Rambut Rontok Sebelum Mandi Junub, Perlukah Dibasuh?

Hukum Membasuh Rontokan Rambut saat Mandi Junub

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Jan 2023, 12:30 WIB
Diterbitkan 09 Jan 2023, 12:30 WIB
Belum Mandi Wajib Ketika Memasuki Waktu Subuh, Sah kah Puasa?
kebanyakan pasangan suami istri yang "bercinta" dimalam Ramadhan menunda mandi junub hingga memasuki waktu subuh (Sumber foto: Dream)

Liputan6.com, Jakarta - Seseorang diwajibkan mandi junub atau mandi besar karena menanggung hadas besar. Hadas besar yang dimaksud di antaranya, usai haid dan nifas atau setelah berhubungan intim.

Sebelum melakukan ibadah, maka seorang muslim wajib mandi junub. Setelah itu, baru seseorang bersuci dari hadis kecil, dengan berwudhu.

Nah, kerap timbul pertanyaan di tengah masyarakat awam, apakah perlu membasuh rontokan rambut sebelum mandi junub?

Bahkan ada yang dengan sengaja mengumpulkan rambut rontok disisir ketika sedang berhadas besar, untuk kemudian membasuhnya, sebagaimana anggota tubuh lainnya.

Alasannya, mereka ingin rontokan rambut atau kuku yang dibuang atau dikubur dalam keadaan suci setelah dibasuh saat mandi.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

Pandangan Imam Ghazali

Imam Al-Ghazali dalam Kitab Ihya Ulumiddin mengharuskan pembasuhan rontokan rambut atau potongan kuku pada saat mandi junub.

Adapun sejumlah bagian itu terlepas seperti rambut rontok, kuku yang terpotong, amputasi beberapa bagian tubuh? Apakah bagian yang terlepas wajib dibasuh?

Para ulama berbeda pendapat. Imam Nawawi dalam kitab Raudhatut Thalibin mengatakan sebagai berikut.

ولو غسل بدنه إلا شعرة أو شعرات ثم نتفها قال الماوردي إن كان الماء وصل أصلها أجزأه وإلا لزمه إيصاله إليه وفي فتاوى ابن الصباغ يجب غسل ما ظهر وهو الأصح وفي البيان وجهان أحدهما يجب والثاني لا لفوات ما يجب غسله كمن توضأ وترك رجله فقطعت والله أعلم

Artinya, “Andaikan seseorang membasuh seluruh badannya kecuali sehelai atau beberapa helai rambut (bulu) kemudian ia mencabutnya, maka Imam Mawardi berpendapat, 'Jika air dapat sampai ke akar helai itu, maka memadailah. Tetapi jika tidak, maka ia wajib menyampaikan air ke dasar bulu itu.' Sedangkan fatwa Ibnu Shobagh menyebutkan, 'Wajib membasuh bagian yang tampak saja.' Pendapat ini lebih sahih. Sementara kitab Albayan menyebut dua pendapat. Pertama, wajib (membasuh bagian tubuh yang terlepas-pen). Kedua, tidak wajib karena telah luput bagian yang wajib dibasuh. Ini sama halnya dengan orang yang berwudhu tetapi tidak membasuh kakinya, lalu diamputasi.” (Lihat Imam Nawawi, Raudhatut Thalibin wa Umdatul Muftin, Beirut, Darul Fikr, 2005 M/1425-1426 H, juz 1, halaman 125).

Pendapat Syekh Nawawi al-Bantani

Syekh M Nawawi Al-Bantani mengambil satu pandangan yang tidak mengharuskan seseorang membasuh rontokan rambut atau potongan kuku saat mandi junub.

Artinya, seseorang tidak perlu mengumpulkan rambut/bulu yang rontok atau potongan kuku semasa seseorang junub, lalu mencucinya pada saat mandi junub.

لو نتف شعره لم يغسلها وجب غسل محلها

Artinya, “Andai seseorang mencabut (atau mencukur) rambut/bulunya, maka ia tidak perlu membasuhnya. Ia cukup membasuh tempat tumbuhnya,” (Syekh M Nawawi Banten, Tausyih ala Ibni Qasim, [Beirut, Darul Fikr: 1996 M/1417 H], halaman 26-27).

Bagi Syekh M Nawawi Banten, seseorang tidak perlu mengumpulkan rontokan rambut/bulu atau potongan kuku semasa seseorang junub, lalu mencucinya pada saat mandi junub.

Ia cukup membasuh semua anggota tubuhnya saat mandi junub sebagaimana biasanya mandi junub. Pada prinsipnya masyarakat dapat memilih pendapat ulama mana yang cocok dengannya. Wallahu a‘lam. (Sumber: NU Online)

Tim Rembulan

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya