Menurut Gus Baha Kebenaran Tak Tergantung Reputasi dan Moral, Analoginya Begini

Gus Baha tegaskan kebenaran itu objektif dan tidak tergantung siapa yang mengungkapkannya, ini penjelasannya secara rinci.

oleh Liputan6.com diperbarui 27 Agu 2024, 20:30 WIB
Diterbitkan 27 Agu 2024, 20:30 WIB
Gus Baha 2
KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha. (SS TikTok)

Liputan6.com, Jakarta - KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha menegaskan bahwa kebenaran tidak bergantung pada status sosial atau moral individu.

Menurutnya, kebenaran adalah sesuatu yang objektif dan tidak berubah, terlepas dari siapa yang mengucapkannya.

Baik seseorang memiliki status sosial tinggi, rendah, atau dianggap bermoral tinggi atau rendah, kebenaran tetaplah kebenaran.

Pandangan ini seperti dikutip dari video yang tayang di kanal YouTube @gusbahafansku2503. Dalam video tersebut, Gus Baha menjelaskan bahwa kebenaran tidak hanya bisa diungkapkan oleh orang-orang yang dianggap benar atau baik, melainkan merupakan sesuatu yang hakiki dan independen dari status moral seseorang.

Dikutip dari video tersebut, Gus Baha menekankan bahwa pandangannya ini merupakan bentuk penolakan terhadap kelompok-kelompok yang mensyaratkan bahwa hanya orang-orang yang suci dan tidak berdosa yang berhak menyampaikan kebenaran.

"Saya itu anti khawarij dan saya benci sekali sama khawarij yang mensyaratkan sahnya iman harus orang yang tidak boleh dosa," ujar Gus Baha.

Simak Video Pilihan Ini:

Begini Analogi Gus Baha

Ilustrasi kebaikan, membantu, menolong, peduli sesama
Ilustrasi kebaikan, membantu, menolong, peduli sesama. (Image by jcomp on Freepik)

Gus Baha memberikan analogi yang menekankan absurditas dari pandangan tersebut.

"Kalau kebenaran hanya boleh diomongkan oleh orang benar, berarti lonte (pelacur) tidak boleh ngomong siji tambah siji loro," jelasnya.

Dia menggunakan analogi ini untuk menunjukkan bahwa jika kebenaran hanya diizinkan untuk disampaikan oleh orang yang tidak berdosa, maka konsekuensinya akan sangat tidak logis.

Lebih lanjut, Gus Baha membandingkan pandangan tersebut dengan situasi lain. "Copet siji tambah siji kudu 15, koruptor siji tambah siji 13," ujar Gus Baha.

Dengan analogi ini, ia menunjukkan bahwa menganggap kebenaran hanya bisa diungkapkan oleh orang baik akan menghasilkan penilaian yang tidak konsisten dan tidak adil.

Gus Baha menegaskan bahwa kebenaran tetap kebenaran, terlepas dari siapa yang menyampaikannya. "Kebenaran adalah sesuatu yang hakiki dan tidak bergantung pada kualitas atau status orang yang mengatakannya," kata Gus Baha.

Sekali lagi ini menunjukkan bahwa kebenaran bersifat universal dan tidak terpengaruh oleh siapa yang menyampaikannya.

 

Kebenaran Tetap Kebenaran

Ilustrasi kitab Allah Swt.
Ilustrasi kitab Allah Swt. (Image by chandlervid85 on Freepik)

Dia juga menjelaskan bahwa meskipun seseorang memiliki perilaku buruk atau status sosial yang negatif, kebenaran tetap sah.

"Begitu juga kebenaran Allah Pangeran tidak bergantung pada siapa yang ngomong," ungkap Gus Baha.

Ini menggarisbawahi bahwa kebenaran Tuhan adalah mutlak dan tidak terpengaruh oleh kondisi manusia.

Gus Baha menambahkan bahwa kebenaran kalimat tauhid tetap sah, meskipun diucapkan oleh orang yang tidak sempurna.

"Koruptor, gentho, ahli maksiat itu urusan Allah, tapi tetap tauhid sah," tegasnya. Ini menunjukkan bahwa kebenaran kalimat tauhid adalah hal yang fundamental dan tidak tergantung pada moralitas individu.

Ia juga menekankan bahwa masalah hukuman atau konsekuensi bagi pelaku maksiat adalah urusan Tuhan. "Soal disiksa koruptor gento ahli maksiat itu urusan Allah, tapi tetap tauhid sah," kata Gus Baha.

Ini mengingatkan bahwa penilaian moral atau hukuman adalah hak prerogatif Tuhan, sedangkan kebenaran tetap tidak berubah.

Gus Baha menutup penjelasannya dengan menyatakan bahwa kebenaran tetap akan diakui dan diterima meskipun diucapkan oleh orang yang tidak sempurna.

"Makanya suatu saat mau dientas dari neraka untuk dimasukkan ke surga," ujarnya. Ini memberikan harapan bahwa meskipun seseorang memiliki kesalahan, kebenaran tetap dapat diterima oleh Allah.

Dalam pandangan Gus Baha, kebenaran harus dipahami sebagai sesuatu yang universal dan tidak terikat pada status moral individu.

"Kebenaran adalah sesuatu yang hakiki dan tidak bergantung pada koilnya atau siapa yang mengatakannya," jelasnya.

Ini menggarisbawahi pentingnya memandang kebenaran dari perspektif yang lebih luas dan tidak sempit.

Dengan penjelasan ini, Gus Baha berharap agar masyarakat dapat memahami bahwa kebenaran adalah sesuatu yang objektif dan tidak bergantung pada siapa yang mengungkapkannya.

"Kebenaran tetap kebenaran, tidak peduli siapa yang mengatakannya," pungkas Gus Baha.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya