Ning Imaz Bagikan 4 Tips Agar Generasi Milenial Bebas dari Rasa 'Insecure'

Menurut Ning Imaz, permasalahan yang dihadapi generasi milenial ini, di antaranya seperti insecure (tidak nyaman) dan membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain

oleh Liputan6.com diperbarui 18 Sep 2022, 08:30 WIB
Diterbitkan 18 Sep 2022, 08:30 WIB
Ning Imaz Fatimatuz Zahra dalam Talkshow Inspiratif di Pondok Pesantren Al-Munawwir Komplek Nurussalam Krapyak, Yogyakarta. (Foto: NU Online)
Ning Imaz Fatimatuz Zahra dalam Talkshow Inspiratif di Pondok Pesantren Al-Munawwir Komplek Nurussalam Krapyak, Yogyakarta. (Foto: NU Online)

Liputan6.com, Jakarta - Ustazah Ning Imaz Fatimatuz Zahra atau yang akrab disapa Ning Imaz dari Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur menyebut setidaknya ada empat cara yang dapat dilakukan untuk membangun karakter para generasi muda khususnya santri masa kini.

Ppermasalahan yang dihadapi generasi milenial ini, di antaranya seperti insecure (tidak nyaman) dan membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain.

Pertama, adalah kemampuan memecahkan masalah (problem solving) secara kompleks. Generasi muda harus bisa menjadi problem solver bagi dirinya sendiri maupun orang di sekitarnya.

“Jadi dia (generasi muda) ini menjadi problem solver dari dirinya sendiri ataupun masyarakat di sekitarnya,” paparnya pada Talkshow Inspiratif di Pondok Pesantren Al-Munawwir Komplek Nurussalam Krapyak, Yogyakarta, dikutip dari laman NU, Minggu (18/9/2022).

“Mungkin luka (masalah) yang ditimbulkan itu bukan salah kita, tapi tanggung jawab sembuh itu adalah murni milik kita sendiri,” kata Ning Imaz.

Tanggung jawab menyelesaikan masalah tegasnya, adalah tanggung jawab pada setiap pribadi santri. Sehingga penting bagi seorang santri untuk memiliki self-awarness (Kesadaran pribadi).

“Kalau kita memiliki self-awarnes, kita akan semakin dekat dengan sembuh,” jelasnya.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Berpikir Kritis

Ketika generasi muda sudah menyelesaikan problem yang ada di dalam dirinya, maka selanjutnya harus bisa menyediakan solusi untuk lingkungan atau untuk masyarakat atau bahkan untuk bangsa dan negara.

Kedua adalah kemampuan berpikir kritis (critical thinking). “Kemampuan berpikir kritis bukan hanya di dalam kelas namun juga di tengah masyarakat supaya timbul kepekaan sosial,” katanya. Kemampuan ini menurutnya bisa diasah dengan analisa dengan kesadaran dan juga kepekaan sosial.

Ketiga adalah kemampuan untuk berkreasi yakni mampu membandingkan sebuah literasi dengan literasi yang lain untuk menghasilkan sebuah pola. Pola ini kemudian ditawarkan untuk menjadi angin segar dari sebuah problematika yang ada.

Keempat adalah menyediakan pembelajaran dan pelatihan untuk sumber daya manusia supaya memiliki keterampilan berpikir tingkat tinggi dan motivasi. “Jadi kita ini kadang ketika melakukan sesuatu setengah-semangat karena belum menemukan alasan emosional di dalamnya,” ungkapnya.

Dari semua itu, seorang santri harus bersikap dan berpikir maju serta mengikuti pola perkembangan zaman dengan tidak lupa identitas sebagai seorang Muslim dan sebagai bangsa Indonesia. (Sumber: NU Online)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya