Liputan6.com, Jakarta - Ulama cerdas, KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) menyoroti isu sensitif terkait anak angkat dalam pandangan Islam.
Mengutip kanal YouTube @beneling296, ia menegaskan bahwa Islam memandang serius masalah menasabkan anak, yang bisa mempengaruhi sahnya pernikahan menurut hukum agama.
"Kenapa anak angkat dilarang oleh Islam? Kalau mau kasih sayang ya sudah berbuat baik saja, tapi nggak perlu ada anak angkat secara nasab karena apa?" ujar Gus Baha.
Advertisement
Gus Baha menjelaskan, "Sekali perempuan ini tadi ditulis misalnya binti Fathul Wahid, itu nanti di KUA itu dikira itu wali padahal hakikatnya tidak. Maka ketika ini menikahkan, menikahnya tidak sah."
Gus Baha menegaskan bahwa dinikahkan oleh orang yang bukan wali sah secara syar'i merupakan hal yang tidak dapat diterima menurut Islam.
Gus Baha juga menggambarkan kasus nyata yang pernah dihadapinya terkait anak angkat.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Kisah Nyata Adik Pacaran dengan Kakak Kandung
"Ini kisah nyata, beneran. Ada anak ini kuliah terus pacaran. Ternyata pacaran sama kakak kandungnya," ujar Gus Baha menjelaskan, menyoroti salah satu konsekuensi negatif dari praktik anak angkat yang tidak diatur dengan baik.
Kisah ini mengilustrasikan betapa kompleksnya masalah ini dalam praktik kehidupan sehari-hari.
"Jadi, itu ceritanya ada anak dari Bojonegoro, jadi anak angkat sama orang Jakarta. Singkat cerita, mereka berdua dewasa, kuliah, sampai pacaran. Ketika hendak menikah, prosesnya terhambat karena permasalahan menasabkan," lanjut Gus Baha.
Kisah nyata ini menunjukkan bagaimana aturan Islam yang melarang anak angkat dengan makna menasabkan dapat berdampak langsung dalam kehidupan masyarakat.
Gus Baha menegaskan bahwa Islam melarang anak angkat bukan karena masalah kasih sayang, tetapi lebih pada prinsip menasabkan yang jelas diatur dalam hukum syariat.
"Kalau dengan makna kasih sayang nggak apa-apa, tapi kalau dengan makna menasabkan nggak boleh," tegasnya.
Dalam konteks ini, Gus Baha mengajak umat Islam untuk lebih memahami dan mengimplementasikan nilai-nilai agama secara kaffah dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam hal-hal yang berkaitan dengan hukum dan syariat Islam.
Gus Baha menyatakan bahwa memahami dan mengamalkan ajaran Islam secara utuh dapat menghindarkan umat dari masalah-masalah yang berpotensi merusak kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
Advertisement
Hukum Anak Angkat dalam Islam
Menukil NU Online, menurut hukum Islam, status anak angkat adalah tidak sama dengan anak kandung. Hubungan antara orang tua angkat dan anak angkat hanyalah sebatas hubungan pengasuhan, bukan hubungan nasab. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT dalam Q.S al-Ahzab [33] ayat 4;
ْ ۚوَمَا جَعَلَ اَدْعِيَاۤءَكُمْ اَبْنَاۤءَكُمْۗ ذٰلِكُمْ قَوْلُكُمْ بِاَفْوَاهِكُمْ ۗوَاللّٰهُ يَقُوْلُ الْحَقَّ وَهُوَ يَهْدِى السَّبِيْلَ
Artinya; "Dan Dia pun tidak menjadikan anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataan di mulutmu saja. Allah mengatakan sesuatu yang hak dan Dia menunjukkan jalan (yang benar)."
Al-Wahidi dalam Tafsir al-Wasith, halaman 171 menjelaskan bahwa ayat ini menerangkan tentang anak angkat. Dalam Islam, anak angkat adalah orang yang mengaku sebagai anak dari orang lain, dan orang lain itu juga mengakuinya.
الأدعياء جمع الدعي، وهو الذي يدعي ابنا لغير أبيه، ويدعيه غير أبيه
Artinya; "Ad-da'iyya adalah jamak dari al-da'i, yaitu orang yang mengaku sebagai anak dari orang lain, dan anak tersebut juga mengakuinya [bahwa itu bukan ayah kandungnya]. "
Lebih lanjut, ayat ini turun untuk menjawab tuduhan orang-orang Yahudi dan munafik bahwa Rasulullah saw menikahi istri anaknya sendiri [Zaid bin Haritsah]. Tuduhan ini tidak benar karena meskipun Rasulullah SAW telah mengadopsi Zaid bin Haritsah, tetapi ia bukanlah anak kandungnya. Oleh karena itu, pernikahan Rasulullah SAW dengan Zainab binti Jahsy tidak melanggar syariat Islam.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul