Hukum Menyimpan Daging Kurban Melewati Hari Tasyrik, Ini Anjuran Rasulullah SAW

Penyimpanan daging kurban tergantung pada pemerataan kebutuhan umat.

oleh Putry Damayanty diperbarui 02 Jul 2023, 00:30 WIB
Diterbitkan 02 Jul 2023, 00:30 WIB
Impor Daging Beku
Pekerja tengah menata daging potong di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta, Rabu (15/5/2019). Total impor meningkat 24,12% secara bulanan atau month to month yang paling besar adalah daging frozen berasal dari India dan AS. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Pada musim hari raya Idul Adha, kuantitas daging di masyarakat meningkat. Untuk mengatasi ini, masyarakat biasanya sering menyimpan daging kurban di lemari pendingin (freezer) untuk jangka waktu tertentu. Mereka mengambil hanya saat membutuhkannya untuk diolah.

Dahulu, ada masa di mana Rasulullah SAW melarang sahabat untuk menyimpan daging kurban melebihi tiga hari. Beliau meminta para sahabat untuk mengonsumsi daging kurban sesuai kebutuhan selama tiga hari. 

Selebihnya, Rasulullah SAW meminta para sahabat untuk berbagi daging kurban. Rasulullah SAW memberikan waktu tiga hari kepada para sahabat yang memiliki kelebihan daging untuk mendistribusikannya kepada mereka yang membutuhkan karena kondisi kritis di masyarakat.

Namun seiring kondisi pangan masyarakat saat itu membaik. Rasulullah SAW mencabut larangan penyimpanan daging. Rasulullah SAW setelah itu mempersilahkan para sahabat untuk mengawetkan daging kurban melebihi hari tasyrik sekalipun. 

 

Saksikan Video Pilihan ini:

Pengawetan (Penyimpanan) Daging Kurban yang Dianjurkan

Beranjak dari kondisi tersebut, kemudian ulama fiqih memutuskan bahwa pengawetan atau penyimpanan daging kurban tidak dilarang. Ulama fiqih menganjurkan penyimpanan sepertiga daging kurban yang menjadi kuota konsumsinya, bukan dua pertiga daging kurban yang seharusnya didistribusikan sebagai sedekah kepada orang lain.

تنبيه: لا يكره الادخار من لحم الأضحية والهدي، ويندب إذا أراد الادخار أن يكون من ثلث الأكل، وقد كان الادخار محرما فوق ثلاثة أيام ثم أبيح بقوله صلى الله عليه وسلم لما راجعوه فيه كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ مِنْ أَجْلِ الدَّافَّةِ وَقَدْ جَاءَ اللهُ بِالسَّعَةِ فَادَّخِرُوْا مَا بَدَا لَكُمْ رواه مسلم 

Artinya: “Peringatan: tidak makruh menyimpan daging kurban dan daging dam. Pekurban dianjurkan menyimpan sepertiga daging yang memang dialokasikan untuk dikonsumsi. Dulu penyimpanan daging melebihi tiga hari sempat diharamkan tetapi kemudian dibolehkan berdasarkan sabda Rasulullah saw ketika para sahabat kembali bertanya kepadanya, ‘Dulu memang kularang kalian menyimpannya karena tamu. Kini Allah memberikan kelapangan-Nya. Oleh karena itu, simpanlah daging yang telah jelas bagimu,’” (As-Syarbini, Mughnil Muhtaj ila Ma’rifati Ma’anil Minhaj, [Beirut, Darul Ma’rifah: 1997 M/1418 H], juz IV, halaman 388). 

Imam Rafi’i mengatakan, tamu yang dimaksud adalah sekelompok Badui yang memasuki Kota Madinah di masa Rasulullah. Mereka tidak berdaya oleh paceklik dan kelaparan yang mendera mereka di pedalaman. Tetapi ada ulama yang menafsirkan, kata “dāffah” adalah musibah yang melanda masyarakat. 

Dapat disimpulkan bahwa penyimpanan daging kurban sendiri tergantung pada pemerataan terutama sekali bagi orang-orang yang mengalami kesulitan pangan seperti Arab badui yang masuk ke dalam Kota Madinah untuk mendapatkan makanan. Wallahu a’lam

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya