Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia telah menerbitkan Rencana Perjalanan Haji (RPH) 1444 H/2023. RPH tersebut termasuk jadwal kepulangan jemaah haji ke Tanah Air.
Kepulangan jemaah haji Indonesia dibagi menjadi dua gelombang. Gelombang I dimulai pada 4 Juli 2023 dan gelombang II 19 Juli 2023.
Meski jadwal telah ditentukan, namun jemaah haji asal Indonesia dapat pulang lebih cepat (Tanazul). Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi telah memberikan kesempatan kepada jemaah untuk melakukan tanazul dengan beberapa syarat yang harus dipenuhi.
Advertisement
Baca Juga
“Tahun 2023, seiring dengan program pemerintah yang mencanangkan haji ramah lansia, PPIH memberikan prioritas kepada jemaah lansia terutama jemaah lansia risiko tinggi untuk dapat pulang ke Tanah Air lebih awal dari jadwal yang ditetapkan,” kata Koordinator Media Center Haji (MCH) PPIH Pusat Dodo Murtado dikutip dari laman Kemenag, Ahad (9/7/2023).
Dodo menjelaskan, ada dua cara untuk mengajukan Tanazul. Pertama, petugas PPIH Kloter atau PPIH Arab Saudi bisa menyampaikan beberapa nama jemaah haji yang akan ditanazulkan.
Pengajuan ini berdasarkan informasi dari tenaga kesehatan bahwa jemaah tersebut harus dipulangkan sesegera mungkin karena kondisi kesehatannya yang butuh penanganan intensif di Tanah Air.
“Kedua, jemaah haji bisa mengajukan secara tertulis kepada PPIH yang bertugas melakukan pelayanan kedatangan dan kepulangan di Daker Makkah maupuh Madinah dengan mencantumkan alasan tanazul tersebut. Selanjutnya, PPIH melakukan verifikasi apakah alasan tersebut cukup dijadikan sebagai dasar jemaah tersebut dapat ditanazulkan,” tuturnya.
Dodo mengimbau kepada jemaah haji yang akan pulang ke Tanah Air agar bersiap sebaik mungkin. Terutama menjaga kondisi kesehatan dengan makan yang teratur, menjaga asupan nutrisi, dan istirahat yang cukup.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Imbauan PPIH
Sebelum pulang ke Tanah Air, Juru Bicara Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Pusat, Akhmad Fauzin mengingatkan agar jemaah haji melaksanakan Tawaf Wada’. Tawaf Wada’ adalah tawaf perpisahan sebelum jemaah haji meninggalkan Makkah.
“Tawaf Wada’ hukumnya wajib. Bagi yang meninggalkan dikenakan dam menyembelih kambing (menurut Syafi’iyah, Hanafiyah, dan Hanabilah). Menurut Imam Malik, Dawud, dan Ibnu Munzir, Tawaf Wada’ hukumnya sunnah,” katanya dikutip dari laman Kemenag.
Fauzin menjelaskan, kewajiban Tawaf Wada’ gugur dan tidak dikenakan dam bagi jemaah wanita yang sedang haid/nifas, istihadlah, orang yang beser, anak kecil, orang yang fisiknya lemah, orang yang luka darah keluar terus, orang yang tertekan, dan orang yang tertinggal rombongan.
“Wanita haid cukup berdo’a di depan pintu Masjidil Haram ketika akan meninggalkan Makkah. Selanjutnya, jemaah haji lemah karena usia atau sakit sehingga mengalami kesulitan (masyaqqat) jika melaksanakan Tawaf Wada’,” jelas dia.
Lebih lanjut ia mengatakan, Tawaf Wada’ dapat disatukan dengan Tawaf Ifadah bagi jemaah haji dalam kondisi uzur seperti sakit yang menjadikannya sangat berat atau tidak memungkinkan melaksanakan keduanya secara terpisah. Kemudian jemaah yang masa tinggal di Makkah sangat terbatas karena harus segera pulang ke Tanah Air, khususnya jemaah haji gelombang pertama kloter awal
Fauzin mengimbau agar jemaah mematuhi ketentuan barang bawaan yang akan dibawa dalam kopernya. Ia menyebut Garuda Indonesia dan Saudia Airlines hanya akan mengangkut barang bawaan jemaah haji berupa tas paspor, koper kabin, dan koper bagasi sesuai standar yang diberikan dan berlogo maskapai.
“Jemaah haji Indonesia berhak membawa koper kabin dengan berat maksimal 7 kg, koper bagasi dengan berat maksimal 32 kg, dan tas paspor," sebutnya.
“Sesuai aturan penerbangan, barang-barang yang dilarang dibawa selama penerbangan, yaitu: barang yang mudah terbakar/ meledak, senjata api dan senjata tajam, gas, aerosol, dan cairan melebihi 100ml, uang lebih dari Rp100.000.000 atau SAR25.000, dan Air Zamzam,” imbuh dia.
Advertisement