Liputan6.com, Jakarta - Pemilihan Umum (Pemilu) serentak tahun 2024 akan memilih presiden dan wakil presiden, DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan tanggal 14 Februari 2024 sebagai hari pemungutan suara pemilu.
Menjelang hajatan politik akbar, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf menegaskan bahwa organisasinya tidak ingin menjadi alat politik.
“Kita tidak mau NU ini diperalat sebagai senjata politik. Karena apa? Yang kita khawatirkan ini adalah prosesnya, bukan soal hasil. Hasilnya bisa kita terima, siapa saja yang jadi presiden asal menang pemilu kita bisa terima, tapi prosesnya,” tegas pria yang akrab disapa Gus Yahya itu seperti dikutip dari YouTube Kompastv, Rabu (2/11/2022).
Advertisement
Baca Juga
Menurutnya, jika itu dibiarkan pada saat kampanye orang yang dianggap bukan bagian dari NU akan dilihat sebagai musuhnya. Bahkan, nantinya bisa meruncing ke tingkat yang tidak terkendali.
“Kita tahu namanya kompetisi politik itu bisa meruncing ke tingkat yang tidak terkendali. Ini berbahaya baik bagi NU sendiri maupun bagi masyarakat secara keseluruhan. Dan kita sudah buktikan selama ini keterlibatan yang terlalu jauh itu justru berisiko menciptakan pembelahan di dalam NU sendiri,” katanya.
Saksikan Video Pilihan Ini:
NU Tidak untuk Keperluan Politik
Gus Yahya mengatakan, sudah menjadi keputusan muktamar-muktamar bahwa NU harus mengambil jarak dari semua partai politik, termasuk Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang dibentuk oleh kader-kader NU.
“Pengurus-pengurus NU pernah bentuk PKB, itu satu hal lain. Dan kita biarkan menjadi catatan sejarah, tapi tetap NU harus mempertahankan posisi yang sama dengan semua partai politik yang ada. Kita larang, tidak boleh menggunakan NU sebagai institusi, (tidak boleh) NU sebagai organisasi untuk keperluan politik semacam itu,” tegas Gus Yahya lagi.
Soal calon presiden (capres) dan wakil presiden (capres) 2024, Gus Yahya mengajak semua orang untuk lebih rasional dalam berpolitik. Mau kader NU atau bukan, selama capres dan cawapres punya kredibilitas politik yang unggul kenapa tidak untuk didukung.
“Kalau tidak (tidak kredibel) ya tidak didukung tanpa harus mengukur siapa yang lebih NU, siapa yang kurang NU,” sambung Gus Yahya.
Advertisement