56 Pelukis Nusantara Melukis di Atas Permukaan Kulit Kayu

56 pelukis nusantara melukis di atas permukaan kulit kayu

oleh Katharina Janur diperbarui 13 Sep 2014, 07:30 WIB
Diterbitkan 13 Sep 2014, 07:30 WIB
56 Pelukis Nusantara Melukis di Atas Permukaan Kulit Kayu
56 pelukis nusantara melukis di atas permukaan kulit kayu

Liputan6.com, Papua Sebanyak 56 orang pelukis dari 28 provinsi di Indonesia menjajal melukis di atas permukaan kulit kayu. Pembelajaran melukis di atas permukaan kulit kayu adalah bagian dari Pameran Besar Seni Rupa se-Indonesia dan Temu Perupa se-Indonesia yang berlangsung di Jayapura, 10-13 September.

Pelukis asal Kalimantan Timur, Surya Darma (46) menuturkan baru pertama kalinya melukis di atas permukaan kulit kayu.

“Rasanya luar biasa, banyak tantangan. Bahan dasar sangat berbeda dengan kanvas yang sehari-hari saya gunakan. Namun saya menikmatinya,” kata pria berambut gondrong ini.

Dalam lukisan pertama kalinya di atas permukaan kulit kayu, dia akan melukis tentang alam Papua yang dipadukan dengan budaya Kalimantan Timur.

“Sensasinya luar biasa melukis di atas permukaan kulit kayu, ditemani dengan masyarakat setempat dan juga hewan piaraannya, seperti babi dan anjing. Melukis dengan suasana baru,” kata pria yang telah melukis sejak tahun 80-an dalam pertemuannya dengan Liputan6.com di Kampung Asei Besar, Kabupaten Jayapura, belum lama ini.

Lain lagi yang dialami oleh pelukis asal Bengkulu, Sofinal (54), dirinya melukis tiga arti dalam satu lembar kulit kayu, yakni kaligrafi, Rafflesia dan Burung Cenderawasih.

“Motif ini menurut saya bisa menjadi hiasan dinding, motif baju dan motif tiang-tiang rumah dan gedung.  Tapi saya agak kesulitan dalam membaurkan warna di atas permukaan kulit kayu, sebab warnanya cepat kering,” jelas ibu guru yang mengajar di salah satu SMP di Bengkulu.

Dia juga berkisah, di Bengkulu juga ada kulit kayu yang dipakai untuk melukis. Dalam bahasa daerah disebut Lantung. Biasanyanya lantung dapat berupa tas dan lukisan. Lantung juga biasa dijumpai saat-saat menjelang perayaan 1 Muharam di Bengkulu.

Pelukis asal Medan, Makmur Digjaya sengaja membuat lukisannya dengan bergaya fiber, yakni melukis dengan cara kuasnya tak bersentuhan dengan kulit kayu atyau kanvasnya. Melukis dengan cara ini dipelajarinya selama tiga bulan di Singapura.

“Cat yang digunakan juga tanpa campuran air. Biasanya cat yang digunakan dengan menggunakan cat fiber dan lebih mahal dari bahan biasanya untuk melukis,”katanya.

Rasa was-was dan berdebar dirasakan oleh pelukis asal Banten, Q’Bro Pandam. Melukis di atas permukaan kulit kayu yang juga menjadi pengalaman pertamanya ini membuat ia harus berpikir keras karena cat menjadi mudah meresap dan cepat kering.

“Materialnya sangat berbeda. Tapi ini hal yang sangat baru buat saya dan saya sangat menikmatinya,” kata pensiunan pegawai yang bekerja disalah satu majalah anak muda ini.

Melukis di atas permukaan kulit kayu sengaja disuguhkan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional dalam Pagelaran swara nusa  antar para perupa se-Indonesia. Ajang ini mengusung tema seni untuk perdamaian dan seni untuk persaudaraan.

“Diharapkan pertemuan antar perupa dapat memajukan seni rupa Indonesia dengan keberagaman latar belakang budaya  daerah yang berbeda guna menambah cakrawala pengetahuan, bertukar ilmu dan pengalaman. Salah satunya dengan ajang melukis di atas permukaan kulit kayu yang dapat menambah teknik pengerjaan serta pendekatan estetika yang berbeda,” kata Kurator Pameran Besar Seni Rupa Se-Indonesia, Adrianto Rikrik Kusmara. (Katharina Janur/Ars)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya