Kisah Gus Dur di Balik Imlek dan Perayaan Hari Besar China di Indonesia

Tahun baru China, yang populer dengan tahun baru Imlek atau Imlek di Indonesia baru dirayakan secara terbuka dua dekade terakhir. Ada sosok Gus Dur dalam perayaan terbuka ini

oleh Liputan6.com diperbarui 03 Jan 2023, 20:30 WIB
Diterbitkan 03 Jan 2023, 20:30 WIB
Mengenang Gus Dur dalam Pameran Lukis Sang Maha Guru
Pengunjung melihat lukisan dalam pameran seni rupa "Sang Maha Guru" karya pelukis Nabila Dewi Gayatri di Jakarta, Kamis (22/11). Lukisan Gus Dur dipadu dengan berbagai tokoh dan ragam dimensi. (Merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Tahun baru China, yang populer dengan tahun baru Imlek atau Imlek di Indonesia baru dirayakan secara terbuka dua dekade terakhir.

Semula, perayaan Imlek dilakukan tertutup, jika tak mau dibilang diam-diam. Perayaan Imlek sebelumnya seolah tabu.

Ini tak lepas dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 14 tahun 1967, agar etnis Tionghoa merayakan festival keagamaan atau adat istiadat secara tertutup di lingkungan keluarga yang diterbitkan Presiden Soeharto.

Semenjak itu, selama puluhan tahun mereka tidak diperkenankan menjalan kegiatan peribadatan maupun tradisi terbuka di depan umum.

Adalah Presiden KH Abdurrahman Wahid yang mengawali terbukanya perayaan Imlek dan peringatan hari besar Tionghoa lainnya. Menurut Gus Dur, Budaya Tionghoa termasuk perayaan Imlek, adalah bagian kemajemukan budaya Indonesia.

 

Semenjak itu, warga keturunan Tionghoa melakukan aktivitas peribadatan dan tradisi secara tertutup mulai terbuka. 

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

Keppres Nomor 6 Tahun 2000

Dengan berani, Gus Dur kemudian menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2000 tentang Pencabutan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Cina.

“Dengan ini penyelenggaraan kegiatan keagamaan, kepercayaan, dan adat istiadat Cina dilaksanakan tanpa memerlukan izin khusus sebagaimana berlangsung selama ini,” demikian bunyi penggalan Keppres Nomor 6 Tahun 2000, dikutip dari laman jdih.setkab.go.id, Selasa (1/2/2022).

Mengutip laman NU, Gus Dur juga turut berjasa dalam menempatkan Konghucu sebagai salah satu agama resmi negara selain Islam, Katolik, Kristen, Hindu, dan Budha. Sebelumnya pada masa kepemimpinan Presiden Soeharto, etnis Tionghoa dilarang melaksanakan tradisi dan adat istiadat mereka secara terbuka. Diskriminasi kepada etnis Tionghoa ini berlangsung selama era orde baru.

Keppres yang terbit pada 17 Januari 2000 itu membawa suka cita yang telah lama padam. Pada, 9 April 2001, tepat hari ini 21 tahun lalu, dengan Keppres Nomor 9 Tahun 2001, Gus Dur meresmikan Imlek sebagai hari libur bagi yang merayakan atau fakultatif.

Atas perannya, tidak berlebihan jika Gus Dur disemati gelar Bapak Tionghoa Indonesia. Penobatan tersebut berlangsung di Klenteng Tay Kek Sie pada 10 Maret 2004 silam. Kala itu, Gus Dur hadir dengan mengenakan baju tradisional China cheongsam.

Tim Rembulan

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya