Liputan6.com, Jakarta - Bangunan pada rumah merupakan kesatuan dari berbagai bagian pokok yang sangat penting. Menurut Benny Puspantoro, Pakar Arsitektur dari Universitas Kristen Atma Jaya (Unika Atma Jaya) Yogyakarta yang dilansir dari www.rumah.com seperti ditulis Sabtu (30/1/2016) menyimpulkan, setidaknya terdapat enam bagian yang harus diperhatikan dalam pembangunan rumah.
Keenam bagian penting dari bangunan rumah antara lain atap, rangka bangunan, langit-langit, lantai, fondasi, dan sanitasi.
Atap pada sebuah bangunan rumah juga dapat dikatakan sebagai mahkota. Selain memiliki fungsi untuk melindungi dari terik matahari, hembusan angin, dan hujan, atap juga menambah keindahan. Ada empat hal yang harus diperhatikan terhadap kondisi atap sebelum membeli rumah.
Advertisement
Pertama, atap harus serasi dengan bentuk bangunannya sehingga dapat menambah keindahan yang tampak dari luar. Bentuk bangunan memang sebelumnya sudah dirancang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan dari pemilik rumah.
Jika bangunan ruman Anda berbentuk persegi, tentu gunakanlah atap yang bisa menutup seluruh sisi rumah. Terutama tidak meninggalkan celah agar tetesan hujan masuk ke dalam rumah.
Contoh atap lancip yang menjadi ciri khas rumah di eropa
Kedua, atap harus dibuat dengan kemiringan, sehingga air hujan dapat cepat meninggalkan atap bangunan. Apabila Anda berniat membuat konsep atap dengan kondisi rata, Anda harus memilih material penutup atap yang tepat.
Contoh flat roof
Tidak adanya kemiringan bisa menyebabkan air menggenang, bahkan hingga membentuk celah yang akhirnya air dapat meresap masuk. Nah, ketika Anda ingin membuat atap dengan model rata, sebaiknya juga tetap menerapkan kemiringan dari atap itu sendiri.
Kemiringan bisa diterapakan setidaknya 1-80 drajat mengikuti aliran air. Adapun pilihan atap untuk konsep flat roof adalah fiberglass.
Ketiga, atap harus dibuat dari bahan yang tidak mudah rusak oleh cuaca, panas dan hujan. Khusus rumah-rumah di Indonesia yang beriklim tropis, material atap yang cocok adalah beton dan logam.
Keempat, atap harus dapat memberikan kenyamanan bertempat tinggal bagi penghuninya. Secara umum konstruksi atap dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu, rangka atap atau biasa disebut kuda-kuda dan penutup atap.
Kuda-kuda adalah bagian yang memberikan bentuk kepada atapnya dan sekaligus berfungsi sebagai pendukung penutup atap. Umumnya, kuda-kuda terbuat dari baja, beton atau kayu.
Khusus untuk bangunan rumah, kuda-kuda yang sering digunakan adalah kayu dan baja ringan. Kualitas kuda-kuda yang baik tentu mengikuti perhitungan khusus yang disebut dengan metode Cremona.
Penutup atap adalah bagian yang merupakan pelindung bangunan dari panas, hujan, dan langsung berhubungan dengan udara luar. Beberapa bahan penutup atap yang banyak dipakai untuk bangunan adalah: genting, sirap, dan asbes gelombang. Berikut penjelasan mengenai ketiga jenis penutup atap:
1. Genteng merupakan penutup atap yang kerap dipakai pada rumah-di Indonesia. Bahan utama genteng adalah tanah liat yang dicetak dan dibakar matang sampai berwarna merah. Akan tetapi saat ini genteng juga ada yang terbuat dari semen.
Contoh genting tanah liat
Keunggulan dari genteng adalah memantulkan panas matahari. Namun perhatikan juga kualitasnya. Genteng berkualitas rendah memiliki rongga pori-pori yang besar, yang menjadi tempat tumbuhnya lumut. Lama-kelamaan, lumut ini bisa meretakan bahkan memecahkan genteng.
Kondisi genting yang berlumut
2. Sirap adalah kayu keras yang banyak dijumpai di daerah Kalimantan, yang dalam prosesnya dibuat menjadi lembara-lembaran tipis. Bahannya yang ringan menjadi keunggulan dari sirap. Sirap menghadirkan kesan tradisional dan memiliki tingkat penghantar penas yang rendah isolator sehingga membuat ruangan di bawahnya tetap sejuk.
Contoh sirap
Kelemahan dari bahan sirap ini adalah air hujan mudah merembes ke sela-sela antara sirap yang satu dan lainnya, akibatnya terjadi kebocoran yang sulit dicari titik-titik kebocorannya. Solusinya, sebelum menggunakan sirap, lebih dahulu diberi lembaran-lembaran seng plat. Proses ini memunculkan penilaian bahwa penggunaan sirap tergolong tidak ekonomis. (Kantri M/Ahm)
foto: pixabay.com