Liputan6.com, Jakarta - Ibu adalah sosok yang mulia. Ia adalah wanita hebat. Ibu mengandung sekitar 9 bulan lamanya. Kemudian melahirkan dengan penuh jerih payah.
Belum sampai di situ, ibu ikut membesarkan anaknya bersama ayah. Harapannya, ketika tumbuh dewasa anaknya menjadi orang yang saleh atau salehah.
Sebab, doa anak saleh atau salehah menjadi salah satu amalan yang tidak akan pernah terputus, meski ibu atau ayah sudah meninggal. Ini adalah suatu harapan besar bagi ibu, termasuk ayah juga.
Advertisement
Baca Juga
Di Indonesia ada peringatan khusus untuk ibu, namanya adalah Hari Ibu. Hari Ibu diperingati secara nasional setiap tanggal 22 Desember.
Hari Ibu adalah momentum anak mengingat jasa-jasa ibu. Mari terus berbakti pada ibu dan jangan disia-siakan. Sebab, kesempatan tidak akan datang dua kali, jangan sampai menyesal.
Bagi ibunya yang telah tiada, mari kirim doa. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa doa anak saleh atau salehah akan menjadi amalan yang tidak akan pernah terputus meski ibu sudah meninggal.
Untuk mengingat, mengenang, dan merenungkan jasa-jasa ibu dapat menyimak puisi-puisi karya penyair muslim KH A Mustofa Bisri (Gus Mus). Mengutip Gusmus.net, berikut ini adalah tiga puisi tentang ibu karya Gus Mus.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Ibu
Ibu
Kaulah gua teduh
tempatku bertapa bersamamu
Sekian lama
Kaulah kawah
dari mana aku meluncur dengan perkasa
Kaulah bumi
yang tergelar lembut bagiku
melepas lelah dan nestapa
gunung yang menjaga mimpiku
siang dan malam
mata air yang tak brenti mengalir
membasahi dahagaku
telaga tempatku bermain
berenang dan menyelam
Kaulah, ibu, laut dan langit
yang menjaga lurus horisonku
Kaulah, ibu, mentari dan rembulan
yang mengawal perjalananku
mencari jejak sorga
di telapak kakimu
(Tuhan,
aku bersaksi
ibuku telah melaksanakan amantMu
menyampaikan kasihsayangMu
maka kasihilah ibuku
seperti Kau mengasihi
kekasih-kekasihMu
Amin).
1414
Advertisement
Nazar Ibu di Karbala
pantulan mentari
senja dari kubah keemasan
mesjid dan makam sang cucu nabi
makin melembut
pada genangan
airmata ibu tua
bergulir-gulir
berkilat-kilat
seolah dijaga pelupuk
agar tak jatuh
indah warnanya
menghibur bocah berkaki satu
dalam gendongannya
tapi jatuh juga akhirnya
manik-manik bening berkilauan
menitik pecah
pada pipi manis kemerahan
puteranya
"ibu menangis ya, kenapa?"
meski kehilangan satu kaki
bukankah ananda selamat kini
seperti yang ibu pinta?"
"airmata bahagia, anakku
kerna permohonan kita dikabulkan
kita ziarah kemari hari ini
memenuhi nazar ibumu."
cahaya lembut masih memantul-mantul
dari kedua matanya
ketika sang ibu tiba-tiba brenti
berdiri tegak di pintu makam
menggumamkan salam:
"assalamu 'alaika ya sibtha rasulillah
salam bagimu, wahai cucu rasul
salam bagimu, wahai permata zahra."
lalu dengan permatanya sendiri
dalam gendongannya
hati-hati maju selangkah-selangkah
menyibak para peziarah
yang begitu meriah
disentuhnya dinding makam seperti tak sengaja
dan pelan-pelan dihadapkannya wajahnya ke kiblat
membisik munajat:
"terimakasih, tuhanku
dalam galau perang yang tak menentu
engkau hanya mengujiku
sebatas ketahananku
engkau hanya mengambil suami
gubuk kami
dan sebelah kaki
anakku
tak seberapa
dibanding cobamu
terhadap cucu rasulmu ini
engkau masih menjaga
kejernihan pikiran
dan kebeningan hati
tuhan,
kalau aku boleh meminta ganti
gantilah suami, gubuk, dan kaki anakku
dengan kepasrahan yang utuh
dan semangat yang penuh
untuk terus melangkah
pada jalan lurusmu
dan sadarkanlah manusia
agar tak terus menumpahkan darah
mereka sendiri sia-sia
tuhan,
inilah nazarku
terimalah."
Karbala, 1409
Cinta Ibu
Seorang ibu mendekap anaknya yang
durhaka saat sekarat
air matanya menetes-netes di wajah yang
gelap dan pucat
anaknya yang sejak di rahim diharap-
harapkan menjadi cahaya
setidaknya dalam dirinya
dan berkata anakku jangan risaukan dosa-
dosamu kepadaku
sebutlah namaNya, sebutlah namaNya.
Dari mulut si anak yang gelepotan lumpur
dan darah
terdengar desis mirip upaya sia-sia
sebelum semuanya terpaku
kaku.
2000
Advertisement