Ijazah KH Miftachul Akhyar: Baca La Haula 100 Kali, Maka Dijauhkan dari Kefakiran

Lebih lanjut Kiai Miftach menjelaskan, artinya hajat-hajatnya akan dimudahkan oleh Allah. Sebab la haula wala quwwata illa billahil aliyyil azhim merupakan kepasrahan total, tidak ada daya, tidak ada kekuatan, semua yang telah terjadi hanyalah dari kekuatan Allah.

oleh Liputan6.com diperbarui 29 Mar 2023, 14:36 WIB
Diterbitkan 29 Mar 2023, 01:20 WIB
KH Miftachul Akhyar (Foto: Instagram/@multimedia_kh_miftachul_akhyar)
KH Miftachul Akhyar (Foto: Instagram/@multimedia_kh_miftachul_akhyar)

Liputan6.com, Jakarta - Rais 'Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Miftachul Akhyar menjelaskan bahwa orang yang berserah kepada pemilihan Allah menunjukkan betapa luar biasa kualitas tawakalnya. Amalan tersebut diijazahkan atau diberikan oleh KH Miftachul Akhyar pada pertemuan ke-29 Ngaji Syarah Al-Hikam di Channel YouTube Multimedia pribadinya, pada Sabtu, 25 Maret 2023. 

"Jadi orang yang sudah tidak punya pilihan, terserah pemilihan Allah, itu menunjukkan betapa kualitas tawakalnya luar biasa. Makanya ada hadis yang menyatakan, barang siapa, man qola kulla yaumin la haula wala quwwata illa billahil aliyyil azhim miata marroh lam yusibhu faqri. Barangsiapa yang setiap hari membaca la haula wala quwwata illa billahil aliyyil azhim, tidak boleh kurang, tidak boleh lebih, pas 100 kali, setiap hari dibaca, maka yang namanya kefakiran tidak pernah dekat-dekat," ujar Kiai Miftach.

Kiai Miftach menjelaskan, amalan tersebut dapat membuat hajat-hajatnya dimudahkan oleh Allah SWT. Sebab kalimat la haula wala quwwata illa billahil aliyyil azhim merupakan kepasrahan total, tidak ada daya, tidak ada kekuatan, semua yang telah terjadi itu hanyalah dari kekuatan Allah.

"Itu kan totalitas, kepasrahan yang total. Sampai menganggap dirinya enggak punya daya, enggak punya kekuatan. Justru di saat hamba-hamba yang seperti ini, total keikhlasannya, total kepasrahannya kepada Allah justru diurus oleh Allah. Makanya kalian baca la haula 100 kali tiap hari, enggak kurang, enggak lebih, yang ikhlas," tutur Kiai Miftach.

Kiai Miftach: Biasakan Hal yang Tidak Biasa

Rais Aam PBNU, KH Miftachul Akhyar
Pimpinan Syuriyah dan Tanfidziyah dari 27 PWNU seluruh Indonesia, mendatangi Rais Aam PBNU, KH Miftachul Akhyar, Senin (29/11/2021), untuk menegaskan siap menjadi peserta dalam Muktamar ke-34 NU pada 17 Desember 2021 di Lampung. (Ist)

Ia mengatakan bahwa hal-hal semacam ini yaitu membiasakan hal yang tidak biasa merupakan bagian dari kita sebagai makhluk.

"Termasuk puasa ini. Puasa ini kan membiasakan hal yang tidak biasa. Biasanya siang begini ngopi, makan camilan, segala macam. Ini berarti nyulayani sesuatu yang biasa, artinya membiasakan sesuatu yang tidak biasa," ucapnya.

Pengasuh Pondok Pesantren Miftachus Sunnah Surabaya tersebut menjelaskan jika membiasakan hal yang tidak biasa untuk nafsu, maka Allah akan menganugerahkan sesuatu yang tidak biasa, yang disebut dengan rizki min haitsu la yahtasib, yaitu rizki yang tidak disangka-sangka.

"Marilah kita membiasakan hal yang tidak biasa, termasuk puasa ini. Membiasakan hal yang tidak biasa, akhirnya hal yang tidak biasa menjadi biasa. Maka kita akan menerima hal yang tidak biasa dari Allah yang kita kenal dengan istilah rizki min haitsu la yahtasib. Mudah-mudahan puasa pada tahun ini sukses. Sehingga Ramadhan rindu ingin ketemu kita di tahun-tahun yang akan datang," tutur Kiai Miftach.

Ketahui 3 Ciri Sukses atau Gagalnya Puasa Seorang Muslim

Ilustrasi makan bersama keluarga, buka puasa
Ilustrasi makan bersama keluarga, buka puasa. (Photo Copyright by Freepik)

Puasa merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dijalankan oleh umat muslim dunia. Bulan Ramadan biasanya berlangsung selama 29–30 hari berdasarkan pengamatan hilal dan menurut beberapa aturan yang tertulis dalam hadis.

Dalam bahasa Arab kata shaum atau shiyam diartikan dengan imsak yang berarti menahan. Di dalam Al-Qur'an kata shaum menunjukkan makna lebih umum dibandingkan shaum yang sering digunakan untuk menunjukkan makna yang lebih khusus; yaitu berpuasa dengan menahan makan dan minum.

Kewajiban berpuasa tercantum dalam QS. Al-Baqarah ayat 183 yang berbunyi:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."

Selain itu dijelaskan bahwa puasa juga wajib bagi agama-agama sebelum Islam, dan merupakan cara untuk mencapai taqwa pada Tuhan. Akhir dari bulan Ramadan dirayakan dengan sukacita oleh seluruh muslim di seluruh dunia.

Namun demikian kita tidak dapat mengetahui apakah ibadah puasa yang ditunaikan diterima atau tidak oleh Allah SWT. Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir memaparkan beberapa ciri yang menjadi tanda puasa seorang muslim sukses atau gagal. 

Takwa Ciri Suksesnya Puasa

Ilustrasi Muslim, puasa, buka puasa
Ilustrasi Muslim, puasa, buka puasa. (Photo by mentatdgt from Pexels)

Agar ibadah puasa berjalan lancar, Haedar mengajak setiap umat Islam melakukan renungan mendalam agar Ramadan tidak terlewat sia-sia sebagai rutinitas belaka.

"Bulan suci datang setiap tahun. Sudah berapa kali puasa Ramadan. Nanti dihitung, lalu berapa kali (puasa) itu dihitung secara kualitatif, apakah (dengan puasa) kita bertambah kualitas ketakwaan kita," kata Haedar dikutip dari laman Muhammadiyah, Sabtu (25/3/2023).

Dalam Surah Al-Baqarah ayat 183, Allah Ta’ala menurunkan syariat puasa dengan tujuan yang jelas yang mana tujuan akhir dari puasa Ramadan adalah ketakwaan. Hal ini dapat dimaknai bahwa setiap muslim yang mengerjakan puasa dengan penuh keikhlasan dan kesungguhan akan mencapai derajat takwa.

Ciri orang bertakwa dijelaskan dalam Surah Ali Imran ayat 134. Allah Ta’ala berfirman:

الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّۤاءِ وَالضَّرَّۤاءِ وَالْكَاظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَۚ

"(Yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan." (QS Ali Imran: 134)

Berdasarkan ayat tersebut, ada tiga ciri orang yang bertakwa, yaitu bersedekah di kala lapang dan sempit, menahan amarah, dan memberi maaf. Tiga sifat ini menjadi ukuran kualitatif apakah puasa Ramadan berhasil membentuk ketakwaan.

"Nah, jika itu bisa kita lakukan, maka puasa kita ada peningkatannya. Lebih dari itu, puasa harus membuat kita hidup bersemangat. Cari ilmu juga harus bersemangat. Nanti tambah tadarusnya dan mencari ilmu," tutur Haedar.

infografis Kebiasaan Saat Puasa Ramadan di Indonesia
Kebiasaan Saat Puasa Ramadan di Indonesia (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya