Liputan6.com, Jakarta - Dalam Islam hukuman mati masuk dalam kategori qishash dan sudah dipraktikkan sejak lama. Beberapa ayat Al-Qur’an menjelaskan tentang hukuman mati, salah satu di antaranya terdapat dalam surah Al-Baqarah ayat 178.
“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu (melaksanakan) qisas berkenaan dengan orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya, perempuan dengan perempuan.
Tetapi barangsiapa memperoleh maaf dari saudaranya, hendaklah dia mengikutinya dengan baik, dan membayar diat (tebusan) kepadanya dengan baik (pula). Yang demikian itu adalah keringanan dan rahmat dari Tuhanmu. Barangsiapa melampaui batas setelah itu, maka ia akan mendapat azab yang sangat pedih.” (Ayat Al-Qur’an terkait dapat dilihat di sini)
Advertisement
Baca Juga
Mengutip tafsir Tahlili yang bersumber Kemenag RI, ayat ini menetapkan suatu hukuman qishash yang wajib dilaksanakan dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut.
1. Apabila orang merdeka membunuh orang merdeka, maka qishash berlaku bagi pembunuh yang merdeka tersebut.
2. Apabila seorang budak membunuh budak (hamba sahaya), maka qishash berlaku bagi budak pembunuh.
3. Apabila yang membunuh seorang perempuan, maka yang terkena hukuman mati adalah perempuan tersebut.
Apabila mendapat pemaafan dari saudara yang terbunuh, maka gugurlah hukuman wajib qishash tersebut dan diganti dengan hukuman diyat yang wajib dibayar dengan baik oleh yang membunuh.
Dalam penutup ayat ini Allah memperingatkan kepada ahli waris yang telah memberi maaf agar jangan berbuat yang tidak wajar kepada pihak yang telah diberi maaf, karena apabila ia berbuat hal-hal yang tidak wajar, maka artinya perbuatan itu melampaui batas dan akan mendapat azab yang pedih di hari kiamat.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Lanjutan Hukuman Mati dalam Islam
Meskipun dalam Islam ada hukuman mati, namun bukan berarti tidak ada batasan. Dalam surah Al-Isra ayat 33 dijelaskan tentang larangan membunuh yang diharamkan Allah SWT.
“Janganlah kamu membunuh orang yang diharamkan Allah (membunuhnya), kecuali dengan suatu (alasan) yang benar. Siapa yang dibunuh secara teraniaya, sungguh Kami telah memberi kekuasaan kepada walinya. Akan tetapi, janganlah dia (walinya itu) melampaui batas dalam pembunuhan (kisas). Sesungguhnya dia adalah orang yang mendapat pertolongan,” demikian terjemahan ayat tersebut.
Dalam Islam hukuman mati diterapkan bagi pembunuh, pelaku zina muhsan, dan murtad. Hal ini sebagaimana sabda nabi berikut.
“Tidak halal darah orang yang sudah mengucapkan dua kalimat syahadat, kecuali karena salah satu dari tiga perkara: Orang dibunuh karena ia membunuh, janda atau duda yang berzina, dan orang yang meninggalkan agamanya memisahkan diri dari kaum Muslimin. (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)
Advertisement
Hukuman Mati dalam Islam dan HAM
Diakui memang ada kontroversi hukuman mati dalam Islam dan pelanggaran HAM. Kontroversi ini dibahas dalam forum Muktamar ke-33 NU pada 1-5 Agustus 2015 lalu.
Mengutip situs resmi NU Jatim, forum muktamar menyatakan Islam secara tegas mensyariatkan hukuman mati sebagai hukuman atas tindak kejahatan pembunuhan, dan berbagai tindak kejahatan berat yang menimbulkan kerusakan besar di tengah masyarakat luas.
Hukuman mati dalam Islam merupakan bukti upaya serius untuk memberantas kejahatan berat yang menjadi bencana kemanusiaan. (PBNU, Hasil-hasil Muktamar Ke-33 NU, [Jakarta, LTN PBNU: 2016 M], halaman 182).
Pada sisi lain, Islam sangat menghargai kemanusiaan. Dalam Islam hak-hak manusia yang paling asasi disimpulkan dalam apa yang dikenal dengan istilah al-kulliyāt al-khams atau al-dharūriyāt al-khams (lima prinsip pokok), yaitu hifż ad-dīn, hifż al-‘aql, hifż an-nafs, hifż al-māl, dan hifż an-nasl/hifż al-‘irdh. (PBNU, 2016 M: 182).
Bagi peserta Muktamar NU 2015 semangat pertentangan semangat penegakan HAM dan penjatuhan hukuman mati atas sanksi kejahatan berat bukan masalah berarti.
“Ini tidak berarti bahwa Islam menutup ruang untuk diterapkannya hukuman mati. Hukuman mati bisa diterapkan terhadap kejahatan-kejahatan tertentu yang merusak harkat dan martabat manusia dengan beberapa syarat yang ketat, di antaranya dibuktikan dengan alat bukti yang kuat dan meyakinkan. hal ini tidak dianggap bertentangan dengan HAM dalam konsep Islam.” (PBNU, 2016 M: 184).
Wallahu’alam.