4 Teori Asal-Usul Blangkon, Penutup Kepala Pria Khas Jawa

Setidaknya ada beberapa cerita mengenai asal-usul blangkon, termasuk siapa yang pertama kali. membuatnya.

oleh Tifani diperbarui 13 Jul 2022, 12:00 WIB
Diterbitkan 13 Jul 2022, 12:00 WIB
Gaya geng Vidi Aldiano-Sheila Dara
Pose OOTD dengan beskap dan kain lengkap dengan aksesori blangkon dan keris (Instagram @rezachandika)

Liputan6.com, Yogyakarta - Blangkon merupakan sebuah penutup kepala pria khas Jawa. Blangkon juga sebagai pelengkap salah satu busana tradisional pria di Jawa, khsususnya Yogyakarta dan Solo. Konon, penggunaan ikat kepala sudah ada sejak awal terbentuknya kebudayaan Jawa.

Pada zaman dahulu, masyarakat Jawa sudah memakai penutup kepala dari lilitan kain yang melingkar dan bagian atas terbuka. Kemudian, istilah blangkon muncul untuk menyebut ikat kepala instan atau ikat kepala siap pakai.

Dikutip dari berbagai sumber, setidaknya ada beberapa cerita mengenai asal-usul blangkon, termasuk siapa yang pertama kali. membuatnya.

1. Aji Saka

Cerita pertama menyebutkan sosok Aji Saka penguasa Tanah Jawa, yang dulunya membuat blangkon ini. Konon, dalam legenda Aji Saka berhasil mengalahkan Dewata Cengkar, raksasa penguasa tanah Jawa.

Aji Saka mengalahkan lawannya dengan membentangkan penutup kepala untuk menutupi seluruh tanah Jawa. Namun, dalam kisah tidak diceritakan secara jelas ukuran, lebar, dan jenis kain penutup kepala tersebut.

 2. Ki Ageng Giring

Konon sejarah kehadiran blangkon dicetuskan oleh Ki Ageng Giring yang merupakan sesepuh keluarga Keraton Mataram. Zaman dahulu, para penyebar agama Islam yang memasuki tanah Jawa memiliki rambut panjang.

Mereka enggan memotong rambut karena menganggap bahwa rambut merupakan anugerah, sehingga akan mengingkari sang kuasa bila memotongnya. Sementara dalam kebudayaa Jawa, tidak ada lelaki yang berambut panjang.

Karenanya, Ki Ageng Giring mencetuskan untuk menutup rambut dengan ikat kepala. Seiring perkembangan zaman, ikat kepala ini pun berubah nama menjadi blangkon.

Mondolan atau bentuk bulat yang ada di belakang blangkon merupakan wujud ikatan rambut para penyebar Islam. Di Solo, mondolan tidak berbentuk bulat, melainkan sedikit gepeng karena para pengikut ajaran Islam di sana telah memotong rambutnya.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Dibawa Pedagang

3. Para Pedagang Asal Gujarat

Ada pula teori berpendapat bahwa kebiasaan memakai blangkon berawal dari akulturasi atau penyerapan budaya Hindu dan Islam oleh masyarakat Jawa. Para pedagang Gujarat kerap melilit kain lebar dan panjang di kepala, yakni surban.

Hal ini kemudian menginspirasi masyarakat Jawa untuk memakai ikat kepala seperti yang dilakukan orang-orang Arab pada saat itu.

4. Krisis Ekonomi

Cerita lain menceritakan bahwa awal penggunaan blangkon karena terjadinya krisis ekonomi. Zaman dahulu, ikat kepala tidaklah permanen, sama halnya seperti surban.

Namun, sejak adanya krisis ekonomi, kain menjadi barang yang langka atau sulit ditemui. Melihat kondisi tersebut, para petinggi keraton memberi perintah kepada para seniman untuk membuat blangkon atau ikat kepala permanen.

Blangkon ini menggunakan lebih sedikit lembaran kain dari biasanya, sehingga lebih hemat dan praktis.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya