Liputan6.com, Jakarta Mata Piere Kansil berkaca-kaca. Tak kuasa ia menahan emosinya saat mendengar lantunan lagu medley Tanah Air, Indonesia Tanah Air Beta dan Rayuan Pulau Kelapa yang dibawakan oleh tim Muhibah Angklung 40 Days in Europe dalam rangka peringatan HUT ke-71 RI di kota Praha, Republik Ceko.
Berkali-kali Pak Kansil, demikian ia biasa disapa, mengusap matanya, sambil sesekali tangannya memegang dada‎.
"Saya teringat dengan kepulauan Sangir (pulau di Sulawesi Utara,red). Di situ saya dilahirkan, sebelum akhirnya terdampar di kota Praha‎ karena persoalan politis," ujar Pak Kansil.
Advertisement
Kansil hanyalah satu dari sekitar 200-an mahasiwa Indonesia yang pada tahun 1965 tidak bisa kembali ke Indonesia. Mereka dianggap menentang pemerintahan Orde Baru saat itu, dan menetap di negeri orang sebagai eksil. Jadilah mereka terdampar di negeri orang tanpa kepastian. Ketakutan akan ditangkap jika kembali ke Indonesia membuat mereka memilih bertahan di Praha. Sebagian bahkan menjadi stateless alias tak memiliki kewarganegaraan.
Bismo Gondokusumo yang turut hadir di acara HUT RI di Kedutaan Indonesia di Praha juga teringat dengan masa-masa pahit itu. Setelah 33 tahun menunggu, ia baru bisa mendapatkan paspor berlambang garuda‎ di masa reformasi. "Saya bertahun-tahun menjadi stateless, dan akhirnya kini bisa kembali menjadi warga Indonesia," pungkas Bismo.
‎Baru dua tahun terakhir, para eksil alias orang-orang yang terasing dari negerinya ini akhirnya bisa mengikuti upacara bendera 17 Agustus. "Dua tahun lalu, saat saya ditugaskan di sini (Praha,red), saya mengundang mereka untuk mengikuti upacara di wisma kedutaan di Praha. Padahal sebelumnya, para eksil selalu datang ke kedutaan setiap upacara bendera 17 Agustus tetapi mereka hanya berada di luar pagar dan tidak boleh masuk ke halaman kedutaan sekalipun. Kini sudah saatnya kita berdamai dengan masa-masa itu," ujar Aulia A Rachman, Duta Besar Indonesia untuk Republik Ceko.
Dan ketika lagu Rayuan Pulau Kelapa mengalun syahdu, semua yang hadir pun terhenyak. Baik para eksil maupun anggota tim Muhibah Angklung 40 Days in Europe yang dipimpin Maulana Syuhada terhanyut dalam kerinduan. ‎Rindu akan Indonesia tercinta meskipun raga berada di kota Praha. (Muhammad Achir)Â