Liputan6.com, Jakarta Surga adalah sebaik-baik tempat di akhirat yang penuh dengan kenikmatan. Surga diperuntukkan bagi hamba-hamba Allah SWT yang taat.
Terdapat kisah unik seputar wanita pertama yang masuk surga sebagaima dikisahkan oleh Rasulullah SAW. Rasulullah SAW menginformasikan seputar para wanita yang pertama masuk surga, selain ummul mukminin.
Advertisement
Uniknya, wanita ini ialah seorang wanita biasa yang boleh jadi tidak begitu tersohor. Meski demikian, ia memperoleh kedudukan terhormat di hari kiamat, bahkan setara dengan ummul mukminin.
Advertisement
Baca Juga
Beliau masuk surga untuk yang pertama kalinya sebagaimana Ummul Mukminin. Lantas siapa wanita itu yang mendapatkan keberuntungan yang besar tersebut? Simak ulasannya berikut ini.
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Sosok Wanita Pertama Masuk Surga selain Ummul Mukminin
Mengutip fimela.com, Rasulullah SAW menginformasikan perihal wanita selain Ummul Mukminin yang pertama kali masuk surga.
"Ya Rasulullah, beritahu padaku siapa wanita yang beruntung masuk surga untuk pertama kali selain Ummul Mukminin?" Ummul Mukminin sendiri merupakan wanita-wanita yang telah dijamin masuk surga. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah, "Pemuka wanita ahli surga ada empat. Ia adalah Maryam binti Imran, Fatimah binti Rasulullah SAW, Khadijah binti Khawailid dan Asiyah." (HR. Hakim dan Muslim).
Mendengar pertanyaan putrinya ini, Rasul pun menjawab bahwa wanita pertama yang masuk surga adalah seorang wanita mulia yang tinggal di pinggiran kota Madinah pada masanya. Wanita tersebut bernama Mutiah. Kepada Fatimah Rasulullah mengatakan, "Wahai Fatimah, jika engkau ingin mengetahui wanita pertama yang masuk surga selain Ummul Mukminin, ia adalah Ummu Mutiah."
Mengetahui jawaban sang ayah, Fatimah yang juga istri dari Khulafa'ur Rasyidin keempat yakni Ali bin Abi Thalib ini lantas penasaran dengan sosok Mutiah. Rasa penasarannya muncul karena selama ini ia tak mengenal sosok Mutiah. Rasa penasaran ini juga muncul karena ia menyadari bahwa ternyata bukan dirinya yang masuk surga untuk pertama kali. Padahal, selama ini ia telah menjalankan ibadahnya dengan baik, patuh pada suami dan ia juga merupakan putri dari Rasulullah Muhammad SAW.
Untuk memenuhi rasa penasaran yang bergejolak dalam hati, Fatimah pun mencari rumah Mutiah dan hendak berkunjung ke sana. Setelah melakukan pencarian yang cukup lama, akhirnya ia menemukan rumah Mutiah. Diketuklah pintu rumah wanita itu oleh Fatimah sembari mengucap salam. Dari dalam rumah terdengar suara, "Siapakah yang ada di luar tersebut?" Fatimah menjawab, "Aku Fatimah, putri Rasulullah.
Mendengar jawaban Fatimah, Mutiah tidak lantas membuka pintu. Selanjutnya ia bertanya, "Ada keperluan apa". Fatimah kembali menjawab, "Hendak bersilaturakhim saja." Dari dalam rumah Mutiah kembali bertanya, "Kamu datang seorang diri atau bersama dengan orang lain?". "Aku bersama putraku Hasan." Jawab Fatimah.
Mengetahui Fatimah bersama Hasan, Mutiah lantas mengatakan, "Maaf, aku tidak bisa membukakan pintu untukmu. Aku belum minta izin pada suamiku akan kedatangan tamu laki-laki di rumahku. Sebaiknya kamu pulang dan kembali esok hari. Aku akan meminta izin kau bersama Hasan saat datang kemari." Mendengar pernyataan Mutiah, Fatimah pun berkata dengan sabar, "Tapi Hasan adalah anakku. Ia juga masih kecil." "Walau anak-anak, Hasan tetaplah lelaki. Kembalilah esok hari saat aku sudah meminta izin dari suamiku untuknya." Ungkap Mutiah.
Advertisement
Menjaga Kehormatan dan Sangat Patuh Kepada Suami
Masih penasaran dengan sosok Mutiah dan amalan yang dilakukannya, Esok hari Fatimah kembali berkunjung ke rumah Mutiah. Pintu rumah wanita tersebut kembali diketuk disusul dengan salam. Sayang, hari itu Fatimah kembali ditolak bertamu oleh Mutiah. Penolakan ini tentu bukan tanpa alasan. Fatimah hari itu datang bersama kedua anaknya, Hasan dan Husein. Mendengar Fatimah bersama satu orang laki-laki lain yang belum dimintakan izin kepada suami, Mutiah lantas menolak kedatangan Fatimah dan menyuruhnya datang kembali hari esoknya.
Di hari ketiga, Fatimah berkunjung ke rumah Mutiah saat sore hari. Akhirnya, ia pun bisa diterima dengan baik dan diizinkan masuk oleh Mutiah. Alangkah terkejutnya Fatimah melihat sopan santun dan kepatuhan Mutiah pada sang suami. Saat itu, Mutiah juga sedang mengenakan pakaian terbaiknya dengan aroma tubuh yang wangi. Wanita tersebut mengatakan ia akan menyambut kedatangan suami yang sebentar lagi akan pulang dari kerja. Rumahnya yang sederhana juga terlihat sangat bersih dan nyaman.
Kekaguman Fatimah tidak berakhir sampai di situ saja, putri Rasulullah ini juga terkagum di hari keempat saat ia kembali berkunjung ke rumah Mutiah saat suaminya sudah pulang dari kerja. Mutiah begitu peduli pada suaminya. Ia telah menyiapkan air mandi untuk sang suami, pakaian ganti dan makanan yang ia masak sendiri di meja makan. Saat sang suami telah sampai rumah, Mutiah menemaninya pergi ke kamar mandi dan membantu sang suami membersihkan tubuhnya.
Selesai mandi, Mutiah menemani suaminya makan. Saat makan inilah, Fatimah kembali dibuat kagum oleh Mutiah. Di samping suaminya yang sedang makan, Mutiah membawa sebuah cambuk. Ia lantas mengatakan pada suaminya untuk memakai cambuk tersebut untuk memukul tubuhnya jika saja masakan yang ia buat tidak disukai oleh suaminya. Mengetahui apa yang dilakukan Mutiah, Fatimah pun menangis haru sekaligus bahagia. Ia akhirnya bisa belajar banyak tentang sebagaimana mestinya menjadi seorang istri yang shalihah.
Pada diri Mutiah, Fatimah akhirnya tahu bahwa seorang istri shalihah dan taat serta selalu mengharap ridho suami adalah seorang wanita yang pantas memasuki pintu surga terlebih dahulu. Ladies, tentunya ada banyak hal yang bisa kita ambil dari kisah ini. Dan hal yang terpenting adalah bagaimana semestinya istri yang baik berlaku pada suaminya.
Jika memang kita para wanita menginginkan surgaNya, sangat dianjurkan untuk kita semua agar menjadi istri yang taat dan selalu mengharap ridho suami dalam segala kebaikan. Semoga kisah ini bisa menginspirasi dan kita semua bisa mengambil hikmah yang ada di dalamnya. Selamat menjalankan ibadah puasa bagi yang menjalankan. Semoga di hari raya yang fitri nanti, kita semua bisa kembali ke fitrah kita masing-masing.
Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul