Liputan6.com, Jakarta Menjelang pergantian tahun, Liputan6.com merangkum berita yang mendapat perhatian pembaca terbanyak sepanjang April 2016. Berikut ulasan balik berita tentang sosok di balik puisi Rangga dalam film AADC 2.
Film yang fenomenal ini berhasil menghebohkan Indonesia dan negara tetangga lainnya, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Sekuel dari Ada Apa Dengan Cinta yang ditayangkan 14 tahun yang lalu ini juga memberikan puisi yang manis dan menyihir para penontonnya. Siapakah yang berada di balik puisi-puisi romantis yang membuat Rangga makin mempesona dalam AADC 2?
Ternyata, puisi-puisi yang ditulis Rangga berjudul Batas, Pagi di Central Park, Tidak Ada New York Hari Ini, dan Pukul 4 Pagi, ditulis oleh penyair asal Bone, Sulawesi Selatan yang bernama Aan Manshur. Aan setuju ikut terlibat dalam pembuatan film Ada Apa Dengan Cinta 2 ketika Mira Lesmana, Sutradara AADC2, mengunjungi peluncuran bukunya di Yogyakarta.
Advertisement
“Bagaimanapun, saya merasa AADC punya sumbangsih esar sekali. Mau orang akui atau tidak, AADC punya peran besar banget membuat wajah puisi Indonesia sekarang,” ujar Aan Manshur.
Penyair yang terkenal lewat buku-buku puisinya, seperti Kukila (2012) dan Melihat Api Bekerja (2015) ini banyak melakukan riset dalam prosesnya. Bahkan ia menonton berkali-kali AADC pertama yang dibuat tahun 2002, membaca skenario AACD 2 berulang-ulang, buku tentang New York hingga mengikuti sejumlah street fotografi melalui blog. Bahkan Aan sampai harus memposisikan dirinya seperti Rangga dan bagaimana cara berpikirnya selama tiga bulan.
“Susasana semacam apa yang bisa dia rasakan ketika dia kangen tanah airnya atau orang-orang yang dia cintai di negaranya, tapi dia harus tinggal di New York. Saya mengikuti sejumlah akun Instagram orang-orang yang memotret Kota New York supaya saya bisa lihat warna-warninya,” kata Aan Manshur.
Aan berpendapat bahwa puisi romantis bukan sekadar gombalan dan permainan kata belaka. Saat menulis puisi romantis, ia mengaku tidak ada niatan untuk menggombal. Bahkan ia selalu menyimpan lapisan-lapisan lain, selain persoalan perasaan, di balik puisi yang diciptakan. Ia juga percaya bahwa menulis puisi, sebagaimana menulis apapun yang lainnya, adalah urusan berpikir, bukan semata utusan merangkai kata-kata.
“Puisi-puisi Rangga di film ini lahir dari cara berpikir Rangga dan juga persoalan-persoalan yang dihadapi rangga. Rangga begitu percaya dengan yang disebut sebagai kekuatan kata-kata dan kekuatan bahasa,” pungkas Aan.
Berikut salah satu puisi Aan Manshur yang ada di film AADC 2.
Batas
Semua perihal diciptakan sebagai batas. Membelah sesuatu dari sesuatu yang lain. Hari ini membatasi besok dan kemarin. Besok batas hari ini dan lusa. Jalan-jalan memisahkan deretan toko dan perpustakaan kota, bilik penjara dan kantor walikota, juga rumahmu dan seluruh tempat di mana pernah ada kita.
Bandara dan udara memisahkan New York dan Jakarta. Resah di dadamu dan rahasia yang menanti di jantung puisi ini dipisah kata-kata. Begitu pula rindu, hamparan laut dalam antara pulang dan seorang petualang yang hilang. Seperti penjahat dan kebaikan dihalang uang dan undang-undang.
Seorang ayah membelah anak dari ibunya — dan sebaliknya. Atau senyummu, dinding di antara aku dan ketidakwarasan. Persis segelas kopi tanpa gula menjauhkan mimpi dari tidur.
Apa kabar hari ini? Lihat, tanda tanya itu, jurang antara kebodohan dan keinginanku memilikimu sekali lagi.