Liputan6.com, Jakarta - Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang diadakan setiap tahunnya pada 12 Rabiul Awal mengingatkan umat Islam akan peristiwa hari kelahirannya Rasulullah SAW. Ya, berdasarkan pendapat populer, Nabi Muhammad SAW lahir pada Senin, 12 Rabiul Awal tahun Gajah.
Tahun kelahiran nabi tidak menggunakan angka sebagaimana umumnya, melainkan tahun Gajah. Mengapa demikian? Simak penjelasan lengkapnya.
Sebelum adanya Islam dan kalender Hijriah, masyarakat Arab menamai tahun berdasarkan kejadian. Misalnya, tahun Al-Fijar karena perang Fijar, tahun Sail Al-Arim karena banjir Arim, dan termasuk tahun Gajah.
Advertisement
Baca Juga
Disebut tahun Gajah karena merujuk peristiwa penyerangan pasukan gajah yang dipimpin oleh raja Abrahah terhadap Ka’bah. Menurut riwayat paling sahih, peristiwa ini terjadi pada Muharram, bertepatan dengan Februari tahun 570 M.
Tepat setelah 50 hari setelah itu, lahir Nabi Muhammad SAW.
Abrahah menyerang Ka’bah karena merasa iri dengan situs suci tersebut yang sering menjadi tujuan ibadah haji. Untuk menandingi Ka’bah, Abrahah pernah mendirikan al-Qullais di Shan’a di Yaman.
Alih-alih direspons baik, Abrahah malah mendapat celaan dari masyarakat. Dia pun semakin marah dan memutuskan mengerahkan pasukannya menghancurkan Ka’bah di Makkah.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Pasukan Abrahah Bergerak dari Yaman Menuju Makkah
Dalam perjalanan menuju Makkah, Abrahah yang berangkat dari Yaman beberapa kali sempat dihentikan oleh bangsawan dan pemuka suku. Namun, semuanya tak kuasa melawan kekuatan besar pasukan Abrahah.
Ketika tiba di batas kota, Abrahah menyuruh pasukannya merampas harta Bani Quraisy, termasuk ratusan unta milik kakek Nabi Muhammad SAW, Abdul Muthalib. Abrahah menyatakan kedatangannya bukan hendak berperang, melainkan menghancurkan Ka’bah.
Abdul Muthalib menyerukan penduduk Makkah mengungsi ke perbukitan karena kekuatan Bani Quraisy tidak sebanding dengan pasukan Abrahah. Di tempat pengungsian, Abdul Muthalib dan penduduk Makkah berdoa agar Allah SWT melindungi Ka’bah dan Abrahah beserta tentaranya dimusnahkan.
Dalam berbagai riwayat, Abdul Muthalib memegang rantai pintu Ka’bah sembari bersenandung:
لَاهُمَّ إِنَّ الْعَبْدَ يَمْنَعُ - رَحْلَهُ فَامْنَعْ حِلَالَكْ
لَا يَغْلِبَنَّ صَلِيبُهُمْ - وَمِحَالُهُمْ غَدْوًا مِحَالَكْ
إِنْ كَنْتَ تَارِكَهُمْ وَ - قِبْلتَنَا فَأَمْرٌ مَا بَدَا لَكْ
Artinya: “Bukan mereka, sesungguhnya ada hamba yang mencegah untanya, maka cegahlah tanah suci-Mu. Salib dan tipu daya mereka tidak dapat mengalahkan tipu daya-Mu esok. Jika Engkau hendak membiarkan mereka dan kiblat kami, perintahkanlah yang semestinya Engkau perintahkan.”
Advertisement
Pasukan Gajah Abrahah Binasa
Abdul Muthalib menyerahkan Ka’bah kepada Allah SWT. Ia berharap situs suci itu selamat dari penyerangan pasukan Abrahah.
Benar saja, ketika pasukan gajah yang dipimpin Abrahah hampir menyentuh Ka’bah, mereka tiba-tiba mogok tak maju-maju. Gajah yang dibawa oleh pasukan Abrahah selalu mundur seperti ingin kembali ke Yaman.
Tak lama kemudian, Allah SWT menurunkan burung Ababil yang menghancurkan pasukan gajah Abrahah. Masing-masing dari mereka membawa tiga butir batu kecil seukuran biji kacang, dua batu di kaki dan satu di paruh. Siapapun yang terkena batu tersebut langsung binasa.
Pasukan gajah Abrahah yang berniat menghancurkan Ka’bah binasa oleh batu-batu kecil yang menimpanya. Peristiwa ini diabadikan dalam Al-Qur’an surah Al-Fîl. Selain itu, peristiwa ini juga dijadikan sebagai nama tahun oleh masyarakat Arab.
Wallahu a’lam.