Erina Gudono Calon Mantu Jokowi, Ini Tips Memilih Menantu Idaman Menurut Ulama

Putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kaesang Pangarep akan segera melepas masa lajangnya. Ia dikabarkan akan menikah dengan finalis Puteri Indonesia 2022, Erina Gudono.

oleh Muhamad Husni Tamami diperbarui 18 Okt 2022, 08:30 WIB
Diterbitkan 18 Okt 2022, 08:30 WIB
Mural Kaesang dan Erina Gudono
Mural Kaesang dan Erina Gudono di Jl Gatot Subroto, kota Solo, Jawa Tengah. (Dok: Instagram/bahagiamural)

Liputan6.com, Jakarta - Putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kaesang Pangarep akan segera melepas masa lajangnya. Ia dikabarkan akan menikah dengan finalis Puteri Indonesia 2022, Erina Gudono.

Kabar pernikahan putra bungsu Jokowi ini telah dibenarkan oleh Kaesang Pangarep lewat cuitan akun Twitter terverifikasinya pada Senin (3/10/2022) lalu. Menurut Kaesang Pangarep, pernikahannya akan digelar pada akhir 2022.

Aku akhir tahun nikah sama orang DIY. Nah ini giliran kalian ‪@persisofficial ‪@PSIMJOGJA untuk melakukan perubahan kecil di dunia persuporteran,” tulis adik Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka ini.

Menjelang hari pernikahan Kaesang, Presiden Jokowi telah meninjau Pendopo Agung Ambarrukmo untuk menjadi alternatif lokasi akad nikah Kaesang Pangarep dan Erina Gudono. Kabar ini dibenarkan oleh General Manager Royal Ambarrukmo Hotel, Herman Courbois seperti dilaporkan Kanal Regional Liputan6.com.

Persiapan-persiapan lain menuju hari pernikahan Kaesang dan Erina pun tengah dilakukan. Dari pernikahan ini, Erina akan menjadi mantu Presiden Jokowi

Terlepas dari Erina calon mantu Presiden Jokowi, sebagai seorang muslim harus mengetahui bagaimana cara memilih menantu idaman. Para orangtua yang akan menikahkan anaknya harus mencatat tips memilih memantu idaman dari beberapa pendapat ulama ini.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

Imam Hasan Al-Bashri dan Al-Ghazali

Mengutip NU Online, ulama sekaligus cendekiawan muslim, Imam Hasan Al-Bashri mempunyai perspektif tentang tips memilih menantu idaman. Menurutnya, sebelum menentukan menantu para orangtua harus menyeleksi dengan benar calon menantunya.

Imam Hasan juga berpesan agar para orangtua memperhatikan ketakwaan calon menantunya. Ketakwaan yang dimaksud bukan hanya dalam artian kesalehan individual berupa ritual formal seperti ibadah wajib maupun ibadah sunnah, tetapi juga mencakup kesalehan sosial dalam konteks domestik rumah tangga. 

Pesan Imam Hasan Al-Bashri tertuang dalam kitab Ihya Ulumuddin karangan Imam Al-Ghazali.

Seseorang bertanya kepada Imam Al-Hasan Al-Bashri, ‘Beberapa pemuda melamar anak perempuanku? Dengan siapa baiknya kunikahkan dia?’ Imam Al-Hasan menjawab, ‘(Nikahkanlah anakmu) dengan pemuda yang bertakwa kepada Allah, yang kelak jika hatinya sedang senang ia akan menghormati anakmu; dan jika sedang marah ia tidak akan menzaliminya.’” (Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, [Beirut, Darul Fikr: 2015 M], juz II, halaman 48). 

Dalam kitab Ihya Ulumuddin, Imam Al-Ghazali mengingatkan agar orangtua menjaga kehati-hatian dan menyeleksi dengan benar calon menantunya secara proporsional. Jangan sampai menantu yang dipilih adalah menantu yang zalim, fasik, ahli bidah, dan peminum khamar.

Imam Az-Zabidi

Imam Az-Zabidi dalam Ithafus Sadatil Muttaqin bi Syarhi Ihya Ulumiddin mengingatkan para orangtua atau wali bagi anak perempuan agar memperhatikan calon suami bagi anak perempuannya. Jangan sampai dinikahkan dengan pemuda yang buruk akhlak dan fisiknya. Selain itu, jangan sampai juga menantu yang dipilih meremehkan masalah agama atau lalai menjalankan kewajiban terhadap istrinya.

 قوله (ويجب على الولي أيضا) أي ولي المخطوبة (أن يراعي خصال الزوج ولينظر لكريمته) وهي المخطوبة (فلا يزوجها ممن ساء خلقه أو خلقه) الأولى بالضم والثانية بالفتح (أو ضعف دينه) أي بأن يكون متهاونا بأموره (أو قصر عن القيام بحقها) أي المرأة (أو كان لا يكافئها في نسبها) 

Artinya, “(Seorang wali) wali perempuan (wajib menjaga dan memperhatikan calon suami bagi anak perempuannya) yang akan dilamar. (Jangan ia menikahkan anaknya dengan pemuda yang buruk akhlak dan fisiknya), yang pertama dengan kha dhammah dan kedua dengan kha fathah, (atau lemah agamanya), yaitu meremehkan masalah agama, (atau lalai menjalankan kewajiban terhadapnya) terhadap istrinya, (atau orang yang tidak sekufu).” (Imam Az-Zabidi, Ithafus Sadatil Muttaqin bi Syarhi Ihya Ulumiddin, [Beirut, Muassastut Tarikh Al-Arabi: 1994 M/1414 H], juz V, halaman 349).

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya