Wudhu dalam Keadaan Telanjang Sah atau Tidak? Ini Pandangan UAS dan Buya Yahya

Wudlu ialah salah satu cara menghilangkan hadas, yakni hadas kecil. Wudlu dilakukan sebelum melaksanakan ibadah salat dan merupakan syarat sahnya salat. Saking pentingnya wudlu, sehingga muncul beragam pertanyaan seputar wudlu, salah satunya pertanyaan sah atau tidaknya wudlu dalam keadaan tanpa busana atau telanjang.

oleh Liputan6.com diperbarui 30 Sep 2022, 12:30 WIB
Diterbitkan 30 Sep 2022, 12:30 WIB
20161202-Aksi-2-Desember-Jakarta-FF
Peserta aksi damai 212 mengambil air wudhu untuk melaksanakan salat jumat dalam Bela Islam III di Monas, Jakarta, Jumat (2/12). Adapun peserta massa aksi damai 212 menggunakan botol air minum untuk berwudhu. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Cilacap - Wudhu ialah salah satu cara menghilangkan hadas, yakni hadas kecil. Wudhu dilakukan sebelum melaksanakan ibadah sholat dan merupakan syarat sahnya sholat. Rasulullah SAW bersabda:

 وقال صلى الله عليه وسلم: لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لاَ وُضُوْءَ لَهُ، وَلاَ وُضُوْءَ لِمَنْ لَمْ يَذْكُرِ اسْمَ اللهِ عَلَيْهِ

Nabi SAW bersabda, “Tidak sah shalat bagi orang yang tidak memiliki wudhu, dan tidak sempurna wudhunya bagi orang yang tidak menyebut nama Allah atasnya.” (HR Ahmad).

Hadis ini menjelaskan bahwa dalam kondisi kita sedang hadas, yakni hadas kecil, maka kita tidak diperbolehkan melaksanakan sholat dan jika kita tetap melaksanakan salat, maka salatnya tidak sah.

Saking pentingnya wudlu, sehingga muncul beragam pertanyaan seputar wudhu, salah satunya pertanyaan sah atau tidaknya wudhu dalam keadaan telanjang atau tanpa busana.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

Pandangan Buya Yahya

Perihal wudlu dalam keadaan telanjang pernah dibahas oleh K.H. Yahya Zainul Ma’arif atau akrab disapa Buya Yahya. Menurutnya, berwudlu dalam keadaan telanjang atau tanpa busana adalah sah.

“Seseorang setelah mandi, mungkin ia ingin langsung berwudlu. Jawabannya adalah berwudlu dalam keadaan telanjang adalah sah. Karena yang membatalkan wudlu bukan telanjang,” ucap Buya Yahya, dikutip dari kanal You Tube Al-Bahjah TV, Rabu (28/09/22).

Hanya saja ulama mengatakan bahwa berwudlu dalam keadaan telanjang hukumnya makruh. Hal ini disebabkan karena kondisi aurat tidak tertutup seseorang merasa was-was atau ragu-ragu apakah telah menyentuh organ vitalnya atau tidak.

“Cuma ulama mengatakan makruh, kenapa makruh? karena khawatir karena masih terbuka, ragu-ragu jangan-jangan menyentuh (organ vital)  dan sebagainya. Jadi makruh saja," ujarnya.

Pandangan UAS

Masjid Istiqlal Jelang Ramadan
Pembatas dipasang di area wudhu Masjid Istiqlal, Jakarta, Sabtu (10/4/2021). Masjid Istiqlal akan membuka salat tarawih berjemaah saat Ramadan dengan membatasi jumlah jemaah hanya 2.000 orang dari kapasitas 250 ribu dan memperhatikan protokol kesehatan Covid-19. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Demikian halnya dengan Ustadz Abdul Somad atau UAS, menjelaskan perihal wudlu tanpa memakai busana atau telanjang adalah sah. Sebab, menurut UAS, dalam melaksanakan wudlu tidak ada keterangan satupun yang mensyaratkan wudlu wajib memakai pakaian.

“Tidak ada syarat, rukun (wudlu) mesti pakai pakaian,” jawab UAS. sebagaimana dikutip dari kanal YouTube Irema Media, Rabu (28/09/22).

Lantas UAS menjelaskan bahwa dirinya sehabis mandi ketika hendak berwudlu memakai handuk. Hal tersebut menurutnya merupakan adab. Kalau bicara sah tidaknya, UAS menegaskan bahwa wudlu dalam keadaan telanjang adalah sah.

Rukun, Syarat Sah dan Perkara yang Membatalkan Wudlu

Suasana Salat Jumat Pertama di Masjid At-Tin
Jemaah mengambil wudhu sebelum Salat Jumat di Masjid At-Tin, Jakarta, Jumat (13/08/2021). Pengurus Masjid At-Tin melakukan pembatasan jumlah jamaah secara terbatas yakni 25 persen dari total kapasitas serta mematuhi protokol kesehatan secara ketat. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Dalam kitab Safinatunnaja’ Rukun wudlu ada enam, yaitu: 1. Niat. 2. Membasuh muka 3. Membasuh kedua tangan sampai siku. 4. Menyapu sebagian kepala. 5. Membasuh kedua kaki sampai mata kaki, dan 6. Tertib.

Kemudian, masih mengutip kitab yang sama, bahwa syarat sahnya wudlu ada sepuluh (10), yaitu:

1. Islam,

2. tamyiz (cukup umur dan berakal),

3. Suci dari haidh dan nifas,

4. bersih dari segala sesuatu yang bisa menghalangi sampainya air ke kulit,

5. tidak ada sesuatu disalah satu anggota wudhu` yang merubah keaslian air,

6. mengetahui bahwa hukum wudhu tersebut adalah wajib,

7. tidak boleh beri`tiqad (berkeyakinan) bahwa salah satu dari fardhu-fardhu wudhu hukumnya sunnah (tidak wajib),

8. kesucian air wudhu` tersebut,

9. masuk waktu sholat yang dikerjakan dan

10. terus menerus. Dua syarat terakhir yaitu masuknya waktu salat dan al Muwaalah (terus menerus), itu khusus untuk da`im al hadats, yakni orang-orang yang punya penyakit dengan sistem pengeluaran tubuhnya sehingga terus menerus berhadats.

Adapun perkara yang membatalkan wudlu berdasarkan mazhab Imam Syafi’i, ada empat, yaitu:

1. Apa bila keluar sesuatu dari salah satu dari dua alat kelamin; depan (qubul) belakang (dubur), seperti angin dan lainnya, kecuali air mani.

2. Hilang akal seperti tidur dan lain lain, kecuali tidur dalam keadaan duduk yang mantap dengan merapatkan duduknya ke tanah.

3. Bersentuhan antara kulit laki-laki dengan kulit perempuan dewasa yang bukan muhrim tanpa ada penghalang.

4. Menyentuh kemaluan atau menyentuh bundaran dubur dengan telapak tangan atau telapak jarinya.

 

Penulis: Khazim Mahrur

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya