Liputan6.com, Jakarta - Di masa penjajahan Indonesia dulu, gerakan emansipasi wanita tidak dipungkiri menjadi pendobrak atas ketidakadilan hak-hak kehidupan wanita yang tertindas dan tidak terpenuhi dengan layak.
Melihat perubahan kedudukan wanita di kalangan masyarakat saat ini, tentunya sangat berbeda dengan apa yang didapati pada masa-masa sebelumnya. Wanita tidak lagi hanya berfokus pada pekerjaan domestik rumah tangga tetapi sudah banyak yang memasuki ranah pekerjaan produksi.
Pada dasarnya, makna emansipasi wanita bukanlah untuk memperoleh persamaan hak dengan kaum pria. Bekerja tentunya bukan hal yang tabu untuk dilakukan, baik itu bekerja di rumah maupun profesi yang dikerjakan di luar rumah.
Advertisement
Lantas, bagaimanakah Islam sendiri memandang perempuan yang bekerja atau wanita karier? Mari simak penjelasannya.
Baca Juga
Saksikan Video Pilihan ini:
Pandangan Islam tentang Wanita Karir
Merangkum dari laman NU Online, perlu kita ketahui pula bahwa istri-istri Rasulullah diperintahkan tinggal di rumah untuk mengkaji Al-Qur’an dan ilmu. Terlebih suami mereka adalah Rasulullah SAW, sumber ilmu dan teladan bagi umat Islam.
Sebagaimana dalam firman Allah:
وَاذْكُرْنَ مَا يُتْلَى فِي بُيُوتِكُنَّ مِنْ آيَاتِ اللهِ وَالْحِكْمَةِ إِنَّ اللهَ كَانَ لَطِيفًا خَبِيرًا
Artinya ingatlah apa yang dibaca di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah Nabimu). Sungguh, Allah Maha Lembut, Maha Mengetahui (Surat Al-Ahzab ayat 34).
Jika ayat-ayat di atas hanya dipahami sebagai larangan perempuan keluar rumah, maka konsekuensinya ayat-ayat di atas bisa dijadikan dalil untuk melarang perempuan bekerja. Agar komprehensif dalam memahami teks agama, kita perlu melihat hadis sebagai salah satu sumber tradisi masa nabi. Tidak ditemukan hadis yang secara eksplisit melarang perempuan bekerja, justru menurut nabi, perempuan yang bekerja, maka ia mendapatkan pahala.
Terdapat juga hadis lain dalam riwayat Muslim yang mengisahkan seorang sahabat nabi yang bekerja di suatu kebun kurma.
فَلاَ يَغْرِسُ الْمُسْلِمُ غَرْسًا فَيَأْكُلَ مِنْهُ إِنْسَانٌ وَلاَ دَابَّةٌ وَلاَ طَيْرٌ إِلاَّ كَانَ لَهُ صَدَقَةً إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
Artinya, “Setiap biji yang ditanam seorang muslim dan hasilnya dimakan manusia maupun hewan, maka itu bernilai sedekah sampai hari kiamat.”
Saat itu secara jelas Nabi mengetahui bahwa Ummu Ma’bad bekerja. Jika Nabi melarang perempuan bekerja, Nabi pasti akan melarang, bukan malah mengatakan bahwa hasil tanamannya bisa bernilai pahala.
Selain mempertimbangakan teks-teks Al-Qur’an dan hadis, kita juga perlu melihat dari sisi sejarah karena sejarah adalah bagian penting dalam memahami hadis. Apakah perempuan di masa Nabi SAW hanya di rumah saja dan dilarang bekerja?
Advertisement
Perempuan di Zaman Nabi
1. Mengikuti Ibadah Berjamaah
Para perempuan di masa Nabi Saw juga senantiasa mengikuti ibadah berjamaah, dari mulai shalat di masjid, i’tikaf, haji dan umrah, hingga menghadiri khotbah dan majelis-majelis ilmu.
Ummu Hisyam binti Haritsah bin Nu’man misalnya. Ia sering kali mengikuti khutbah dan shalat berjamaah bersama Nabi Muhammad SAW hingga perempuan ini hafal seluruh Surat Qaf langsung dari lisan Rasulullah SAW
2. Bekerja di Luar Rumah
Dalam berbagai literatur hadis dan sejarah, para perempuan di masa Nabi SAW juga bekerja dan memiliki keahlian tertentu. Beberapa yang terekam dalam sejarah di antaranya Zainab binti Jahsy (industri rumahan), Zainab Ats-Tsaqafiyah RA (industri rumahan), Malkah Ats-Tsaqafiyah RA (pedagang parfum), Sa’irah Al-Asadiyah RA (penenun), Asy-Syifa’ binti Abdullah Al-Quraisyiyah Ra (perawat), dan Ummu Ra’lah Al-Qusyairiyah RA (perias wajah).
3. Kontribusi dalam Keilmuan Islam
Selain berjihad, beribadah dan bekerja, perempuan di masa Rasulullah SAW juga berkontribusi dalam bidang ilmu. Terutama istri-istri dan kerabat Nabi Muhammad SAW.
Aisyah misalnya, istri Rasulullah SAW ini, dikenal sebagai perempuan cerdas dan berilmu. Ia bahkan menduduki urutan keempat dari al-muktsirun fi ar-riwayah (orang-orang yang paling banyak meriwayatkan hadis).
Banyak sahabat dan tabiin yang mendatanginya untuk menimba ilmu. Putri Abu Bakr ini bahkan memiliki 77 murid laki-laki dan 8 perempuan, baik dari kalangan sahabat maupun tabi’in.
Baik di rumah maupun bekerja di luar rumah, keduanya bisa jadi sama baiknya. Bukan berarti perempuan yang bekerja di luar rumah lebih sukses daripada ibu rumah tangga biasa. Sebaliknya, istri yang di rumah saja juga belum tentu lebih mulia dari yang bekerja di luar rumah. Semuanya tergantung pada kebermanfaatan yang dilakukan.