Bolehkah Lelaki Baik dan Sholeh Dijodohkan dengan yang Nakal, atau Sebaliknya? Simak Kata Gus Baha

Gus Baha juga menjelaskan bahwa keputusan untuk menikahi seseorang yang memiliki masa lalu yang kurang baik harus didasari oleh keyakinan. Jika seseorang yakin bisa membimbing pasangannya menjadi lebih baik, maka tak masalah untuk melanjutkan pernikahan tersebut.

oleh Liputan6.com diperbarui 30 Okt 2024, 08:30 WIB
Diterbitkan 30 Okt 2024, 08:30 WIB
Gus Baha AI
Gus Baha (TikTok)

Liputan6.com, Jakarta - KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha salah satu ulama ahli tafsir yang memiliki pengetahuan mendalam seputar Al-Qur'an, memberikan pandangan menarik soal perjodohan, khususnya tentang pasangan dengan latar belakang berbeda.

Banyak orang beranggapan bahwa orang baik seharusnya mendapatkan pasangan baik, begitu pula sebaliknya. Namun, menurut Gus Baha, hal ini tidak selalu demikian.

"Biasane wong nakal wong nakal, wong apik wong apik, tapi adate ngoten. Tapi yen takdir, ya akeh wae wong apik karo wong elek, wong elek karo wong apik," ucap Gus Baha dalam tayangan di kanal YouTube @PenaKitab-g4i.

Menurut Gus Baha, pola perjodohan seperti ini bahkan telah ada sejak zaman Nabi Muhammad. Ia menyebutkan, di masa itu pun ada wanita dengan latar belakang kurang baik yang menikah dengan pria soleh.

“Dadi ora iso terus saiki wong ra oleh rabi mantan wong nakal. Ora iso. Sebab, nek wis takdir, akeh wae wong apik sing oleh pasangan mantan wong nakal,” tambahnya.

Gus Baha juga menjelaskan bahwa keputusan untuk menikahi seseorang yang memiliki masa lalu yang kurang baik harus didasari oleh keyakinan. Jika seseorang yakin bisa membimbing pasangannya menjadi lebih baik, maka tak masalah untuk melanjutkan pernikahan tersebut.

Namun, jika merasa ragu, lebih baik dipikirkan kembali. “Nak koe yakin iso ngapiki, yo rabi. Tapi nak gak yakin potensi katut, yo ojo rabi,” pesan Gus Baha.

Simak Video Pilihan Ini:

Semua Orang Punya Potensi Berubah

Manfaat Puasa Daud Untuk Solusi Masalah Jodoh
Ilustrasi Pasangan Muslim Credit: shutterstock.com

Ia menekankan bahwa keputusan ini harus didasari oleh kesiapan mental dan tanggung jawab. Menurut Gus Baha, menikah dengan seseorang yang memiliki masa lalu berbeda membutuhkan kesabaran dan ketulusan.

"Mergo ngeten nggih, perlu kesabaran, ora mung kudu sabar nang kahanan, tapi ikhlas nampa apa anane pasangan," ujarnya.

Di sisi lain, Gus Baha juga menyebutkan bahwa setiap orang memiliki potensi untuk berubah. Dalam banyak kasus, perubahan tersebut sering kali bergantung pada dukungan dari pasangan serta lingkungan yang positif.

“Mulane, lingkungan iku penting. Yen lingkungane apik, insya Allah bakal terpengaruh,” katanya.

Lebih lanjut, Gus Baha mengingatkan agar tidak mudah menghakimi seseorang hanya berdasarkan masa lalunya. Menurutnya, setiap individu memiliki kesempatan untuk berubah menjadi lebih baik jika diberikan dukungan yang tepat.

“Jangan langsung nyalahke wong mung karena latar belakangnya. Wong sakjane kabeh duwe kesempatan kanggo dadi luwih apik,” jelasnya.

Gus Baha menambahkan bahwa niat dalam membangun pernikahan harus tulus, yakni untuk saling membimbing menuju kebaikan, bukan sekadar karena kepentingan pribadi. “Nikah iku ora mung masalah pribadi, tapi tanggung jawab sosial lan agama. Mulane kudu adil lan bijak,” imbuhnya.

Ia juga mengingatkan bahwa dalam pernikahan, komitmen untuk saling mendukung dan membimbing sangat penting. Setiap pasangan sebaiknya memiliki niat untuk saling membangun dan saling menguatkan dalam menjalani kehidupan bersama.

 

Banyak Kasus Orang Nakal jadi Baik

jodoh
Ilustrasi jodoh (foto: knewsletter.com)

Dalam kesempatan tersebut, Gus Baha juga menyampaikan bahwa Islam mengajarkan cinta dan kasih sayang yang tulus. Menurutnya, cinta dalam Islam adalah cinta yang membawa seseorang menuju jalan kebaikan.

"Cinta iku ora mung masalah roso, tapi niat kanggo nuntun marang kebaikan," tuturnya.

Gus Baha juga menyoroti bahwa fenomena ini, di mana pasangan memiliki latar belakang yang berbeda, seharusnya tidak menjadi masalah selama ada komitmen untuk saling mendukung. Ia menyebutkan bahwa pernikahan bukan hanya tentang masa lalu, melainkan tentang niat untuk masa depan.

Sebagai contoh, Gus Baha menceritakan bahwa ada banyak pasangan yang berhasil berubah menjadi lebih baik setelah menikah dengan seseorang yang memiliki iman yang kuat.

Ono akeh cerita, wong sing mantan nakal iso dadi wong apik mergo rabi karo wong sing taat. Iki sebab dheweke iso membimbing,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa pandangan masyarakat yang kaku tentang perjodohan seharusnya lebih terbuka dan fleksibel. Selama niatnya baik dan ada upaya untuk saling membina, pernikahan dapat berjalan dengan baik.

Gus Baha juga memberikan nasihat kepada mereka yang merasa ragu dalam menikahi seseorang yang berbeda latar belakang. Menurutnya, yang terpenting adalah ketulusan dan kesungguhan untuk berubah dan bertumbuh bersama.

Lebih dari itu, Gus Baha juga menekankan bahwa pasangan seharusnya saling menghargai perjalanan hidup masing-masing. Meskipun masa lalu tidak selalu mulus, setiap orang memiliki kesempatan untuk memperbaiki diri dan menjadi lebih baik di masa depan.

Ia menekankan bahwa dalam Islam, setiap individu memiliki nilai dan martabat yang tinggi. Sehingga, pernikahan seharusnya menjadi sarana untuk saling menghargai dan menguatkan.

Ora usah minder mergo masa lalu. Yang penting saiki niate arep dadi wong apik,” pesannya.

Pada akhirnya, Gus Baha menegaskan bahwa dalam pernikahan, yang terpenting adalah kesungguhan hati untuk saling membantu dan mengingatkan dalam kebaikan. Ia mengajak umat untuk tidak memandang rendah seseorang hanya karena masa lalunya.

Dengan pesan ini, Gus Baha berharap agar masyarakat lebih bijak dalam memandang perjodohan dan memberikan kesempatan kepada setiap orang untuk berubah. Sebab, pernikahan bukanlah sekadar ikatan fisik, tetapi juga tanggung jawab moral untuk saling mendukung dan mengarahkan satu sama lain.

Ia mengakhiri dengan menekankan bahwa pernikahan seharusnya menjadi sarana untuk mencapai kebahagiaan yang hakiki, bukan sekadar kebahagiaan sesaat. “Nikah iku dalan kanggo kebahagiaan sejati, bukan kebahagiaan sing sementara,” tutupnya.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya