Liputan6.com, Jakarta - Peristiwa Isra Mi'raj Nabi Muhammad SAW menjadi salah satu perjalanan spiritual yang agung dalam Islam. Namun, ada sisi dari Isra Mi'raj yang jarang dibahas secara mendalam.
KH Ahmad Bahauddin Nursalim, atau Gus Baha menjelaskan bagaimana peristiwa Mi'raj memperlihatkan keagungan sholat dan nilai ketawadhuan Nabi Muhammad SAW.
Advertisement
"Ketika Mi'raj, Nabi bertemu Allah. Nabi maju, dan Jibril seharusnya ikut. Tapi Jibril berkata, 'Maqom saya sampai sini. Kelas saya hanya sampai sini saja,'" jelas Gus Baha.
Advertisement
Pernyataan tersebut disampaikan dalam sebuah video di kanal YouTube @takmiralmukmin. Gus Baha menekankan bahwa ada pelajaran besar dalam dialog antara Nabi Muhammad SAW dan Malaikat Jibril dalam perjalanan tersebut.
Gus Baha mengisahkan, Nabi Muhammad meminta Malaikat Jibril untuk menemaninya. Namun, Jibril tidak mampu melanjutkan perjalanan lebih jauh karena keterbatasan maqamnya. Bahkan, dalam beberapa riwayat, Jibril sampai kehilangan kesadaran karena tidak mampu menanggung keagungan perjalanan tersebut.
Ketika Nabi Muhammad SAW melanjutkan perjalanan sendiri dan masuk ke hadirat Allah, ia menyampaikan kalimat yang penuh makna, "Attahiyatul mubaarakatush shalawaatuth thayyibaatulillaahi." Kalimat ini, menurut Gus Baha, berarti semua kehormatan, kebaikan, dan kesucian hanya milik Allah Taala.
Baca Juga
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Percakapan yang Menunjukkan Bahwa Nabi Tidak Egois
Allah pun menjawab dengan memberikan salam kepada Nabi Muhammad SAW, "Assalaamu 'alaika ayyuhan-nabiyyu wa rahmatullaahi wa barakaatuhu." Salam tersebut menjadi bukti betapa besar penghormatan Allah kepada Nabi Muhammad.
Namun, Gus Baha menyoroti sikap Nabi Muhammad SAW yang tidak egois. Dalam momen mulia itu, Nabi tidak hanya memikirkan dirinya sendiri. Nabi kemudian mengucapkan, "Assalaamu 'alainaa wa 'alaa 'ibaadillaahish-shaalihiina," yang bermakna salam keselamatan tidak hanya untuk dirinya, tetapi juga untuk seluruh hamba Allah yang saleh.
Menurut Gus Baha, sikap Nabi Muhammad ini menunjukkan mentalitas yang luar biasa. Nabi selalu ingin kebaikan dan rahmat Allah dirasakan oleh semua orang. "Sikap ini adalah cerminan dari sifat rahmatan lil alamin yang melekat pada Nabi Muhammad SAW," tegasnya.
Melihat kebesaran hati Nabi Muhammad SAW, para malaikat pun bersaksi dengan mengucapkan syahadat, "Asyhadu an laa ilaaha illallaahu wa asyhadu anna Muhammadar Rasuulullaahi." Kesaksian ini, menurut Gus Baha, adalah puncak dari pengakuan terhadap keesaan Allah dan kerasulan Muhammad.
Gus Baha menjelaskan bahwa syahadat tidak hanya sebatas pengakuan lisan. Syahadat lahir dari kesadaran mendalam bahwa rahmat Allah harus dirasakan oleh semua makhluk. Nabi Muhammad SAW adalah contoh sempurna dalam menunjukkan hal ini.
Dalam kajian tersebut, Gus Baha juga menyinggung bagaimana peristiwa Mikraj menjadi dasar penting dalam sholat. "Kalimat-kalimat dalam sholat itu adalah cerminan dari dialog antara Nabi dan Allah saat Mikraj," katanya.
Ia mengajak umat Islam untuk merenungkan makna setiap bacaan dalam sholat. Bacaan tersebut bukan hanya rangkaian kata, melainkan memiliki sejarah spiritual yang sangat mendalam.
Advertisement
Sholat juga Mengingat Pertemuan Agung Nabi Muhammad SAW dengan Allah SWT
Menurut Gus Baha, sholat adalah momen untuk mengingat pertemuan agung antara Nabi Muhammad SAW dan Allah. Dengan memahami maknanya, sholat tidak lagi menjadi beban, tetapi menjadi sarana mendekatkan diri kepada Allah.
Ia juga menegaskan bahwa sikap Nabi Muhammad yang tidak egois harus menjadi teladan bagi umat Islam. "Jika Nabi saja selalu memikirkan umatnya, kita sebagai pengikutnya seharusnya meniru sifat tersebut," ujarnya.
Gus Baha menutup kajian tersebut dengan pesan penting bahwa sholat bukan sekadar kewajiban, tetapi juga anugerah besar dari Allah. Melalui sholat, manusia diajak untuk selalu mengingat Allah dan bersyukur atas rahmat-Nya.
Ia mengingatkan bahwa setiap muslim memiliki tanggung jawab untuk menjaga sholatnya. Sholat bukan hanya tentang hubungan pribadi dengan Allah, tetapi juga membawa dampak positif dalam kehidupan bermasyarakat.
Dalam perspektif Gus Baha, sholat adalah sarana untuk membangun kepekaan sosial. Ketika seseorang benar-benar memahami makna sholat, ia akan memiliki rasa empati yang tinggi terhadap orang lain.
Pesan ini sangat relevan di tengah kehidupan modern yang sering kali penuh dengan egoisme. Dengan meneladani sikap Nabi Muhammad SAW, umat Islam dapat menjadi pribadi yang lebih peduli dan berkontribusi bagi kebaikan bersama.
Melalui kajian ini, Gus Baha mengingatkan bahwa peristiwa Mikraj bukan hanya sejarah, tetapi juga pelajaran berharga bagi umat Islam. Mikraj mengajarkan pentingnya hubungan dengan Allah sekaligus tanggung jawab terhadap sesama manusia.
Dengan penjelasan yang sederhana namun mendalam, Gus Baha berhasil membuka pemahaman baru tentang Mikraj. Ia mengajak umat Islam untuk menjadikan peristiwa ini sebagai inspirasi dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul