Fenomena Wanita Karier Suami Nganggur, Benarkah Tanda Kiamat Sudah Dekat?

Maraknya wanita karier seperti saat ini, apakah ini merupakan tanda kiamat sidah dekat?

oleh Liputan6.com diperbarui 29 Apr 2024, 08:30 WIB
Diterbitkan 29 Apr 2024, 08:30 WIB
Kasih Sayang dan Cinta itu Penuh Berkah
Ilustrasi Muslimah Credit: shutterstock.com

Liputan6.com, Jakarta - Saat ini, bukan hanya kaum lelaki saja yang bekerja untuk memberikan nafkah keluarganya. Namun banyak kaum wanita bekerja atau dikenal dengan istilah wanita karier.

Bahkan ada fenomena istri bekerja sementara suami pengangguran alias tidak bekerja. Jadi, beban nafkah tertumpu kepada seorang wanita atau istri. Namun apakah fenomena ini sebagai salah satu tanda-tanda kiamat?

Perihal tanda-tanda kiamat berdasarkan keterangan Al-Qur’an dan hadis sangat banyak. Tanda kiamat itu pun oleh para ulama dibagi menjadi dua, yakni tanda-tanda kecil (sughra) dan tanda-tanda besar (kubra).

Memang terdapat hadis yang menyebutkan bahwa salah satu tanda-tanda kiamat ialah maraknya perniagaan hingga kaum wanita membantunya untuk berdagang.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Lafal Hadisnya

Ilustrasi diri sendiri, bekerja, wanita karier, menulis catatan
Ilustrasi diri sendiri, bekerja, wanita karier, menulis catatan. (Image by benzoix on Freepik)

Menukil bincangsyariah.com, ada sebagian kalangan muslim yang memahami bahwa semakin banyak wanita karir itu tanda kiamat sudah dekat. Mereka memahami hal tersebut dari sebuah hadis dari sahabat Abdullah bin Mas’ud yang mendengar Rasulullah saw. bersabda,

بين يدَي الساعةِ تسليمُ الخاصَّةِ وفشوُ التجارةِ حتى تعينَ المرأةُ زوجَها على التجارةِ وتُقطعُ الأرحامُ

Menjelang hari Kiamat nanti akan terjadi: (1) pengucapan salam kepada orang tertentu saja (2) maraknya perniagaan hingga kaum wanita membantu suaminya berdagang (3) pemutusan hubungan tali silaturrahim, (4) munculnya persaksian palsu, dan (5) penyembunyian persaksian yang benar.” (HR.Ahmad dalam Musnad Ahmad dan Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad).

Secara validitas, hadis ini berkualitas hasan menurut Syekh Syu’aib al-Arnauth. Tapi bagaimanakah cara kita memahami hadis ini? Apakah hadis ini melarang wanita berkarir?

Bagaimana Memahami Hadis Tersebut?

Ilustrasi wanita karier
Tidak hanya dari sekolah teknik, semua orang dapat turut bekerja di sektor green jobs. (Foto: Pexels/Andrea Piacquadio)

Pertama, terjadinya sesuatu hal yang kemudian dikaitkan dengan kiamat itu tidak mesti sesuatu hal yang buruk. Nabi Muhammad wafat itu juga termasuk salah satu tanda kiamat kecil. Ini riwayatnya terdapat dalam Shahih al-Bukhari dari sahabat Auf bin Malik.

Begitu juga perempuan yang membantu suaminya berdagang atau mencari uang. Bahkan perempuan yang membantu ekonomi keluarganya itu mendapatkan dua pahala, pertama adalah pahala membantu beban suaminya, kedua pahala bersedekah pada keluarganya.

Kedua, secara fikih ini menunjukkan bahwa perempuan itu boleh bekerja dan memilih untuk berkarir. Dalam catatan sejarah Islam awal, tidak sedikit perempuan yang memilih untuk berkontribusi dalam dunia entrepreneur, pendidikan, dan kesehatan.

Istri Nabi ibunda Khadijah itu merupakan saudagar kaya. Zainab istri sahabat Abdullah bin Mas’ud juga saudagar kaya. Ibunda Aisyah juga merupakan perempuan intelektual. Ummu Sulaim, ibunda sahabat Anas bin Malik, merupakan perawat bagi para sahabat Nabi yang terluka.

Ketiga, ketika dalam hadis atau teks bahasa Arab mengatakan dekat itu bukan berarti besok atau lusa akan terjadi, bisa jadi berpuluh atau beratus tahun yang akan datang. Dalam bahasa Arab, sesuatu yang sudah terjadi itu akan dikatakan sesuatu yang sudah lama. Tapi sesuatu yang akan datang atau belum terjadi itu dikatakan dekat. Begitulah logika bahasa Arab yang diajarkan oleh para ahli bahasa Arab klasik.

Rambu-rambu Ketika Menjadi Wanita Karier

Ilustrasi wanita dewasa, wanita karier
Ilustrasi wanita dewasa, wanita karier. (Photo by Gustavo Fring from Pexels)

Menukil hidayatullah.com, akan tetapi, hadits di atas bisa juga memberikan isyarat lain tentang beratnya beban ekonomi yang harus dipikul oleh seorang kepala keluarga. Boleh jadi karena tanggungan anak-anak yang sangat banyak, atau suami sakit yang tidak mungkin untuk bekerja, atau suami sudah bekerja namun faktanya memang yang dihasilkan oleh suami sangat tidak mencukupi.

Pertama, hendaknya ia mendapat izin dari sang suami, sebab keridhaan suami sangat dibutuhkan untuk memperoleh keberkahan dalam bekerja. Kedua, hendaknya memilih pekerjaan yang sesuai dengan kodrat dan psikologi kaum wanita, sehingga kejiwaannya sebagai wanita tidak terkikis lantaran pengaruh pekerjaannya yang terlalu beraroma maskulin.

Ketiga, pastikan adab dan etika Islam tetap terjaga. Hindari sebisa mungkin pekerjaan yang beresiko ikhtilath, dan pastikan bahwa pekerjaan itu tidak terjerumus pada khalwat. Keempat, pekerjaan itu bukan hobi atau ekspresi kebebasan wanita, melainkan karena kebutuhan keluarga.

Atau karena keharusan mewariskan pekerjaan dunia wanita yang sangat dibutukan oleh muslimah lainnya. Atau karena kaum muslimin sangat membutuhkan profesi itu, semacam dokter wanita atau tenaga pengajar wanita untuk mendidik anak-anak kaum muslimin.

Kelima, pastikan bahwa pekerjaan itu tidak menghalanginya untuk melaksanakan tugas utamanya sebagai ibu rumah tangga yang punya kewajiban mendidik anak-anaknya dan melayani kebutuhan suaminya.

Jika kelima hal di atas dapat terpenuhi, dan jika mereka ikhlas mengerjakannya karena Allah semata, mudah-mudahan kaum wanita mendapatkan pahala yang berlipat ganda karena telah memikul tugas berat yang seharusnya menjadi tanggungjawab laki-laki. Wallahu a’lam bish shawab. 

Penulis : Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya