Kisah Perjuangan Isa Ansori, Penyelamat 78 Mata Air di Pemalang Jateng

Di usianya yang senja, Isa Ansori masih gigih naik turun gunung dan keluar masuk hutan di wilayah Kecamatan Belik, Kabupaten Pemalang, untuk melakukan penyelamatan lingkungan hidup, terutama mata air sehingga ia diganjar Kalpataru

oleh Liputan6.com diperbarui 07 Jul 2022, 12:00 WIB
Diterbitkan 07 Jul 2022, 12:00 WIB
Isa Ansori, penyelamat mata air Pemalang selatan, Jawa Tengah. (Foto: Liputan6.com/Pemprov Jateng)
Isa Ansori, penyelamat mata air Pemalang selatan, Jawa Tengah. (Foto: Liputan6.com/Pemprov Jateng)

Liputan6.com, Pemalang - Bagi warga Pemalang, Jawa Tengah, barangkali nama Isa Ansori masih terdengar asing. Namun, nama ini mendadak banyak dibicarakan usai menerima penghargaan Kalpataru.

Tentu tak sembarang orang bisa memperoleh penghargaan ini. Kalpataru adalah penghargaan untuk orang-orang yang mendedikasikan hidupnya untuk alam.

Di usianya yang sudah tak muda lagi, Isa Ansori masih gigih naik turun gunung dan keluar masuk hutan di wilayah Kecamatan Belik, Kabupaten Pemalang, untuk melakukan penyelamatan lingkungan hidup. Dari kegigihannya itu, 78 titik sumber mata air terselamatkan, dan warga di tiga desa terpenuhi kebutuhan air bersih.

Isa Ansori yang kini berusia 58 tahun itu telah mulai merawat hutan sejak 1990 silam, dengan membentuk Komunitas Pecinta Alam Shabawana. Melalui komunitas itu, ia aktif melakukan konservasi hutan di wilayah Kecamatan Belik, atau Pemalang selatan.

Tak heran, jika pria kelahiran 1 Mei 1964 itu beberapa kali mendapat penghargaan terkait lingkungan hidup, dan yang terakhir adalah Penghargaan Kalpataru sebagai perintis, pengabdi, penyelamat dan pembina lingkungan hidup 2022 oleh Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo.

Isa bercerita, wilayah Pemalang selatan mengalami degradasi hutan pada pertengahan 1990-an, yang mengakibatkan kelangkaan air bersih. Warga terpaksa membayar untuk mendapatkan pasokan air bersih. Dari keprihatinan itulah Isa memilih keluar masuk hutan dan naik turun gunung, untuk mendapatkan titik sumber mata air.

“Pertama mendirikan Komunitas Pecinta Aalam Shabawana, itu embrio pecinta alam di Pemalang, dibantu juga sebagian kelompok tani hutan. Yang pertama ke wilayah terdekat sumber ada gak sih, baru saya ke lokasi observasi ke lapangan, lalu dilakukan untuk penananam pohon,” kata Isa Ansori, dikutip dari laman Pemprov Jateng, Selasa (5/7/2022).

 

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

Karet Kebo dan Beringin

Hal itu dilakukan sejak 1990, karena di wilayahnya mulai sering mengalami kekeringan. Warga kesulitan mendapatkan air bersih bahkan sampai kurun waktu empat sampai sembilan bulan, terutama di musim kemarau.

“Saat itu, sekitar 80 persen warga beli air. Mulai 1990 itu intens melakukan penyelamatan sumber mata air sampai sekarang,” tuturnya.

Penyelamatan dilakukan dengan cara, mencari titik sumber mata air kemudian dilakukan penanaman pohon yang memiliki fungsi serapan air tinggi, seperti pohon karet kebo dan pohon beringin.

“Ini namanya pohon Karet Kebo, untuk serapan air ketika musim hujan sangat tinggi. Satu batang kecil 20 liter sampai 60 liter, kalau besar 200 bahkan ribuan liter. Tujuannya kalau ada serapan air begini nantinya musim kemarau dia akan melepas air, sehingga musim kemarau sumber mata air masih akan teraliri airnya. Karena memang ada tandonnya, tandonnya ada di tanaman seperti ini,” ungkapnya.

Untuk mendapatkan bibit pohon tersebut, Isa Ansori melakukan pencangkokan di pohon yang lebih besar, dan sebagian menggunakan teknik stek.

“Hasilnya ditanam di 78 titik sumber mata air. Di Kecamatan Belik ada 160 titik sumber mata air, jadi masih 82 titik yang masih jadi PR,” lanjutnya.

Seiring waktu, kegigihan Isa Ansori membuahkan hasil. Saat ini, 78 titik sumber mata air yang ia selamatkan mampu mengaliri air untuk memenuhi kebutuhan warga di tiga desa, yakni Mendelem, Beluk dan Belik.

“Menanam ini sehingga ada 60 persen sudah tercukupi kebutuhan air. Airnya mengalir untuk tiga desa yakni Mendelem, Beluk dan Belik. Harapannya mampu mencukupi air 100 persen,” harapnya.

Kalpataru untuk Isa Ansori

Isa Ansori, penyelamat mata air Pemalang selatan, Jawa Tengah. (Foto: Liputan6.com/Pemprov Jateng)
Isa Ansori, penyelamat mata air Pemalang selatan, Jawa Tengah. (Foto: Liputan6.com/Pemprov Jateng)

Baginya, hutan, gunung beserta fungsinya bukan warisan melainkan titipan yang sudah selayaknya dijaga dan dilestarikan untuk tetap berfungsi dengan baik.

“Motivasi saya, yang pertama alam ini bukan warisan kita tapi titipan jadi kita harus menjadikan ke depan terus baik. Kedua, saya capek terkait dengan warga yang mengeluh keterbatasannya air, sehingga mereka beli. Ketiga, melihat hutan kita terjadi degradasi hutan,” ucapnya.

Sementara Ketua Komunitas Pecinta Alam Shabawana, Eka Waluyo menuturkan, Isa Ansori merupakan figur orang tua, senior dan pembimbing sebagai yang menginspirasi genertasi muda saat ini untuk tetap melestarikan lingkungan hidup.

“Ketika beliau di umur yang sudah sepuh, masih geliat melakukan kegiatan konservasi dan pembinaan bagi para permuda, untuk ikut peduli terhadap lingkungan. Sebenarnya bagi kami suri teladan dan cambukan luar biasa, dan kami pun terpanggil terdepan untuk kegiatan konservasi lingkungan,” kata Eka.

Disinggung penghargaan Kalpataru yang diberikan Gubernur kepada Isa Ansori, Eka menyebut, Ganjar Pranowo merupakan pemimpin yang mau turun ke bawah.

“Bagi saya pribadi Pak Ganjar itu figur yang jadi panutan, beliau figur pemimpin suri teladan yang pasti akan kami tiru dan contoh, karena pemimpin yang mau turun ke bawah. Harapannya Pak Ganjar lebih mengenal kami yang bergerak di alam bebas, karena butuh sentuhan, sehingga program kami dapat didukung pemerintah. Kami ada 500 orang anggota tersebar hampir di tiap desa di Pemalang,” dia menuturkan.

Tim Rembulan

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya