Liputan6.com, Jakarta - Berkurban menjadi salah satu ibadah sunnah yang dilakukan saat Idul Adha. Berkurban adalah ibadah menyembelih hewan qurban. Binatang yang boleh dikurbankan adalah hewan ternak, yakni sapi, unta, kambing, atau domba.
Dalam pelaksanaannya, tidak semua shohibul qurban bisa menyembelih hewan kurban. Alhasil, orang yang berkurban minta bantuan kepada ahlinya. Dibentuklah panitia kurban untuk mengurus hewan kurban tersebut.
Panitia kurban bertugas memilih hewan terbaik, menyembelih, sampai membagikan kepada orang yang berhak. Dengan begitu, shohibul qurban tidak perlu repot mengurus kurbannya.
Advertisement
Baca Juga
Namun demikian, ada saja panitia kurban yang mengambil daging kurban lebih dulu sebelum dibagikan. Bahkan, mereka juga memasaknya. Lantas, bagaimana hukumnya?
Terkait persoalan tersebut, dua ulama kharismatik Ustadz Abdul Somad (UAS) dan KH Yahya Zainul Ma’arif alias Buya Yahya menjelaskannya secara gamblang. Simak penjelasan UAS dan Buya Yahya berikut.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Penjelasan UAS
UAS mengatakan, pembentukan panitia kurban baru ada beberapa tahun terakhir. Sebab, di zaman nabi panitia semacam itu tidak ada.
“Zaman dulu orang Arab beternak. (Punya) kambing di belakang. Begitu dia (selesai) sholat (Idul Adha), dia ambil kambingnya, dia baringkan, dia potong, dia bagi tiga langsung. Dulu gitu,” tutur UAS, dikutip dari YouTube Bujang Hijrah, Ahad (16/6/2024).
“Sekarang kita gak punya ternak, kita sibuk. Maka, kita minta bantuan orang. Dibentuklah tim panitia kurban. Maka akadnya tiga. Yang punya kambing yang berkurban tak pernah ketemu. Maka di tengah ini ada panitia sebagai orang ketiga,” lanjut UAS.
Shohibul Qurban akan menyerahkan hewan kurbannya kepada panitia tersebut untuk disembelih dan dibagikan. Tidak sedikit mereka memberikan uang untuk kebutuhan biaya operasional.
“Maka panitia inilah nanti yang akan menyurveikan, membelikan, memotongkan, mendistribusikan, dan membagikan. Maka jadilah panitia yang amanah,” ujar UAS.
Namun, kata UAS, ada juga panitia yang lebih awal mengambil daging kurban dan memasaknya sebelum dibagikan. Kata UAS, daging kurbannya tergolong haram.
“Maka dibahas, itu daging pemiliknya tiga orang. Pekurban; keluarga, sahabat, tetangga, kerabat; dan fakir miskin. Status daging itu tak jelas belum dibagi. Maka kalau dimakan, haram,” jelas UAS.
Lantas, bagaimana cara menghalalkannya?
UAS memberikan solusi. Panitia menyampaikan jatah shohibul qurban. Kemudian ia meminta jatah tersebut untuk diambil oleh panitia dan dimasak. Ini berlaku bagi kurban sunnah, tidak untuk kurban wajib.
“Karena kalau kita sampai makan daging haram tadi, setiap daging di badan kita ini kalau tumbuh dari yang haram tempatnya api neraka jahannam,” tegas UAS.
Advertisement
Penjelasan Buya Yahya
Sementara itu, Buya Yahya menuturkan, mengambil daging kurban sebelum dibagikan tidak diperkenankan, kecuali itu sudah menjadi bagiannya. Panitia juga tidak boleh mengambil daging kurban yang seolah-olah menjadi upah menyembelih dan mengurusnya.
“Mengambil daging kurban sebelum dibagi tidak diperkenankan. Akan tetapi, hendaknya dipotong sebagai bagiannya. Itu bisa jadi seperti seolah-olah gaji yang menyembelih, gaji yang merawat. Jadi gak benar itu semuanya,” katanya, dikutip dari YouTube Buya Yahya.
“Jadi harus dipotong, diperkirakan itu adalah jatahnya dia. Lalu dikumpulkan kembali, boleh dimasak suka-suka,” tuturnya.
“Kecuali, yang memberikan adalah yang punya daging kurban, yang kurban sunnah. Sebab, kalau kurban sunnah boleh ambil sepertiga. Tapi, kalau sudah diserahkan, Anda sebagai wakil ga boleh. Minta izin dong ke yang bersangkutan (shohibul qurban). ‘Pak nanti saya masak dulu ya bagian jatah sepertigamu’,” jelas Buya Yahya.
Wallahu a’lam.