Nano Riantiarno Janjikan Pementasan Opera Ikan Asin yang Sempurna

Merayakan ulang tahunnya yang ke-40, Teater Koma mementaskan kembali naskah Opera Ikan Asin.

oleh Ahmad Apriyono diperbarui 24 Feb 2017, 11:17 WIB
Diterbitkan 24 Feb 2017, 11:17 WIB

Liputan6.com, Jakarta Menginjak usia ke-40, Teater Koma tak pernah surut berkarya. Awal Maret 2017 kelompok teater besutan Nano Riantiarno ini akan mementaskan kembali lakon Opera Ikan Asin yang diadaptasi dari naskah The Threepenny Opera karya dramawan Jerman, Bertolt Brecht.

Digelar di Ciputra Artpreneur, Lotte Shopping Avenue 2-5 Maret 2017, pementasan ini merupakan ulangan dari pementasan tahun 1983 dan 1999. Namun demikian, garapan tahun ini, Nano yang bertugas sebagai sutradara sangat berambisius menyuguhkan tontonan teater yang sempurna.

Opera Ikan Asin sendiri bercerita tentang Mekhit alias Mat Piso, Raja Bandit Batavia yang dijadikan pahlawan oleh keadaan hukum yang tidak jelas. Sebagai garapan naskah adaptasi, Nano mengakui tidak banyak mengubah struktur naskah.

“Lakon Brecht tetap jalan, naskah tidak ada perubahan apa-apa, tapi saya terjemahkan. Tapi paling tidak kalau menyangkut Batavia, Kalijodo saya sebut, Pasar Ikan saya sebut. Sebenarnya (naskah ini) tidak lucu, tapi orang akan melihat itu sebagai pembelajaran kita pada saat ini. Mudah-mudah mereka melihat, pada saat ini (Indonesia) memang kacau. Tapi sih saya berharap apa yang saya berikan di sini bisa menjadi pembelajaran,” kata Nano.

Lebih jauh Nano mengatakan, dalam naskah ini Brecht ingin membicarakan ketimpangan sosial, yang banyak terjadi di berbagai belahan dunia saat ini, termasuk Indonesia.

“Dimana-mana sama seperti itu, antara kaya dan miskin. Perkelahian antara itu. Biasanya yang miskin kalah, berkuasa yang menang. Dan ini masih terjadi sampai sekarang, kalau kita lihat ketimpangan sosial itu terjadi dimana-mana. Kita gak bisa ngapa-ngapain, kita Cuma bisa bikin di panggung. Itu saja,” ungkap Nano.

Opera Ikan Asin bercerita tentang Mekhit alias Mat Piso, Raja Bandit Batavia yang dijadikan pahlawan oleh keadaan hukum yang tidak jelas. Foto: Yunan.

Pementasan teater berdurasi 2 jam 50 menit dengan sekali jeda ini akan dimainkan sederet nama-nama beken aktor Teater Koma, antara lain Budi Ros, Cornelia Agatha, Sari Madjid, Alex Fatahillah, Rangga Riantiarno, hingga Joind Byuwinanda. Bahkan yang menarik aktor Alex Fatahillah menjadi orang yang merasakan pentas Opera Ikan Asin tiga kali berturut-turut pada 1983, 1999, dan 2017.

Sementara itu, dari garapan musik, Fero menjanjikan musik Kurt Weill yang sempurna. “Musik Kurt Weill itu susah, chordnya nabrak-nabrak, irama kemana musik kemana. Pengalaman 83 dan 99, lagu disederhanakan supaya bisa dinyanyikan. Kali ini full, semirip-miripnya. Tantangan saya adalah suku kata bahasa Indonesia itu banyak, jadi agak susah dinyanyikan. Akan ada 23 lagu, dan banyak bunyi-bunyi yang tidak biasa,” kata Fero.

Bersamaan dengan pementasan Opera Ikan Asin, Teater Koma juga akan meluncurkan buku bertajuk “Membaca Teater Koma”, yang ditulis dalam rangka ulang tahun ke-40 Teater Koma. Dalam buku setebal 300 halaman tersebut, diurai sejarah keberadaan Teater Koma dalam peta sastra drama Indonesia, yang dilengkapi dengan foto-foto pementasan pertama hingga saat ini.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya