Sejarah Islam: Siapa yang Pertama Kali Merayakan Maulid Nabi?

Maulid Nabi baru muncul pada abad kelima Hijriah, atau tahun 500-an. Namun, pendapat lebih kuat menyebut perayaan Maulid Nabi besar-besaran digelar pada abad ke-3 Hijriyah. Ada pula yang menyebut Maulid Nabi sudah dirayakan sejak zaman Dinasti Abbasiyah, pada abad 2-3 Hijriyah

oleh Liputan6.com diperbarui 08 Okt 2022, 06:30 WIB
Diterbitkan 08 Okt 2022, 06:30 WIB
Ilustrasi - Ka'bah zaman Makkah kuno. (Foto: Tangkapan layar film The Messenger)
Ilustrasi - Ka'bah zaman Makkah kuno. (Foto: Tangkapan layar film The Messenger)

Liputan6.com, Jakarta - Umat Islam di seluruh dunia saat ini tengah berbahagia pada bulan Rabiul Awal 1444 Hijriyah ini. Mereka memperingati hari kelahiran nabi atau Maulid Nabi.

Peringatan digelar secara sederhana maupun besar-besaran. Banyak di antaranya yang menyelipkan kegiatan bermanfaat dalam perayaan Maulid Nabi.

Terlepas dari itu, ada pertanyaan mendasar di luar tujuan peringatan Maulid Nabi. Siapa yang merayakan Maulid Nabi pertama kali dalam sejarah Islam?

Beberapa kalangan berpendapat Maulid Nabi baru muncul pada abad kelima Hijriah, atau tahun 500-an. Namun, pendapat lebih kuat menyebut perayaan Maulid Nabi besar-besaran digelar pada abad ke-3 Hijriyah.

Ada pula yang menyebut Maulid Nabi sudah dirayakan sejak zaman Dinasti Abbasiyah, pada abad 2-3 Hijriyah.

Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj menjelaskan bahwa orang yang pertama kali merayakan maulid Nabi adalah Khalifah Fathimiyah yang bernama Al-Mu’izz li Dinillah ketika baru datang dari Tunis, putra dari Abdullah al-Mahdi dari Dinasti Mahdawiyah yang juga dari Tunis.

“Jadi, yang pertama mengadakan maulid adalah Kalifah Fathimiyah pada 363 H, bukan Syamsud Daulah atas perintah Nidzamul Mulk. Kalau itu (Syamsud Daulah) yang (peratma kali) dari ahlusunnah,” dikutip dari laman NU, Jumat (7/10/2022).

Saat itu Khalifah Fatimiyah memasuki Mesir dan mengalahkan Dinasti Ibnu Thalun pada 361 H. Perintah pertama yang diinstruksikan Al-Mu’izz li Dinillah setelah itu adalah mendirikan masjid Jami’ Al-Azhar.

“Setelah mengalahkan Dinasti Ibnu Thalun, Al-Mu’izz li Dinillah mendirikan kota yang diberi nama Al-Qahirah, artinya yang menang. Lalu mengadakan Haflatul Maulid besar-besaran pada 363 H,” kata Pengasuh Pesantren Luhur Al Tsaqafah Ciganjur, Jakarta Selatan itu.

Sementara dari kalangan ahlusunnah, lanjut Kiai Said, pertama kali yang mengadakan perayaan Maulid Nabi adalah Syamsud Daulah atas perintah Nidzamul Mulk di Irak, sekitar tahun 500-an ketika sedang berkecamuk perang Salib. Peringatan maulid Nabi dirayakan secara besar-besaran, yang niatnya untuk mempersatukan umat Islam.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

Riwayat Al Maqarizy dan Mufti Mesir

Perdana, Arab Saudi Keluarkan Visa Turis pada 2018
Madain Saleh, makam kuno yang dilindungi oleh UNESCO (HASSAN AMMAR / AFP)

Keterangan itu juga diperkuat oleh catatan Al Maqriziy, seorang pakar sejarah yang mengatakan para khalifah Fatimiyyun memiliki banyak perayaan sepanjang tahun. Ada perayaan tahun baru, hari Asyura, maulid (hari kelahiran) Nabi, maulid Ali bin Abi Thalib, maulid Hasan dan Husain, maulid Fatimah az-Zahra, maulid khalifah yang sedang berkuasa, perayaan malam pertama bulan Rajab, perayaan malam pertengahan bulan Rajab.

Kemudian, perayaan malam pertama bulan Sya’ban, perayaan malam pertengahan bulan Rajab, perayaan malam pertama bulan Ramadhan, perayaan malam penutup Ramadhan, perayaan Idul Fitri, perayaan Idul Adha, perayaan Idul Ghadir, perayaan musim dingin dan musim panas, perayaan malam Al Kholij, hari Nowruz (Tahun Baru Persia), hari Al Ghottos, hari Milad (Natal), hari Al Khomisul ‘Adas (3 hari sebelum paskah), dan hari Rukubaat.

Asy Syaikh Bakhit Al Muti’iy, mufti negeri Mesir dalam kitabnya mengatakan bahwa yang pertama kali mengadakan enam perayaan maulid yaitu: perayaan Maulid (hari kelahiran) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maulid ‘Ali, maulid Fatimah, maulid Al Hasan, maulid Al Husain –radhiyallahu ‘anhum- dan maulid khalifah yang berkuasa saat itu yaitu Al Mu’izh Lidinillah (keturunan ‘Ubaidillah dari dinasti Fatimiyyun) pada tahun 362 H.

Begitu pula Asy Syaikh ‘Ali Mahfuzh dalam kitabnya Al Ibda’ fi Madhoril Ibtida’ (hal. 251) dan Al Ustaz ‘Ali Fikriy dalam Al Muhadhorot Al Fikriyah (hal. 84) juga mengatakan bahwa yang mengadakan perayaan Maulid pertama kali adalah ‘Ubaidiyyun (Fatimiyyun).

Masa Dinasti Abbasiyah

Artefak rumah kuno di Arab Saudi, diperkirakan dibangun pada zaman perang Badar. (Foto: Tangkapan Layar YT Aiman Mulyana)
Artefak rumah kuno di Arab Saudi, diperkirakan dibangun pada zaman perang Badar. (Foto: Tangkapan Layar YT Aiman Mulyana)

Namun begitu, ada catatan lain yang lebih tua. Perayaan Maulid Nabi sudah mulai dilakukan sejak abad kedua Hijriah. Pendapat ini tercatat dalam buku 'Sejarah Maulid Nabi' (2015) karya Ahmad Tsauri. 

Dalam bukunya, Ahmad Tsauri merujuk pada Nuruddin Ali dalam kitabnya Wafa’ul Wafa bi Akhbar Darul Mustafa untuk menuliskan sejarah Maulid Nabi. Buku itu juga telah mendapat pengantar dari Habib Muhammad Luthfi bin Yahya.

Mengutip NU Online, buku tersebut juga menerangkan ada seorang bernama Khaizuran (170 H/786 M). Dia adalah ibu dari Amirul Mukminin Musa al-Hadi dan al-Rasyid. 

Khaizuran datang ke Madinah dan memerintahkan penduduk mengadakan perayaan Maulid Nabi atau kelahiran Nabi Muhammad SAW di Masjid Nabawi. Kemudian Khaizuran bertolak ke Makkah dan melakukan perintah yang sama kepada penduduk Makkah untuk merayakan kelahiran Nabi Muhammad. 

Khaizuran memerintah penduduk Madinah merayakan Maulid Nabi di masjid. Berbeda dengan penduduk Makkah, ia memerintah untuk merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW di rumah masing-masing.

Seperti diketahui, Khaizuran merupakan sosok berpengaruh selama masa pemerintahan tiga khalifah Dinasti Abbasiyah, yaitu pada masa Khalifah al-Mahdi bin Mansur al-Abbas (suami), Khalifah al-Hadi dan Khalifah al-Rasyid (putra). 

Memiliki pengaruh yang besar membuat Khaizuran mampu menggerakkan masyarakat muslim di Arab, termasuk untuk merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Hal tersebut dilakukan agar ajaran, teladan, dan kepemimpinan mulia Nabi Muhammad SAW bisa terus menginspirasi warga Arab dan umat Islam pada umumnya.

Tim Rembulan

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya