Liputan6.com, Wonogiri - Jemaah Ustadz muda NU Muhammad Iqdam Kholid alias Gus Iqdam kali ini merupakan sosok yang unik dan langka.
Advertisement
Baca Juga
Advertisement
Pasalnya, selain profesinya menjadi seorang polisi ia juga merupakan seorang kiai. Nama Jemaah itu ialah Pak Eko yang berasal dari Wonogiri, Jawa Tengah.
Hal ini memang sangat jarang terjadi. Seorang perwira polisi sekaligus juga menjadi seorang kiai, terlebih lagi ia ternyata memiliki pondok pesantren.
Mengulas kisah inspiratif Pak Eko sang perwira polisi yang kiai, simak diskusinya dengan pengasuh Majelis Ta'lim Sabilu Taubah ini.
Simak Video Pilihan Ini:
Polisi sekaligus Kiai
Seperti biasanya Gus Iqdam memulai percakapannya dengan menanyakan lebih dulu namanya.
“Dikasih nama siapa mas?” tanya Gus Iqdam dikutip dari tanyangan YouTube Bintang Kehidupan 86, Kamis (2/10/2023).
“Gus…..,” sergah salah seorang jemaah yang wajahnya tidak tampak dalam tayangan ini.
“Eko,” jawabnya.
Gus Iqdam terkagum-kagum ketika mendapat bocoran dari seorang jemaahnya bahwa Mas Eko ini bukan hanya seorang polisi, melainkan juga seorang kiai.
“Mas Eko…Gus…Gus Eko..iya…,” jawab Gus Iqdam menanggapi obrolan jemaah yang duduk di belakang Mas Eko.
“Kyai malahan, kyainya Anda?” tanya Gus Iqdam penasaran
“Iya,” jawab jemaah yang berada di belakang Pak Eko
“Luh ini luh Ya Allah kiai Eko,” tutur Gus Iqdam penuh kekaguman.
“Mboten Gus,” jawab Eko merendah.
“Lah kulo isih Gus kok, njenengan sudah kiai kok,”
“Berarti ana harus hormat sama antum,” kelakar Gus Iqdam
“ha……….ha…….ha…..,” ramai tawa dan tepuk tangan para jemaah.
Advertisement
Miliki Pondok Pesantren
Sosok pak Eko, selain sebagai perwira polisi ia juga ternyata memiliki pondok pesantren.
“Gus, eh kyai Eko, sampeyan dari Wonogiri?” tanya Gus Iqdam.
“Iya dari Wonogiri, saya sangat suka ke Anda Gus,” jawab Pak Eko.
“Pribadi saya ini sama dengan Anda, sebenarnya pekerjaan saya ini polisi di Polres Wonogiri ,”
“Luh Polisi..!!!,” sahut Gus Iqdam.
“Nggih..,” jawab Pak Eko
“Polisi tapi punya pondok pesantren?”
“Iya Gus,” sahut para jemaah.
“Wah keren betul, berarti ini zero criminal ini..he.,” jawab Gus Iqdam.
Lantas Gus Iqdam pun menanyakan perihal model pondok pesantren pak Eko ini.
“Pondoknya itu pondok yang bagaimana, pondok putra-putri atau bagaimana?” tanya Gus Iqdam lagi.
“Njih putra-putri Gus,” jawabnya
Awal Mula Berdiri Pondok Pesantren Pak Eko
Gus Iqdam ingin mengorek lebih dalam kisah menarik pak Eko Ini. Gus Iqdam pun menanyakan periha awal mula berdirinya pondok pesantren miliknya.
“Bagaimana yi, njenengan koh bisa…njenengan itu polisi kok bisa punya pondok itu bagaimana ceritanya?”
“Saya ini asli Sragen," ucap Eko.
Dinas di Polres Wonogiri baru 14 tahun ini.
“Baru 14 tahun, wah sudah lumayan duitnya itu, Polres pisan,”
"Haa..ha…ha…..lama,” kembali ucapan Gus Iqdam membuat geerr para jemaah yang hadir
“Awal berdirinya pondok itu Gus tidak ada dalam angan-angan saya. Dulu mondok juga sama mbah Yai juga tidak boleh daftar polisi. Tapi ayah ibu saya menginginkan saya menjadi polisi," ucap Eko.
Pak Eko mulanya hanya ingin menanamkan karakter kepada anak-anak yang memiliki perilaku tidak sopan.
“Dalam perjalanan saya saya juga melihat ada anak-anak kok panggil orang tuanya kok, “heh Pak!” kisah pak Eko.
“Ya Allah, habis itu setelah saya dinas saya ajak mereka ngaji, “ayo nanti malam ngaji sama pak polisi cocok apa tidak?," kata pak Eko melanjutkan ceritanya.
Pak Eko mengajarkan kitab akhlak yang populer di kalangan pesantren seperti Kitab Akhlaq lil Bain dan Ala La.
“Alhamdulillah dari situ anak-anak mulai suka, tapi saya bukan mengajar Al-Qur’an, Ini kalau ngaji Al-Qur’an sama dengan TPA yang lain. Sama dengan Madrasah Diniyah yang lainnya. Lalu ngaji kitab akhlaq lil banin dengan kitab Ala la,” imbuhnya.
Advertisement
Didukung Pemdes dan Masyarakat
Ternyata dalam perjalanannya mengajar anak-anak mendapatkan respons yang baik dari para orang tua mereka. Bahkan kepala desa setempat akhirnya memberikan tanah wakaf kepada Pak Eko ini.
“Kitab itu saya terangkan ke anak-anak dan bapak ibu mereka itu gembira, dalam perjalanan setelah saya dinas itu saya mendatangi masjid-masjid untuk mengajar ngaji. Ketika itu belum ada mobil Gus, adanya motor etek-etek (butut—pen),” kisahnya.
“Habis itu sama kepala desanya dikasih tanah wakaf,” kata Eko melanjutkan ceritanya
“Ketika itu jemaahnya sampeyan berapa?” tanya Gus Iqdam.
“Baru 58 masjid,” jawabnya.
“Jadi mengajarnya di masjid-masjid?” tanya Gus Iqdam penasaran.
“Iya setelah dinas saya ngajar ngaji di masjid-masjid,” terang Pak Eko.
“Awalnya itu ada 7 santri Gus ikut saya,” ucapnya.
“Ikut sampeyan ke rumah,” timpal Gus Iqdam.
“Iya, trus akhirnya ikut mukim, ya itu…,” terang Pak Eko.
“Akhirnya di kasih tanah wakaf itu,” tanya Gus Iqdam
“Iya,” jawabnya.
Penulis: Khazim Mahrur/Madrasah Diniyah Nurul Huda 1 Cingebul