilah atasku wahai masyarakat Quraisy bahwa sesungguhnya aku telah menikahkan Khadijah binti Khuwailid dengan Muhammad putra Abdullah dengan emas kawin 400 dinar," kata Waraqah bin Naufah.
Setelah mendengar perkataan Waraqah, Abu Thalib mengatakan bahwa dirinya senang bila paman Sayyidah Khadijah, Amr bin Asad, juga ikut berkhutbah untuk menikahkan Nabi Muhammad dan Sayyidah Khadijah.
"Bersaksilah atasku, bahwa aku telah menikahkan Muhammad bin Abdullah dengan Khadijah binti Khuwailid," kata Amr bin Asad yang disaksikan para pemuka Quraisy. Dengan demikian, maka Nabi Muhammad dan Sayyidah Khadijah resmi menjadi suami-istri. (Sumber: NU Online - Pen:Â Muchlishon Rochmat)
Tim Rembulan