Mengejutkan, Alasan Gus Baha Tetap Ngaji Pakai Bahasa Jawa

Gus Baha diprotes kalau pengajian pakai bahasa Jawa, jawabannya mengejutkan, dan tetap memiliki dalil dan bersanad.

oleh Liputan6.com diperbarui 13 Apr 2024, 09:30 WIB
Diterbitkan 13 Apr 2024, 09:30 WIB
Gus Baha dan Mbah Moen
Kolase Gus Baha dan Mbah Moen. (Istimewa dan NU Online)

Liputan6.com, Jakarta - KH Ahmad Bahaudin Nursalim, atau akrab disapa Gus Baha merupakan sosok alim alamah asal Rembang Jawa Tengah. Gus satu ini juga dikenal dengan dakwahnya yang kental dengan bahasa Jawa.

Sementara, jemaahnya bukan hanya dari kalangan Jawa saja. Namun ia masih sering menyelipkan bahasa Jawa. Apakah tidak diprotes jemaahnya atau orang-orang?

Ternyata dalam sebuah kegiatan Daurah Ilmiah 'merawat tradisi sanad keilmuan ulama Nusantara' yang diisi oleh Gus Baha dan Habib Jindan bin Salim bin Jindan dan dihadiri ulama se-Banten dan Jabodetabek, Gus Baha menyampaikan argumentasinya.

Potongan video ini viral, salah satunya diunggah ulang oleh akun YouTube @khairazzaadittaqwa.

Dalam kesempatan tersebut, moderator sedikit komplain. "Alhamdulillah masih nyambut (pakai) bahasa Jawa juga walaupun di sini banyak orang Betawi yang gak ngerti," ungkap moderator yang diketahui bernama KH Jamaludin F Hasyim.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Ini Penjelasannya: Saya Kiai Jawa

Gus baha 23
KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha. (TikTok)

Seperti diketahui, Gus Baha dikenal banyak orang dengan kedalaman ilmu agamanya. Walaupun muhibin Gus Baha sudah menjangkau lintas suku dan daerah, tapi rangkaian kalimat yang diutarakan dalam ceramahnya sering menggunakan bahasa Jawa.

"Saya sering dikomplain orang, Gus Anda ini kiai nasional tolong pakai bahasa Indonesia. Justru ini bentuk tawadlu saya, kamu ndak pernah ngrasani dadi kiai," ungkap Gus Baha.

Dalam penjelasan singkatnya , ini alasan dirinya sering ceramah pakai bahasa Jawa karena merasa bahwa dirinya bukan kiai nasional.

Sebaliknya, ia malah merasa sebagai kiai lokal yang hanya dikenal oleh orang-orang di daerahnya sendiri, yaitu masyarakat Jawa.

"Jadi saya memakai bahasa Jawa itu, justru tawadlu saya. Saya merasa kiai ya di daerah saya, di komunitas saya, ndak merasa kiai global, kiai nasional," ujar rais Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini.

Dalam kesempatan itu Gus Baha juga berkisah jika para nabi, diberi tugas berdakwah dengan menyampaikan kebenaran wahyu ilahi melalui bahasa kaumnya.

"Nabi-nabi saja itu dulu 'idz qala liqaumihi', jadi hanya (di daerahnya). Terus akhirnya, (kata orang tadi) jenengan ngawur saja masih punya dalil katanya," tambah Gus Baha disambut tawa hadirin.

"Sebenarnya saya ndak mau berargumentasi. Supaya kamu tahu bahwa pilihan saya itu ada sanad. Itu saja," tandasnya.

Allah SWT Mengutus Rasul Menggunakan Bahasa Kaumnya

Ilustrasi Nabi dan Rasul
Ilustrasi Nabi dan Rasul (Photo created by pch.vector on freepik)

Menukil tafsir.learn-quran.co, dalam Surat Ibrahim Ayat 4,

وَمَآ أَرْسَلْنَا مِن رَّسُولٍ إِلَّا بِلِسَانِ قَوْمِهِۦ لِيُبَيِّنَ لَهُمْ ۖ فَيُضِلُّ ٱللَّهُ مَن يَشَآءُ وَيَهْدِى مَن يَشَآءُ ۚ وَهُوَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْحَكِيمُ

 Wa mā arsalnā mir rasụlin illā bilisāni qaumihī liyubayyina lahum, fa yuḍillullāhu may yasyā`u wa yahdī may yasyā`, wa huwal-'azīzul-ḥakīm

Artinya: Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Dialah Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.

Pendapat Ibnu Katsir, kami tidak mengutus seorang rasul pun melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Dialah Tuhan Yang Mahakuasa lagi Mahabijaksana.

Hal ini merupakan salah satu dari kelembutan Allah kepada makhluk-Nya, yaitu Dia mengutus kepada mereka rasul-rasul dari kalangan mereka sendiri yang berbahasa sama dengan mereka, agar mereka dapat memahami para rasul dan memahami risalah yang dibawa oleh para rasul itu.

Sehubungan dengan hal ini Imam Ahmad mengatakan: telah menceritakan kepada kami Waki', dari Umar ibnu Zar yang mengatakan bahwa Mujahid pernah meriwayatkan dari Abu Zar bahwa Rasulullah pernah bersabda: Tiadalah Allah mengutus seorang nabi melainkan dengan bahasa kaumnya.

Firman Allah: Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. (Ibrahim: 4) Yakni sesudah adanya penjelasan dan tegaknya hujah (bukti) terhadap mereka. Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dari jalan petunjuk, dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang benar. Dan Dialah Tuhan Yang Mahaperkasa. (Ibrahim: 4) Segala sesuatu yang Dia kehendaki pasti terjadi, dan segala sesuatu yang tidak Dia kehendaki pasti tidak terjadi.

lagi Mahabijaksana. (Ibrahim: 4) Allah Mahabijaksana dalam semua perbuatan-Nya. Maka Dia menyesatkan orang yang berhak disesatkan, dan memberi petunjuk kepada orang yang pantas mendapat petunjuk.

Demikianlah Sunnatullah pada makhluk-Nya, yakni tidak sekali-kali Allah mengutus seorang nabi untuk suatu umat melainkan nabi itu berbicara dengan bahasa mereka. Maka setiap nabi khusus menyampaikan risalahnya hanya kepada umatnya saja, bukan umat yang lainnya.

Tetapi Nabi Muhammad ibnu Abdullah mempunyai keistimewaan dengan keumuman risalahnya yang mencakup semua manusia. Di dalam kitab Sahihain disebutkan sebuah hadis melalui Jabir yang mengatakan bahwa Rasulullah pernah bersabda: Aku dianugerahi lima perkara yang belum pernah diberikan kepada seorang pun dari kalangan para nabi sebelumku, yaitu aku diberi pertolongan melalui rasa gentar yang mencekam (musuh) sejauh perjalanan satu bulan; bumi ini dijadikan bagiku masjid lagi menyucikan; ganimah (rampasan perang) dihalalkan bagiku, padahal ganimah belum pernah dihalalkan bagi seorang pun sebelumku; aku dianugerahi syafaat; dan dahulu nabi diutus hanya khusus kepada kaumnya, sedangkan aku diutus untuk seluruh umat manusia Hadis ini mempunyai banyak syawahid yang menguatkannya. Wallahu A'lam.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda Cingebul

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya