Liputan6.com, Jakarta Wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia menggunakan kapal pesiar dianggap belum tergarap dengan maksimal. Hal ini setidaknya diungkapkan Menteri Pariwisata Arief Yahya dalam kesempatan bilateral meeting bersama Minister of Trade and Industry Singapura, S Iswaran, di Pan pasific Hotel Singapura beberapa waktu silam.
Menurut Arief Yahya, jika 2.000 orang dari kapasitas kapal yang bisa mencapai 5.000 orang tersebut bersedia turun dan mengambil paket wisata selama 6-12 jam saja, hal itu sudah setara dengan 10 penerbangan yang berisi wisman ke tanah air.
Baca Juga
“Karena itu, kami berinisiatif untuk join promo, join destination, membuat route baru dari Singapore ke Bali, singgah di Belitung, Jakarta, Semarang, Surabaya, baru Benoa Bali. Maka destinasi kita di pelabuhan pesisir utara akan hidup,” kata Arief Yahya.
Lebih jauh dirinya menjelaskan, Indonesia sudah menderegulasi banyak hal, salah satunya pencabutan cabotage. Selama ini kapal berbendera asing tidak boleh menaik-turunkan penumpang di pelabuhan internasional. Sejak tahun lalu asas itu sudah dicabut, dan pemerintah menetapkan 5 port internasional bisa menaikturunkan penumpang. Di antaranya, Medan, Jakarta, Surabaya, Bali, dan Makassar.
Meski demikian, Iswaran melihat ada beberapa persoalan yang perlu diselesaikan pemerintah Indonesia sebelum ingin benar-benar serius menggarap cruise tourism. Pertama Imigrasi. Tidak bisa seorang turis harus berdiri 2-3 jam hanya untuk menunggu antre kontrol passport atau visa di counter imigrasi? Itu terlalu lama, menghabiskan waktu mereka ketika docking di satu kota.
Kedua, soal port infrastruktur. Atau peralatan dan fasilitas di pelabuhan yang sering tidak siap. Idealnya, terminal kapal barang dengan kapal wisata itu dibedakan, mengingat penanganannya berbeda.
“Saya kira ini juga PR penting buat Pariwisata Indonesia. Termasuk kedalaman, minimal 12 meter, idealnya 15 meter. Semarang saja, hanya 10 meter, itu harus docking di tengah laut, sehingga merepotkan jika cuaca tidak terlalu bersahabat,” kata Iswaran.
Ketiga, pastikan di setiap kota yang dikunjungi memiliki amenitas yang lengkap. Ada cafe, ada destinasi, ada pusat kuliner, ada souvenir shop, dan lainnya. Itu semua harus berada dalam satu ekosistem, satu kesatuan yang harus disiapkan.
“Dari Singapore – Bali, harus ada banyak titik yang membuat wisatawan bisa turun dan berjalan-jalan di kota tersebut,” paparnya.