Makna Kemerdekaan 17 Agustus Menurut Ustadz Adi Hidayat

Menurut Ustadz Adi Hidayat (UAH), kemerdekaan yang diraih Indonesia tidak lepas dari perjuangan para ulama dan rahmat Allah SWT.

oleh Muhamad Husni Tamami diperbarui 18 Agu 2024, 18:30 WIB
Diterbitkan 18 Agu 2024, 18:30 WIB
Ustaz Adi Hidayat
Ustadz Adi Hidayat (Instagram: @ustadzadihidayat)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945. Presiden Republik Indonesia pertama, Soekarno membacakan teks proklamasi kemerdekaan di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56.

Berita tentang kemerdekaan Indonesia disebarluaskan melalui radio ke berbagai penjuru daerah melalui ragam media, seperti telegram, surat kabar, hingga radio. Berita itu menjadi kabar baik bagi rakyat Indonesia yang sudah merindukan kemerdekaan.

Namun, Belanda kembali ke Indonesia pascakemerdekaan. Belanda ingin kembali menjajah Indonesia dan tak peduli dengan pembacaan proklamasi 17 Agustus 1945.

Pertempuran besar pun kembali terjadi di berbagai daerah. Pada akhirnya, Belanda mengakui kedaulatan Indonesia pada 27 Desember 1949. Belanda baru mengakui kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 pada 14 Juni 2023.

Kini, masyarakat Indonesia tak lagi dijajah secara militer. Tak harus takut ditembak ketika keluar dari rumah. Menurut Ustadz Adi Hidayat (UAH), kemerdekaan yang diraih Indonesia tidak lepas dari perjuangan para ulama dan rahmat Allah SWT.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

Kemerdekaan Merupakan Karunia Allah

Ustadz Adi Hidayat (UAH) mengisi kajian Islam di Uluu Camii Moskee, Utrecht. (Foto: Liputan6.com/Istimewa)
Ustadz Adi Hidayat (UAH) mengisi kajian Islam di Uluu Camii Moskee, Utrecht. (Foto: Liputan6.com/Istimewa)

“Teman-teman, proklamasi 17 Agustus tahun 1945 itu memiliki saham yang kuat dari pertemuan-pertemuan dan perjuangan ulama,” kata UAH dalam ceramahnya di Bandung yang ditayangkan AkhyarTV beberapa waktu lalu, dikutip dari YouTube Kajian Islam Podcast, Jumat (16/8/2024).

UAH mengatakan, kemerdekaan yang berhasil diraih Indonesia merupakan karunia dari Allah SWT. Bahkan, para pendiri bangsa mengabadikan kalimat Allah Yang Maha Kuasa dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ketiga tertulis, “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.”

“Jadi, keinginan luhur itu diletakkan di akhir setelah Allah Maha Kuasa, karena dari dulu itu punya keinginan luhur, pengen merdeka, tapi belum dapat. Siapa yang mempercepat keinginan luhur itu? Allah yang Maha Kuasa,” jelasnya.

Karunia Allah Menjadi Sila Ketuhanan

Ustadz Adi Hidayat (UAH). (YT Adi Hidayat Official)
Ustadz Adi Hidayat (UAH). (YT Adi Hidayat Official)

Lebih lanjut UAH mengatakan, karunia Allah SWT berupa kemerdekaan itu diturunkan menjadi salah satu sila dalam Pancasila, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa.

“Siapa Ketuhanan Yang Maha Esa itu? Dalam pengertian kita (muslim) Esa artinya adalah ahad. Qul huwallahu ahad," tutur UAH.

"Ditafsirkan dalam perlindungan negara (UUD 1945) Pasal 29 Ayat 1, negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Karena itu kalau di bumi Indonesia ada orang orang yang menolak ketuhanan sesungguhnya dia telah melanggar undang-undang,” lanjutnya.

Kemudian dalam Pasal 29 Ayat 2 disebutkan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing- masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

“Bagi kita pengajian adalah ibadah, sholat adalah ibadah, zakat adalah ibadah, ta’lim adalah ibadah. Ta'lim pun dilindungi undang-undang, ta'lim pun didukung oleh negara. Dan kalimat takbir pun itu adalah takbir yang tertuliskan dalam Undang-Undang Dasar kita,” bebernya.

“Jadi, kalau ada anak bangsa yang anti dengan kalimat takbir itu artinya anak bangsa yang tidak mengenal  perjuangan nenek moyang kita yang telah mewujudkan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” pungkas UAH. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya