Hikayat Malioboro, Pusat Perdagangan Berusia 300 Tahun di Yogyakarta

Sejarah Malioboro sebagai pusat perdagangan sudah ada sejak tiga abad silam

oleh Liputan6.com diperbarui 27 Jan 2022, 10:00 WIB
Diterbitkan 27 Jan 2022, 10:00 WIB
Ilustrasi Jalan Malioboro, Yogyakarta
Ilustrasi Jalan Malioboro, Yogyakarta. (Photo by Agto Nugroho on Unsplash)

Liputan6.com, Yogyakarta - Sejarah Malioboro sebagai pusat perdagangan sudah ada sejak tiga abad silam. Banyak orang, termasuk pedagang kaki lima yang menggantungkan hidup di sepanjang jalan ini. Jalan Malioboro juga menjadi saksi bisu perjalanan situasi politik masa lampau hingga sekarang.

Dikutip dari berbagai sumber, munculnya pedagang kaki lima atau PKL disepanjang jalan Malioboro tidak lepas dari pengaruh Patih Danureja.

Abdi dalem Patih Danureja merupakan orang pertama yang membuka usaha di Jalan Malioboro pada abad ke-18.  Kemudian disusul ramainya kawasan pecinan Kampung Ketandan sebagai sentra ekonomi masyarakat Tionghoa di Yogyakarta.

Patih Danureja memberikan izin kepada abdi dalem untuk membuka warung di kawasan Jalan Malioboro Yogyakarta. Kemudian pedagang di Malioboro berkembang setelah Perang Diponegoro dan terus meningkat sampai awal abad ke-20.

Kini Malioboro tumbuh menjadi jantung kota Yogyakarta, dan sekaligus sebagai pusat perekonomian. Kemunculan para PKL Malioboro didasari dari pemahaman masyarakat bahwa Jalan Malioboro adalah pusat perekonomian atau pasar, sehingga siapa saja datang untuk berniaga.

Karena tidak semua orang memiliki lahan dan toko di Jalan Malioboro, para pedagang memanfaatkan sejumlah ruang sempit di sepanjang Jalan Malioboro dengan membuat lapak.

(Tifani)

Saksikan video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya