Liputan6.com, Jakarta Balet, tari yang mengandalkan keanggunan dan halusnya gerak tubuh si penari. Namun ada stigma yang mengakar di dunia tari balet yang berujung pada diskriminasi.
Adalah Misty Copeland, seorang gadis remaja berusia 13 tahun yang baru menerima surat penolakan dari sebuah sekolah balet dimana ia mendaftarkan dirinya. "Terimakasih atas pendaftarannya, namun di usia 13 tahun, kamu terlalu tua untuk mulai kelas balet, dan juga kamu memiliki bentuk tubuh yang salah," Begitu kutipan dari surat yang diterimanya. Dibesarkan dalam keluarga miskin, Misty pertama kali belajar balet melalui Boys and Girls Club, sebuah klub tari di daerah tempat tinggalnya, dimana ia berlatih dengan pakaian longgar. Kontras dengan balerina cilik yang identik dengan tutu dan leotard dan diantarkan ke kelas balet oleh para nanny yang dibayar oleh orangtua mereka.
Advertisement
Cynthia Bradley, salah satu teman dari Ibu Misty, mengundangnya untuk belajar di San Pedro Dance Center, sebuah sekolah balet kecil di kota tempat tinggalnya. Misty menolak karena Ibu dan kakaknya terlalu sibuk untk bisa mengantarkannya. Melalui perjanjian, Bradley menawarkan untuk mengajarkannya menari, mengantarkan Misty mengikuti kontes balerina nasional dan memenangkan peran solonya yang pertama.
Sejak itu, Misty mulai berkorban, ia ikut homeschooling demi waktu ekstra dan memenangkan beasiswa sebesar antara $500 sampai $2500. Sejak usia 18 sampai sekarang ia berusia 31 tahun, Misty bergabung dengan American Ballet Theatre dan menjadi satu-satunya penari kulit hitam yang bergabung. Kulit gelapnya dan tubuhnya yang lebih berlekuk membuatnya menonjol dibanding penari-penari lain. Ia kerap menghadapi perlakuan yang berbeda, seperti saat ketika ia disuruh menurunkan berat badan demi tubuh sekurus penari lainnya. Misty yang mulai beranjak dewasa mulai merasakan egonya bergolak.
"Memangnya mereka siapa? Saya punya bakat, mengapa saya harus jadi kurus kering?" Begitu ungkap Misty seperti yang diceritakannya ke teenvogue.com, Selasa (21/4/2015).
Mendapat peran solo pertama kali pada tahun 2007 lalu, ia pernah tampil di pertunjukan Swan Lake, The Nutcracker, dan Romeo and Juliet, serta mendapat kesempatan tampil di tempat-tempat seperti National Center for the Performing Arts, Madison Square Garden, dan tampil di video klip penyanyi Prince. Kisah perjuangan, kerja keras, dan diskriminasi yang dihadapinya dicatat dalam buku berjudul Life in Motion: an Unlikely Ballerina yang diterbitkan pada bulan Maret 2014 lalu.
Namun, walau mencintai American Ballet Theatre, Misty merasa Ia belum mendapat perlakuan setara. Sampai kini, baginya sekolah baletnya itu, seperti halnya media, masih memperlakukan Misty sebagai "si penari yang satu itu". Sejujurnya, Misty ingin dikenal lebih karena perjuangan dan bakatnya. (Ikr/ret)