Kritik Pedas Gus Baha untuk Kiai atau Ustadz, Simak Baik-Baik

Gus Baha juga menekankan bahwa profesi sebagai ustadz atau kiai kini seringkali dipilih oleh mereka yang tidak memiliki pekerjaan tetap.

oleh Liputan6.com diperbarui 20 Okt 2024, 11:30 WIB
Diterbitkan 20 Okt 2024, 11:30 WIB
Gus Baha 1
KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha. (SS TikTok)

Liputan6.com, Jakarta - Fenomena kiai dan ustadz di Indonesia saat ini mengalami perubahan yang cukup signifikan. Banyak yang menilai bahwa semangat dan motivasi untuk menjadi seorang ulama tak lagi murni seperti dahulu.

KH Ahmad Bahauddin Nursalim, atau yang lebih dikenal sebagai Gus Baha, seorang ulama terkemuka dari Rembang, menyampaikan kritik tajam terhadap fenomena ini dalam sebuah tayangan video yang viral.

Gus Baha mengungkapkan keprihatinannya terhadap banyaknya orang yang ingin menjadi kiai, tetapi dengan motif yang kurang tulus.

"Dulu, seorang kiai adalah sosok yang saleh, alim, yang semata-mata ingin membagikan ilmu kepada orang lain," ujar Gus Baha. Namun, saat ini, dia mengamati banyak yang beralih menjadi kiai karena alasan yang berbeda.

Dalam sebuah video yang diunggah di kanal YouTube @zuhris, Gus Baha menyoroti bahwa saat ini banyak orang yang menjadi kiai hanya untuk mendapatkan gaji.

"Ada lowongan di yayasan, orang-orang pun mendaftar, karena mendengar kabar tentang gaji yang ditawarkan," ucapnya dengan nada prihatin. Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan mengenai keikhlasan dalam berdakwah.

Gus Baha juga menekankan bahwa profesi sebagai ustadz atau kiai kini seringkali dipilih oleh mereka yang tidak memiliki pekerjaan tetap. "Ada yang ingin jadi kiai karena gaji, padahal mental mereka sebetulnya bukan kiai," katanya.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Penilaian Gus Baha, Mereka Setengah Baik

Ilustrasi islam, syubhat (sumber: freepik)
Ilustrasi islam (sumber: freepik)

Menurut Gus Baha, meskipun menjadi ustadz atau kiai adalah profesi yang baik, jika motivasinya tidak tulus, maka esensi dari peran itu akan berkurang.

"Kalau ditanya baik atau tidak, saya bilang setengah baik. Ada sisi baiknya, tapi motifnya yang tidak tulus," tegasnya. Dalam pandangannya, motivasi yang murni sangat penting untuk menjaga keaslian peran seorang ulama.

Fenomena ini juga diperparah dengan semakin banyaknya informasi yang salah mengenai peran kiai.

"Sekarang ini, orang menganggap menjadi kiai adalah pilihan yang menjanjikan secara finansial," tambah Gus Baha. Hal ini tentu saja berpotensi mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap ulama dan mengubah pandangan mereka tentang dakwah yang seharusnya tulus.

Ketika banyak yang menjadi kiai dengan motivasi yang kurang tepat, kualitas pengajaran agama pun berisiko menurun. Gus Baha mengungkapkan kekhawatirannya, "Ada yang datang untuk mengajar, tetapi tidak memahami hakikatnya. Ini yang berbahaya."

Pesan di Balik Kritik

Ilustrasi Islam, Al-Qu'ran
Ilustrasi Islam, Al-Qu'ran. (Sumber: Pixabay)

Oleh sebab itu, diperlukan penilaian yang lebih selektif terhadap calon ulama di masa depan.

Kritik Gus Baha ini mengajak masyarakat untuk lebih bijak dalam memilih pemimpin agama. "Kita perlu kiai yang benar-benar tulus, yang berkomitmen untuk menuntun masyarakat ke arah yang benar," lanjutnya.

Pesan ini menjadi relevan, terutama bagi generasi muda yang sedang mencari panutan dalam kehidupan beragama di tengah berbagai perubahan zaman.

Dari diskusi ini, Gus Baha mengingatkan bahwa keikhlasan dalam menjalani peran sebagai kiai adalah hal yang sangat penting. "Mari kita kembali ke esensi menjadi ulama, yaitu berbagi ilmu dengan niat yang baik," tegasnya.

Ia berharap, dengan niat yang tulus, masyarakat dapat lebih memahami agama dengan baik dan tidak terjebak dalam motivasi materi semata.

Gus Baha juga menutup diskusinya dengan mengajak semua orang untuk merenungkan kembali niat dan motivasi mereka dalam menjalankan peran sebagai ulama. "Jadilah kiai yang benar-benar ingin berkontribusi untuk umat, bukan sekadar mencari gaji," ujarnya dengan penuh ketulusan. Pesan ini diharapkan dapat menjadi refleksi bagi para calon kiai maupun masyarakat umum.

Melalui sindiran yang disampaikannya, Gus Baha menekankan bahwa kualitas seorang ulama tidak hanya dinilai dari seberapa besar gaji yang mereka terima, tetapi dari keikhlasan dan kesungguhan mereka dalam menyebarkan ajaran agama. Ia mengingatkan bahwa seorang ulama yang benar-benar berkomitmen akan berusaha untuk mengabdi kepada umat tanpa pamrih.

Semoga dengan adanya kritik ini, para ulama di Indonesia, terutama generasi muda yang sedang meniti karir di dunia dakwah, dapat mengambil pelajaran. Gus Baha berharap, para ulama di masa depan mampu menjalankan peran mereka dengan penuh keikhlasan, sehingga dakwah yang disampaikan akan lebih berkualitas dan berdampak positif bagi masyarakat luas.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya