Liputan6.com, Semarang - Ada kisah menarik tentang seorang ahli ibadah yang hilang hidayahnya karena merendahkan seorang preman pasar yang menghormatinya. Kisah tersebut terjadi jauh sebelum zaman Nabi Muhammad SAW, namun nabi menceritakannya.
Kisah itu disampaikan ulang oleh pengasuh LPD Al Bahjah KH Yahya Zainul Ma’arif alias Buya Yahya. Buya Yahya mengisahkan, pada zaman tersebut hidup seorang ahli ibadah dari Bani Israil yang memiliki tempat khusus di atas bukit untuk beribadah.
Namanya juga ahli ibadah, semangat untuk beribadahnya tentu saja nomor satu. Saking hebatnya, ibadah dia tak terganggu oleh siapapun.
Advertisement
Baca Juga
Orang itu menghabiskan waktunya untuk beribadah. Ke pasar hanya sesekali untuk membeli perbekalan saja. Sehabis dari pasar, ia kembali ke atas bukit untuk beribadah.
Penduduk satu kota mengetahui orang itu adalah ahli ibadah. Di sisi lain, penduduk kota juga mengetahui seorang preman pasar yang termasyhur dengan kebejatannya. Konon, preman itu suka judi, mabuk, dan perbuatan yang tidak sesuai norma agama lainnya.
“Jadi, kalau orang ditanya si fulan di atas bukit, semua tau satu kota. Kalau bertanya siapa preman ini, semua orang tau satu kota,” cerita Buya Yahya dikutip dari YouTube Al Bahjah TV, Senin (11/7/2022).
Saksikan Video Pilihan Ini:
Keduanya Bertemu
Suatu ketika, Allah menghendaki keduanya bertemu. Bagaimana Allah menghendaki keduanya bertemu?
Sang ahli ibadah kehabisan bekal, ia harus turun ke pasar. Sementara preman pasar tergerak hatinya ingin bertemu dan meminta doa kepada orang alim.
Preman itu lantas naik ke atas bukit. Saat di perjalanan, preman berpapasan dengan sang ahli ibadah. Preman itu kaget, kagum, dan cinta saat bertemu dengan orang yang diinginkannya.
“Ia tak bisa berucap sepatah kata. Dia terduduk di jalan setapak, yang bisa dia lakukan memberikan isyarat dengan tangannya yang artinya silakan kiai, silakan ustaz,” kata Buya Yahya.
Sampai akhirnya ahli ibadah itu melewati sang preman. Meski sosok yang ingin dijumpainya hilang dari pandangan mata, hormat kepada ahli ibadah itu tetap ada di hati sang preman.
Saat berpapasan, sang ahli ibadah tahu bahwa sosok yang dijumpainya adalah preman pasar. Dalam hati, sang ahli ibadah berdialog sendiri, “Mau kemana dia? Si busuk mau kemana?”
“Tidak mengucapkan assalamualaikum. Tidak menyapa dengan baik, hendak kemana engkau, tidak,” imbuh Buya Yahya.
“Apalagi saat sang preman mempersilakan kiai (ahli ibadah). Wah sang kiai merasa dihormati. Ya begitu saya ulama. Lompat (lewat) begitu saja tanpa assalamualaikum, tanpa nyapa,” tambahnya.
Lantas, apa kata nabi?
Rasulullah mengatakan, “Lihat dua model manusia, sehebat apapun ibadahnya seseorang kalau ternyata merendahkan orang lain menjadi sebab hidayahnya dicabut oleh Allah, hilang hidayahnya orang tersebut.”
“Tapi begitu sebaliknya, biar pun orang semula bandel, gak karu-karuan, anggap saja jarang salat, tapi masih sangat menghormati syiar agama, ulama, dan yang lainnya. Kalau masih menghormati syiarnya agama Allah, maka ketahuilah suatu ketika akan diberi taubat dan tidak lama akan diambil oleh Allah menuju kemuliaan,” sambungnya yang disampaikan kembali oleh Buya Yahya.
Advertisement