Farah Button Makin Eksis dengan Wastra, Tenun Ikat Akulturasi Betawi dan Jawa Melenggang di Ibu Kota

Ini kedua kalinya Farah Button tampil dengan wastra. Sebelumnya dalam Jogja Fashion Week 2023, Farah Button debut dengan wastra.

oleh Liputan6.com diperbarui 22 Nov 2023, 14:17 WIB
Diterbitkan 22 Nov 2023, 14:09 WIB
Farah Button Pride by Sutardi
Akhir pekan lalu, Farah Button Pride by Sutardi memamerkan delapan outfit ready to wear di perhelatan fashion show Spotlight Culture: Then And Now di Pos Bloc Pasar Baru Jakarta.

Liputan6.com, Jakarta - Brand fashion asal Yogyakarta, Farah Button, kembali mengukuhkan eksistensinya dengan kembali menggunakan wastra (kain tradisional) untuk koleksi terbarunya. Akhir pekan lalu, Farah Button Pride by Sutardi memamerkan delapan outfit ready to wear di perhelatan fashion show Spotlight Culture: Then And Now di Pos Bloc Pasar Baru Jakarta.

Ini kedua kalinya Farah Button tampil dengan wastra. Sebelumnya dalam Jogja Fashion Week 2023, Farah Button debut dengan wastra.

Dalam pergelaran di ibu kota kali ini, Sutardi, desainer Farah Button mengangkat tema Bangsawan Kampung untuk koleksi berbahan wastra (kain tradisional). Tema ini dipilih dengan semangat bahan-bahan wastra dari daerah bisa dikemas dalam outfit yang eksklusif dan elegan.

Ia mendapatkan bahan langsung didapat dari pengrajin bahan tenun ikat di daerah perkampungan di Yogyakarta.

Menurut Sutardi, tema ini juga bisa menggambarkan yang bikin bahan ibu-ibu di perkampungan dan yang memakainya para pejabat.

Sebagian motif tenun ikat juga didesain langsung oleh Sutardi. Ia terinspirasi motif dari daerah asalnya, Betawi, dan Jawa. Ia menyebutnya motif pucuk junjung.

Betawi memiliki motif pucuk rebung, sementara Jawa memiliki junjung drajat. Ia mengombinasikan dua motif tersebut menjadi satu dan dalam bentuk tenun.

“Ini belum pernah ada dalam bentuk tenun dan pengerjaannya memiliki tingkat kesulitan yang luar biasa,” ucap Sutardi.

Untuk pembuatan bahan sepanjang 100 meter memakan waktu dua bulan. Proses jahit yang relatif kilat dalam dua minggu juga menjadi tantangan tersendiri.

Untuk pembuatan pola dan menjahit pun, Sutardi juga kerap turun tangan langsung. Ia mengerjakan dan memastikan setiap detailnya karena penggunaan tenun ikat juga terhitung baru.

Lewat wastra, Farah Button ingin turut andil melestarikan budaya Indonesia, termasuk go international. Kain tenun yang digunakan juga tidak asal-asalan. Sutardi memprioritaskan tenun yang halus, lembut, dan bahannya adem.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya