Liputan6.com, Cilacap - Rais Syuriyah PBNU KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) membeberkan pemahaman keliru seputar peristiwa dahsyat di bulan Rajab, yakni Isra Mi’raj.
Lebih dalam, santri kinasih Mbah Moen ini menegaskan bahwa pemahaman keliru seputar peristiwa Isra dan Mi’raj ini tak main-main sebab menyebabkan tauhid seseorang ini rusak.
Advertisement
Adapun pemahaman keliru yang dimaksud berkaitan dengan kewajiban sholat yang disyariatkan bagi umat Islam itu awalnya 50 kali bukan 5 kali.
Advertisement
Baca Juga
Sebagaimana riwayat masyhur memang semula yang disyariatkan ialah sholat 50 kali dalam sehari. Namun setelah Rasulullah SAW bertemu Nabi Musa yang mempertimbangkan banyaknya rakaat itu, maka Rasulullah pun meminta keringanan kepada Allah SWT dan akhirnya sholat wajib hanya 5 kali sehari.
Simak Video Pilihan Ini:
Tak Boleh Berpandangan Seperti Ini
Umat Islam tidak boleh keliru saat memahami jumlah sholat yang semula 50 waktu berkurang menjadi 5 waktu dalam peristiwa Isra Mi'raj itu.
"Jadi kamu tidak boleh punya keyakinan, sebetulnya Allah itu dari awal ngotot ingin membuat sholat lima puluh waktu. Setelah melihat Nabi, menjadi tidak tega, berkurang jadi lima waktu," jelasnya seperti dikutip dari tayangan Youtube Santri Gayeng, Sabtu (26/01/2025).
Menurut Gus Baha, pikiran yang mengatakan bahwa Allah memberikan keringanan jumlah sholat setelah ada usulan dari Nabi Muhammad SAW itu bisa akidah atau tauhid.
Namun, yang benar secara ilmu tauhid, sebetulnya dari awal Allah menghendaki lima puluh waktu dulu, tapi pada hakikatnya, pada praktiknya hanya lima waktu yang akan diberlakukan.
"Setelah Nabi Muhammad bertemu Allah, kemudian Allah mewajibkan kepada Nabi dan umatnya untuk melakukan shalat lima puluh waktu. Kemudian turun anugerah Allah, maka akhirnya dikurangi hingga tinggal lima waktu yang wajib dikerjakan," kata Gus Baha.
Advertisement
Tidak Boleh Berpikiran Seperti Ini
Lebih dalam Gus Baha menegaskan, bahwa seseorang tidak boleh berpikiran jika Allah SWT mempunyai pertimbangan ulang setelah bertemu Nabi Muhammad. Ini sama saja mengatakan bahwa ilmunya Allah sesuatu yang baru.
Hal ini tentu tidak boleh dalam ilmu tauhid, karena sifat-sifat tersebut bukan sifat Tuhan melainkan sifatnya makhluk.
"Tidak boleh mengatakan Allah mengevaluasi ulang, akhirnya menjadi lima waktu. Keyakinan seperti ini tidak boleh. Karena menunjukkan ilmu Allah sesuatu yang baru. Allah jadi tahu setelah banyak evaluasi," kata santri kinasih Mbah Moen.
Keyakinan yang harus dipegang, kata Gus Baha, Allah dengan sifat ilmunya sudah tahu sebelum adanya pertemuan dengan Nabi Muhammad. Allah itu tahu sebelum adanya evaluasi dan tidak butuh evaluasi. Jadi, lanjut Gus Baha, sejak awal peristiwa Isra Mi'raj, Allah sudah tahu kejadiannya akan demikian.
Seperti peristiwa saran dari Nabi Musa yang meminta Nabi Muhammad kembali menemui Allah, supaya mengurangi waktu shalat. Allah juga tahu, imbuh Gus Baha, peristiwa Isra Miraj akan dibenarkan oleh Abu Bakar dan setiap orang yang memiliki akal dan pemikiran yang segar, lalu diingkari oleh kafir Quraisy.
"Peristiwa ini seperti yang telah dikehendaki Allah pada zaman azali dahulu. Namun, meskipun lima waktu, pahalanya tidak berkurang dari shalat lima puluh waktu," jelas Gus Baha.
Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul