Bolehkah Menerima Hadiah Natal, Apa Dalilnya?

Hukum Menerima Hadiah Natal bagi muslim beserta dalilnya

oleh Liputan6.com diperbarui 13 Mar 2023, 10:42 WIB
Diterbitkan 22 Des 2022, 06:30 WIB
Ilustrasi Hadiah Natal
Intip beberapa tips bermanfaat untuk menghemat budget hadiah Natal. (unsplash.com/Freestocks)

Liputan6.com, Jakarta - Umat Nasrani akan merayakan Natal 2022, pada 25 Desember. Ingar bingar Natal itu sudah terasa sejak awal Desember.

Hidup bersama di negara majemuk, tentu saja kita harus menghormati dan bergembira atas kegembiraan mereka. Dalam ajaran Islam, kita diwajibkan berbuat baik kepada semua golongan.

Sudah menjadi adat kebiasaan, tiap merayakan Natal, biasanya umat Nasrani akan berbagi hadiah Natal. Penerima hadiah bukan hanya saudara seimannya, melainkan juga tetangga atau kenalan yang beragama lain, misalnya muslim.

Lantas, bagi muslim, apa hukum menerima hadiah Natal, bolehkah?

Pertanyaan yang kurang lebih sama dengan redaksi berbeda ditanyakan oleh MJ, warga Depok di situs NU. Menjawab pertanyaan itu, redaksi Bahtsul Masail nu.or.id menyatakan Al-Qur’an tidak melarang umat Islam untuk bergaul dengan kalangan non-Muslim.

Selain itu, Al-Qur’an juga tidak melarang umat Islam menerima hadiah dari kalangan non-Muslim. Hal ini diangkat dalam Surat Al-Mumtahanah ayat 8 berikut ini:

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

Artinya, “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil,” (Surat Al-Mumtahanah ayat 8).

Ibnu Bathal, salah satu ulama Mazhab Maliki yang mensyarahkan Shahih Bukhari, memasukkan Surat Al-Mumtahanah ayat 8 dalam bab penerimaan hadiah orang musyrik.

Ia mengutip riwayat Ibnu Jarir At-Thabari yang menceritakan bahwa ayat ini turun mengenai ibu Asma binti Abu Bakar As-Siddiq). Ia bernama Qatilah (qilah pada lain riwayat) binti Abdul Aziz. Sekelompok ulama mengatakan bahwa ayat ini turun perihal musyrik Makkah yang tidak memerangi orang-orang yang beriman dan tidak ikut-ikutan seperti musyrik lainnya mengusir orang yang beriman dari Makkah. (Ibnu Bathal, Syarah Bukhari, juz VII, halaman 136).

Imam Bukhari juga meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW pernah menerima hadiah dari non-Muslim sebagaimana riwayat sahabat Anas bin Malik berikut ini:

وقال سعيد عن قتادة عن أنس إن أكيدر دومة أهدى إلى النبي صلى الله عليه وسلم

Artinya, “Said berkata, dari Qatadah dari Anas ra, sungguh Ukaidir Dumah pernah memberikan hadiah kepada Nabi saw”. (HR. Bukhari).

 

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

Boleh Menerima Hadiah dari Nonmuslim

Kebolehan penerimaan dan pemberian hadiah oleh Muslim dari non-Muslim didasarkan pada riwayat Imam Bukhari. Rasulullah SAW sendiri menerima hadiah kalangan non-Muslim.

Rasulullah pernah menerima hadiah berupa keledai baydha dari Raja Ilah. Sebagai gantinya, Rasulullah memakai burdah kepada raja tersebut. Rasulullah juga pernah menerima hadiah jubah sutra dari Ukaidir Dumah yang beragama Kristen.

Beliau pernah juga menerima hadiah budak perempuan dari Raja Muqauqis. Nabi Muhammad SAW menerima hadiah budak perempuan.

Dari sini kemudian ulama menyimpulkan kebolehan menerima dan memberi hadiah oleh Muslim kepada non-Muslim. Selain menerima hadiah dari non-Muslim, Rasulullah SAW juga mengizinkan sahabatnya untuk menerima hadiah dari non-Muslim.

Hal ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari di mana Rasulullah mengizinkan Asma binti Abu Bakar untuk menerima pemberian ibunya yang ketika itu bukan pemeluk Islam. Berikut ini riwayat Bukhari:

حدثنا عبيد بن إسماعيل حدثنا أبو أسامة عن هشام عن أبيه عن أسماء بنت أبي بكر رضي الله عنهما قالت قدمت علي أمي وهي مشركة في عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم فاستفتيت رسول الله صلى الله عليه وسلم قلت وهي راغبة أفأصل أمي قال نعم صلي أمك

Artinya, “Dari Asma binti Abu Bakar RA, ia bercerita, ‘Ibuku memberiku sebuah hadiah. Sedangkan ia seorang wanita musyrik di masa Rasulullah. Lalu aku meminta fatwa Rasulullah. Kubilang, ‘Ibuku ingin (menyambung silaturahmi. Lain riwayat ‘raghimah’ yang berarti benci [kepada Islam]). Apakah aku harus menyambung silaturahmi dengannya?’ Rasulullah menjawab, ‘Ya, sambunglah tali dengan ibuku,’’” (HR Bukhari).

Imam An-Nawawi menjelaskan sedikit perihal keislaman Qatilah. Ia mengangkat perbedaan pandangan ulama perihal keislaman Qatilah yang tidak lain adalah ibu dari sahabat Asma binti Abu Bakar.

واختلف العلماء في أنها أسلمت أم ماتت على كفرها والأكثرون على موتها مشركة

Artinya, “Ulama berbeda pendapat perihal keislaman ibu Asma (Qatilah). Apakah ia wafat dalam keadaan Islam atau kufur? Kebanyakan ulama menyatakan bahwa ia wafat dalam keadaan,” (Imam An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, [Beirut, Daru Ihyait Turats Al-Arabi: 1392 H], juz VII, halaman 68).

Tim Rembulan

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya