Liputan6.com, Jakarta - Pendiri NU Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari memiliki sejumlah guru. Barangkali Mbah Kholil Bangkalan adalah guru KH Hasyim Asy'ari yang paling terkenal.
Padahal, di luar itu masih ada guru-guru KH Hasyim Asy'ari yang juga sangat alim dan dikenal sebagai wali. Salah satunya adalah Mbah Thohir Bungkuk.
Advertisement
Baca Juga
Mengutip laman Tebuireng Initiative, Mbah Thohir Bungkuk merupakan menantu Mbah Chamimuddin, seorang prajurit Pangeran Diponegoro yang lari ke Jawa Timur pasca perang Jawa yang kemudian membabat alas di daerah Bungkuk, Singosari.
Baca Juga
Sedangkan Mbah Thohir Bungkuk sendiri berasal dari Bangil, Pasuruan dan masih memiliki trah Sunan Ampel.
Awal penyebutan istilah Bungkuk terjadi ketika Mbah Chamimuddin mengajarkan Islam di sini. Cara bersembahyang yang membungkuk, menyebar ke masyarakat sekitar.
"Cara bersembahyang yang demikian itu tentu saja aneh bagi masyarakat sekitar yang kala itu banyak menganut agama Hindu. Akhirnya pesantren ini terkenal dengan sebutan Pondok Bungkuk hingga saat ini. Bahkan nama jalan menuju ke pesantren pun dinamai jalan Bungkuk," demikian melansir tebuireng.co, Jumat (16/2/2024).
Seorang wali tentu memiliki guru yang tak kalah keramat. Sang wali, Mbah Hasyim berguru kepada Mbah Thohir Bungkuk yang diyakini juga seorang wali.
Lazimnya wali, Mbah Thohir Bungkuk memiliki berbagai karomah yang kisahnya masih populer di kalangan pesantren dan masyarakat. Berikut ini adalah karomah Mbah Thohir Bungkuk, mengutip sumber yang sama.
Simak Video Pilihan Ini:
Karomah-karomah Mbah Thohir Bungkuk
Bersumber dari tebuireng.co, sepeninggal Mbah Chamimuddin, Mbah Thohir berubah peran menjadi pengasuh atau pemimpin pesantren yang kharismatik dan disegani banyak pihak, termasuk Belanda. Perkembangan pesantren semakin pesat dan terkenal sampai ke berbagai wilayah di Indonesia.
Mbah Thohir terkenal cukup selektif dalam menerima calon santri yang akan belajar di Pondok Pesantren Bungkuk. Mbah Thohir memilih sendiri santrinya. Beliau meminta calon santrinya agar istikharah, sama seperti yang dilakukan juga oleh beliau.
Hasil istikharah inilah yang akan menentukan diterima atau tidak untuk belajar di Bungkuk. Tentu saja ini menjadi daya tarik khusus bagi para calon santrinya.
1. Keajaiban Jodoh dan Pernikahan
1. dikisahkan oleh KH Munsif, cucu mbah Thohir. Konon saat Mbah Chamimuddin mencarikan jodoh untuk putri bungsunya yang sudah baligh beliau meminta salah satu menantunya, Abdullah, tirakat selama 40 hari agar mendapat petunjuk dari Allah SWT. Juga ritual khusus di sebelah kanan bagian tiang Masjid, sisi timur laut.
Tirakat berupa puasa 40 hari ini berhasil. Harimau yang tampak pada istikharah Abdullah ternyata bukan sekadar bunga tidur.
Abdullah menyampaikan kepada Mbah Chamimuddin, bahwa dirinya melihat seekor Harimau yang berjalan dari arah utara. Lalu Mbah Chamimuddin memerintahkan Abdullah untuk mencarinya sampai ketemu.
Abdullah bergegas ke utara, naik kereta api. Sampai di Stasiun Bangil, Abdullah dihampiri seorang pemuda yang sedang membawa kitab. Mereka bersalaman, lalu berbincang-bincang, seolah sudah kenal lama. Padahal baru pertama ketemu.
Pemuda itu berkata, “Saya Thohir.”
“Mau kemana?” tanya Abdullah.
“Mau ke Singosari,” jawabnya singkat. Lalu keduanya pergi ke Singosari.
Rupanya keduanya telah berinteraksi sebelumnya melalui telepati. Keduanya ingin bertemu dan dengan izin Allah SWT, akhirnya mereka pun bertemu juga.
Sesampainya di Bungkuk, Thohir muda hanya mengelilingi Bungkuk dan berkata, “Saya sudah cocok.” Lalu dia langsung kembali ke Pasuruan, tanpa menemui Mbah Chamimuddin sama sekali. Agak unik.
Tidak lama, Thohir muda kembali lagi ke Singosari, menemui Abdullah. Baru kemudian Abdullah mengantarnya menemui Mbah Chamimuddin. Abdullah memperkenalkan Thohir muda kepada mertuanya.
Singkat cerita, akhirnya Thohir muda menikah dengan putri Mbah Chamimuddin yang bernama Siti Hindun Murtosiah. Dari pernikahan ini beliau dikaruniai anak, yaitu Fatma, Nawawi, Ummu Kultsum, Halimah, Zaenab, dan Nachrowi.
Advertisement
Melihat Ka'bah dan Ajak Padi Bertasbih
2. Melihat Ka'bah dari Masjid At-Thohiriyah
Sejak masjid at-Thohiriyah di Bungkuk berdiri, ada 4 pilar tiang penyangga yang terbuat dari kayu jati, masih utuh hingga sekarang. Tapi kondisi masjid sekarang sudah sangat bagus, tidak seperti awalnya. Ini karena mengalami 3 kali pemugaran.
Nah, dari masjid inilah, menurut cerita dari mulut ke mulut, Mbah Thohir bisa melihat Ka’bah. Barangkali saja dulu ini terjadi untuk menepis keraguan warga tentang arah kiblat apakah sudah benar-benar menghadap ke Ka’bah.
Inilah kisah yang jamak diketahui para santri dan warga masyarakat sekitar hingga sekarang. Kisah yang mirip dengan kisah Mbah Bolong yang ada di kompleks Makam Sunan Ampel Surabaya.
3. Mengajak Padi Bertasbih
Suatu ketika, hama wereng menyerang tanaman padi warga sekitar. Mbah Thohir pun tergerak untuk turun membantu. Tapi yang dilakukan beliau tak seperti umumnya warga.
Beliau berjalan mengelilingi sawah sambil mengajak padi-padi yang terserang hama itu untuk bertasbih kepada Allah SWT. Dengan izin Allah SWT, gagal panen pun terhindarkan.
4. Ruas Bambu Keluar Sapi
kisah karomah Mbah Thohir yang juga diluar nalar manusi. Kisah ini diutarakan oleh salah satu alumni Pondok Bungkuk, bahwa dirinya pernah memperoleh cerita tentang karomah Mbah Thohir.
Suatu ketika ada santri utusan dari Syaikhona Kholil Bangkalan yang berkunjung ke Bungkuk. Santri itu membawa pesan penting. Mbah Thohir memberinya sepotong ruas bambu, tapi syaratnya tidak boleh dibuka di perjalanan.
Santri utusan dari Bangkalan Madura itu bergegas pulang. Di perjalanan, dirinya penasaran. Singkat cerita, santri ini agak mbeling, dia membuka bumbung dari bambu itu.
Betapa kagetnya, seketika dari dalam bumbung itu keluar Sapi! Dirinya pun menceritakan hal tersebut ke banyak orang dan akhirnya cerita tersebut menyebar sampai sekarang. Entah benar atau tidak kisah ini, yang pasti layak menjadi renungan bahwa apapun itu pastilah datangnya dari Allah SWT.
Dan masih banyak lagi karomah-karomah Mbah Thohir Bungkuk yang lain, termasuk yang masyhur tentang suasana antusias masyarakat saat menyaksikan Mbah Thohir berangkat haji.
Masyarakat sekitar Singosari, bahkan hingga sepanjang perjalanan beliau sampai Surabaya, berjejal memenuhi jalan. Mereka ingin sekali menyaksikan langsung keberangkatan Mbah Thohir pergi haji.
Pergi haji, kala itu membutuhkan waktu berbulan-bulan. Jadi keberangkatan itu mengundang antusias warga dan membuat Belanda kalang kabut tak bisa mengatur warga yang berjubel. Terlepas dari semua itu, siapa yang menggerakkan hati semua orang untuk hadir? Tentu saja Allah SWT.
Advertisement